82

694 128 13
                                    

Kedua alis Ace saling bertaut, ia menahan sakit yang menjalar ditangan kirinya, awalnya hanya rasa panas bisa ia tahan. Tapi, lama kelamaan menyakiti dirinya. Mendadak hatinya dilanda kecemasan, firasatnya berubah buruk, hatinya terpaku pada satu sosok yang paling ia puja—Thalia. Ace ingin segera sampai dan memastikan bahwa wanitanya aman. Ia menambah kecepatan mobilnya. Hal itu tidak luput dari pengamatan Arche yang sedari tadi menatapnya dengan sorot penuh rasa penasaran.

"Kamu baik-baik saja?" Tanya Arche khawatir jika Ace masih marah akibat ulah para mahasiswa tadi, mimik wajah Ace tampak kacau.

Kedua alis tebalnya saling bertaut. "Kita segera pulang, aku mendapat firasat buruk terjadi pada Thalia dan Prameswari." Ujar Ace dengan nada serius.

"Tenanglah itu hanya perasaanmu saja." Arche berusaha menenangkan Ace.

Pria itu menggeleng gusar. "Rasa ini tidak akan meleset," Sergahnya. "Aku dan Thalia sudah terhubung sempurna, separuh jiwanya ada padaku begitu juga sebaliknya. Jadi, aku bisa merasakan hal buruk terjadi padanya." Sambungnya dengan nada datar.

"Bagaimana caranya?" Arche tercengang.

"Kamu ingat tanda ditanganku?" Tanyanya sontak Arche mengangguk, ia mengerling sekilas ke tangan kiri Ace. "Tanda ini seperti sebuah kutukan yang mengikat kedua jiwa kami berdua. Dulu, aku diam-diam menanamkan kutukan pada jiwa Thalia dengan menyalurkan sebagian jiwaku padanya sebagai pengikat agar dia selalu bersamaku dan aku bisa memantau segala aktivitasnya. Tapi, sewaktu-waktu Thalia akan merasakan efek rasa sakit jika perasaanku tersulut akan ego dan amarah." Ace menjelaskan ukiran cantik ditangan kirinya.

"Red flag sekali kamu, Ace. Selain terobsesi, kamu juga terlalu posesif padanya, alhasil kamu menanamkan kutukan yang menjerat kehidupannya," Sungutnya dengan suara naik satu oktaf, ia tidak percaya Ace melakukan hal picik seperti itu. "Kalau Thalia tahu, kamu pasti ditinggal olehnya."

Ace tersenyum tipis. "Dia tahu," Arche tercengang hingga tidak bisa berkata apapun. "Jangan khawatir, mulai sekarang efek kutukan itu berbalik kepadaku, dia terbebas dari rasa sakitnya karena separuh jiwa kami telah melebur sempurna."

"Nampaknya Thalia juga bucin setengah mampus padamu," Arche memijit pangkal hidungnya. "Mengapa kamu melakukannya jika kutukan itu saling menyakiti?"

Ace melirik Arche sejenak. "Karena aku tidak mau kehilangan wanitaku. Selamanya, aku ingin bersama dengannya."

"Kamu benar-benar memujanya, ya." Arche merasa tersindir karena ia memiliki banyak istri di masa lalu.

Ace tertawa pelan. "Aku mencintainya, alasan itulah mengapa aku bisa berada disini."

Arche terdiam sesaat dan menghembuskan nafas panjang. "Kenapa kamu tidak menetap disini saja? Apa kamu tidak memikirkanku sedikit pun?" Arche tersenyum getir.

"Jangan berbicara seperti itu! Tentu aku memikirkanmu karena kita sudah seperti saudara. Tapi, maaf aku tidak bisa memilih untuk menetap disini. Sebab, aku memiliki tanggung jawab besar di sana. Seperti kehidupanmu di masa lalu sebagai Raja Majapahit, Arche." Ace tersenyum tipis.

Manik hazel itu membola, ia baru menyadari bahwa Ace memiliki posisi setara sama seperti dirinya di masa lalu. "Benarkah? Kerajaan apa yang kamu pimpin?"

"Acelian Empire" Ingatannya mengalir mengingat kekaisaran Acelian yang ia bangun sesuai janjinya kepada Thalia.

"Andai aku memiliki kekuatan sepertimu, Ace. Maka aku tidak akan bingung, jika aku ingin datang mengunjungimu." Arche menatap jalanan diluar jendela.

"Senang bisa bertemu dan menjadi salah satu anggota keluarga d'Rhozellius. Tanpa kalian, aku tidak mungkin bisa menemui Thalia seperti sekarang." Ucap Ace tulus.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang