Setiap senyuman dan sentuhan kecil membawa getaran, sementara di sekitar mereka, pasar tetap berdenyut dengan energi khasnya.
Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, senyuman, tatapan, dan sentuhan kecil membawa getaran yang tak terduga. Cinta h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Double up terpenuhi!
Ayo komen sebanyak-banyaknya!
ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ♡ﮩ٨ـﮩﮩ٨ـ
Roro melihat istri kang bengkel pasar ciledek memundurkan motor dari parkiran sekolahnya. "Hai, bu." sapanya mendekat.
"Eh? Roro?" sapa balik Mutya.
"Beleh nebeng ke pasar Ciledek nggak bu?" tanya Roro sambil tersenyum.
"Boleh. Emang Una kemana? Biasanya kamu berduaan sama Una."
"Una lagi sakit bu. Nggak masuk sekolah harinya, terus saya disuruh ambil duit setoran donat di Mang Yanto." kata Roro kemudian menaiki motor gurunya itu setelah gurunya naik motor terlebih dahulu.
"Rumah kamu dimana sih Ro?" tanya Mutya disela menyetir.
"Hah? Kelamin saya? Perempuan." jawab Roro kurang menengar pertanyaan Mutya.
Mutya menghela nafas panjang, memang tidak baik mengajak ngobrol seseorang diatas motor yang sedang melaju. Ia memilih menggelengkan tidak kepalanya karena malas mengulang pertanyaannya.
"Laris manis. Pinjem duit seratus," ucap Arhan pada Wijayanto yang di sore hari bakso kloter pertama sudah habis.
"Alhamdulillah. Pinjem seratus buat apa ngab?" tanya balik Wijayanto.
"Pijet ke neng Jiera. Per-jam-nya seratus kata babeh." jawab Arhan.
"Buset, sesat lu ngikut ajaran babeh."
"Kloter kedua," ucap seorang pria paruh baya namun badannya masih gagah mendorong gerobak bakso yang penuh isi bakso untuk stok jualan malam.
"Makasih bah." ucap Wijayanto mendorong gerobak kosongnya tuk minggir dari depan warungnya.
Agung mengacungkan jempol-nya pada putranya itu. "Yang semangat jualannya biar bisa cepet nikah."
"Kata-kata hari ini bah," pinta Arhan pada ayah Wijayanto itu.
"Saat kamu merasa lelah tak punya duit, ingatkan dirimu tentang utang mu supaya kamu kuat menjalani hari-hari ini." kata Agung menerima gerobak kosong putranya tuk di dorong pulang.
"Yang ada makin stres bah," ujar Arhan kepada Agung yang sudah melaju pergi mendorong gerobak bakso kosong tuk pulang.
"Enak ya punya bapak masih sehat." kata Arhan.
"Lah bapak mu kan juga sehat?" ucap balik Wijayanto sambil mengetuk-ngetuk kentongan bambunya tuk alarm baksonya sudah ready kembali. "So, bakso Yanto~"
"Bapak gue emang sehat fisiknya tapi nggak otaknya. Sejenis kek bapaknya Koko pikirannya selangkangan cewek mulu, mana suka minta duit ke gue."