Roro bahagia ketika rumah yang baru dibangun suaminya disebelah rumah mertuanya sekarang menjadi basecamp anak-anak, karena ia menyediakan aneka ragam kue untuk siapapun yang bertamu ke dalam rumahnya.
"Onti mau baso nda pedes ya," pinta Pitaloka menyodorkan mangkuk plastiknya ke Roro.
"Nda dimarahin Oma tiap hari makan baso?" tanya Roro menerima mangkuk tersebut.
Pitaloka mengode Roro untuk diam tidak boleh berisik. "Jangan bilang-bilang ya, Nola mau mam baso~"
"Mau sayulnya dibanyakin," sambungnya mengikuti Roro berjalan kearah dapur rumah.
"Sayurnya sawinya habis tinggal toge mau?"
Pitaloka mengangguk iya dengan watadosnya. "Yang penting sayul kata baba bial bisa eek."
"Mau makan disini atau diluar?" tanya Roro setelah mengambilkan bakso yang diminta oleh Pitaloka.
"Disini saja bial nda telihat oma," jawab Pitaloka duduk di kursi meja makan dapur rumah Roro tersebut.
Sebelum makan Pitaloka membaca doa terlebih dahulu, lalu ia meniup-niup kuah baksonya sebelum ia makan membuat Roro terbayang-bayang, bagaimana jika ia memiliki anak? Andai jika ia lulus SMA langsung menikah mungkin anaknya akan seumuran dengan Pitaloka.
Ah tapi sudahlah, itu hanyalah masa lalu kelamnya. Kini ia harus membuka lembaran yang baru, dan menebus dosa-dosanya.
"Ro," panggil Koko dari depan rumahnya.
"Iya Om," balas Roro menutup pintu dapurnya. "Nyari Tata ya? Tata nggak disini."
"Boong lu, orang sendal nemonya ada diteras. Pasti lagi makan pentol anak gue," jawab Koko nyelonong masuk rumah itu lalu membuka pintu dapur tersebut menampilkan mulut putrinya yang penuh akan makanan.
"Astagfirullah, mulut atau molen?" tanya Koko langsung menggendong putrinya yang berusaha menelan semua baksobyang ada di dalam mulutnya.
"Yanto belum pulang Ro?"
"Belum bang, pulangnya paling habis teraweh." kata Roro.
"Ga, ayo pulang jangan habisin jajannya mang Yanto." ajaknya pada putranya yang asik memakan cemilan di ruang tamu rumah Wijayanto bersama anak-anak lain.
Kalingga menurut lalu menggandeng tangan ayahnya. "Babai~" pamitnya.
"Bai Gaga~"
"Nasid makin gemuk aja ya," kata Roro melihat pipi Naysid yang lebih tembam dari biasanya. "Pasti rejeki bapakmu lagi banyak."
"Papa seling kasih es batu buat mam sama nasi bial kenyang," jawab Naysid.
"Es batu pake nasi? Yang bener aje," tanya Roro heran.
Naysid menganggukkan kepalanya dengan wajah polosnya. "Enak kok bikin kenyang pelut," katanya mengusap-usap perutnya menandakan kenyang.
"Emang ngawur papa mu," sahut Wijayanto baru masuk rumahnya setelah berdagang di pasar.
"Kok udah pulang a?" tanya Roro.
"Udah habis basonya tadi diborong sama si Wawang buat dibagi-bagiin ke anak-anak yang lewat di pasar liat dia main bola," jawab Wijayanto meletakkan tas berisi pundi-pundi uangnya diatas nakas televisi.
Roro menyuruh suaminya untuk mandi terlebih dahulu, sedangkan ia menyiapkan bajunya. "Kalo aja gue enggak kuliah pasti nggak begini." ucapnya penuh penyesalan.
"Teteh, beli bakso..." suara panggilan Sofya dari luar rumahnya.
Roro keluar rumahnya melihat Sofya membawa mangkuk di depan rumahnya. "Ngidam bakso ya teh?"
KAMU SEDANG MEMBACA
PASAR CINTA
FanfictionSetiap senyuman dan sentuhan kecil membawa getaran, sementara di sekitar mereka, pasar tetap berdenyut dengan energi khasnya. Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, senyuman, tatapan, dan sentuhan kecil membawa getaran yang tak terduga. Cinta h...
