ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡10ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

695 75 16
                                        

Double up terpenuhi, berarti wajib vote dan komen sebanyak-banyaknya!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Double up terpenuhi, berarti wajib vote dan komen sebanyak-banyaknya!

ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ

"Aa berapa bersaudara?" tanya Una duduk di kursi kayu rumah Mursid bersama Roro yang setia menemaninya bertama malam-malam di rumah supir angkot.

"Lima bersaudara, aa anak kedua. Kakak pertama meninggal, tiga adik aa ada yang masih sekolah sama kerja, kalo adik terakhir dibawa ibu kabur ikut suami barunya ke Manado." balas Mursid dengan menyediakan air mineral dalam gelas diatas mejanya.

"Ayah aa kemana?"

"Ilang neng tanggungjawabnya."

"Melas banget si idup lo sid." celetuk Roro.

Mursid menghela nafas panjang duduk disamping Una. "Namanya hidup di tempat penghukuman nabi adam, mana ada kata enak."

"Tapi hidupnya teh Sofya family kok bergelimang harta yak?" tanya Una.

"Takdir hartanya banyak, tapi diuji masalah rumahtangga-nya. Lakinya aja suka ilang," cerita Mursid membuat Una dan Roro manggut-manggut.

"Terus tiga adik abang mana sekarang?" tanya Una penasaran.

"Haidar karang taruna, Wahid sama Iva palin main diluar soalnya masih jam sembilan malem. Balik-balik mereka biasanya jam sebelas atau gak nginep di rumah temennya," jawab Mursid.

"Rumah di depan rumahnya siapa a yang ada ayunan di pohon?" tanya Roro salah fokus dengan rumah yang memiliki halaman depan luas dan pohon mangga diberi ayunan berada di depan rumah Mursid.

"Rumahnya Koko," kata Mursid.

"Kok gelap banget yak? Kek gak ada orangnya." ucap Una.

"Paling lagi kumpul di rumah teh Sofya kalo gak rumah bang Rian. Tapi disini kampungnya rame kok neng sampe tengah malem, orang-orangnya pada suka kumpul di depan rumah."

Una melihat area rumah minimalis milik Mursid yang terlihat rapi daripada rumahnya. "Enak juga ya tinggal disini. Deket pasar, sawah, sungai, sekolah, sama rame terus."

"Makanya ayo nikah neng," kata Mursid.

"Ngueri, finansial belom mapan dah ngebet kawin." cibir Roro.

"Belum berani a, pacaran dulu aja gapapa." ucap Una malu-malu pada Mursid.

Mursid langsung memeluk senang Una karena baru ini ia diajak pacaran oleh perempuan terlebih dahulu tanpa ditolak. "Alhamdulillah akhirnya mau juga jadi pacar aa."

"Pacar buat semangat hidup a biar nggak lempeng hidupnya."

"Berasa nyamuk gue disini anying. Rumahnya a Yanto dimana? Pengen kesana gue." kata Roro kesal.

"Dua rumah sebelah kanan rumah ini," jawab Mursid.

Roro pun keluar dari rumah Mursid, ia berjalan menuju rumah Wijayanto sesuai interupsi dari Mursid. "Kok ada bocil ya main di depan rumahnya? Masa a Yanto duda?" gumamnya melihat dua anak kecil perempaun sedang bermain boneka di teras rumah.

PASAR CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang