15

2.4K 345 19
                                    

Sesaat muncul limabelas orang berbaju hitam, lengkap dengan persenjataan mereka. Berjalan dengan langkah terburu-buru mengikuti pria paruh baya didepannya.

"Tangkap dia. Kurung dan interogasi, aku tidak mau ada yang kelewat darinya." Ujar pria itu.

"Baik, tuan Fariz." Segera mereka menangkap pria bertato yang sudah tidak bisa menggunakan tangan dan kakinya.

Bawahan kakek Fariz terdiam dan takjub saat melihat ceceran mayat tidak berbentuk didepan mereka. Mereka tenggelam dalam pikiran masing-masing, seseram itu tuan mereka bisa memutilasi musuhnya secara sadis—mereka mengenal tuannya tidak begitu menyukai kesadisan.

"Bereskan kekacauan ini!" Perintah Fariz kemudian.

Ace masih diam memperhatikan mereka. Fariz yang akan beranjak kembali terdiam dan terjingkat didepan Ace. Sorot mata iris mata merahnya membuat tubuh Fariz sedikit gemetar.

"Kenapa mereka membiarkanmu bergerak sendiri? Tidak ada manfaatnya jika mereka hanya menunggu dan menanti kabar darimu?" Celetuk Ace tiba-tiba.

Bawahan Fariz serempak mengeraskan rahangnya masing-masing dan menahan gejolak emosi karena perkataan Ace. Fariz berdehem beberapa kali, berusaha bersikap biasa, ia mencoba mencairkan suasana. "Ehem sudah, itu semua karena kemauanku. Sekarang, mari ikut bersamaku, Arche!" Ajaknya pada Ace.

Pria raksasa tertegun mendengar dirinya dipanggil dengan sebutan Arche, namanya Ace buka Arche. Ace masih diam, ia lebih untuk memilih menurut dan mengekori Fariz kembali kearah gedung terbengkalai itu.

Fariz berjalan dengan terburu-buru untuk menemui bocah yang sudah ia tinggal sendirian—ia khawatir bocah itu akan ketakutan. Sesampainya ditumpukan drum, Fariz bergegas menuju tempat balita itu bersembunyi.

Bocah malang masih meringkuk berusaha diam dan menunggu pertolongan datang, sesuai dengan pesan yang ia dapatkan tadi.

"Nak, kamu baik-baik saja?" Sahut Fariz yang sudah berdiri dihadapannya.

Dengan tatapan berbinar, bocah itu mendongak melihat Fariz datang. Ia mengangguk lemah, tidak ada sepatah katapun keluar dari balita itu. Fariz berusaha menggendong untuk mengeluarkannya dari tempat persembunyian.

Tapi, sebuah tangan mencegahnya. "Biar aku saja yang menggendongnya." Sahut Ace dibelakang Fariz.

Fariz sontak menoleh kearah Ace, menatap lamat-lamat pria berdarah dingin itu ternyata memiliki sedikit kepedulian kepada seorang anak—hangat juga hatinya, itulah yang ada dipikiran Fariz.

Pria raksasa itu mengulurkan tangannya dan dengan mudah menggendong balita yang ia tahu merupakan bocah ganteng dan imut.

"Tenanglah, kamu sudah aman." Ujar Ace.

Balita itu menatap lekat kedua mata Ace tanpa berkedip, tampak ia terpesona dengan warna langka tersebut.

"Tidurlah kalau kamu lelah." Ucapnya membuat bocah laki-laki itu memeluk dan menyandarkan kepalanya dibahu lebar Ace—sangat empuk, bocah itu perlahan tenang dan memejamkan matanya. "Siapa namamu?" Tanya Ace sebelum balita itu jatuh tertidur.

"Rio, paman." Jawabnya singkat.

Fariz tersenyum tipis melihat kedua orang berbeda usia tersebut. Seperti ayah dan anak saja. Ace menggendongnya dan mengikuti kemana Fariz pergi.

Disela-sela berjalan beriringan, Fariz melirik Ace sejenak. "Kamu mau kemana setelah ini, Arche?" Tanyanya membuka percakapan.

Ace mengernyitkan kedua alisnya. "Maafkan aku, tuan. Tapi, namaku bukan Arche melainkan Ace. Ace Ellenius" Jelas Ace.

THE BEAUTIFUL EYESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang