"Alhamdulillah cair," kata Koko melihat m-bankingnya saldonya bertambah berkat kerja keras tuyul perempuannya. "Bisa buat beli mobil wuling nih Ta."
"Apa cail?" tanya Pitaloka yang sedang bermain boneka di ruang tengah.
"Duit hasil endorse mu," jawab Koko.
Pitaloka tidak paham maksud ayahnya saat ini, keningnya mengkerut berusaha berpikir. "Apa?" tanyanya bingung.
"Duitnya udah terkumpul buat beli mobil wuling."
"Nda tau," jawab Pitaloka kemudian berlari kearah ibunya yang sedang menyuapi Kalingga bubur ayam. "Ibu..."
"Iya sayang?" jawab Mona.
"Mau mam baso..."
"Enggak dulu ya?" kata Mona membuat Pitaloka mendengus. "Ih! Tata kan mau menambah lezeki mang Yanto! Napa nda boyeh?!"
"Sama bu dokternya kemarin Tata nda boleh makan pentol dulu, nanti perutnya sakit." sahut Koko.
"Mam ini aja," kata Kalingga menunjuk bubur ayam di mangkuknya. "Sehat buatan Oma."
"Nda mau!" seru Pitaloka menutup pintu kamarnya kesal.
Brak!
"Kumat tantrumnya," ucap Koko bangkit dari duduknya, ia berjalan kearah luar rumahnya. Ternyata diluar rumahnya ramai orang membawa kambing kearah masjid.
"Udah idul adha bae, pantes akhir-akhir ini banyak yang beli kambing." monolognya.
"Masih jualan kambing kaga?" tanya Mursid tiba-tiba.
"Masih, tapi yang disini bukan pejantan. Yang pejantan gue jual di pinggir jalan deket pasar dijagain Udin sama Jek." jawab Koko mulai menyalakan ujung putung rokoknya.
"Wah panen banyak lu."
"Alhamdulillah, yang penting bisa buat nyenengin istri sama anak mah aman."
"Kalo gitu gue mau satu kambing gratis." pinta Mursid tiba-tiba.
"Cok, gue jualan bukan bagi-bagi."
"Bagilah Ko, kasihan istri gue pengen kurban tapi gue belum ada duit. Iye kalo kurban berupa ayam masih bisa dicolong, lah kalo kambing?"
Koko menggeleng-gelengkan kepalanya tidak heran, ia menyebulkan asap rokoknya keatas. "Mending lu utang aja ke bang Rian, terus beli kambing ke gue. Soalnya gue juga butuh duit buat bayar cicilan dp gudang keset."
"Alah medit amat lu ko."
"Kaga medit, emamg kebutuhan gue banyak. Terutama buat Gaga sama Tata."
"Lebay lu masih dua anak, bilang aja pelit."
"Serah lu dah," kata Koko kemudian berjalan kearah rumah kakak keduanya diikuti oleh Mursid. Ia melihat kakak perempuannya di teras rumah sedang memakan rujak buah di malam hari.
"Teh mau beli sapi."
"Berapa?"
"Satu aja atuh."
"Buset beli sapi dah kek beli sabun," gumam Mursid.
"Bentar suami gue lagi keluar, ntar aja transaksi sama Tono." kata Sofya.
"Lagian korban buat siapa lagi? Keknya tahun kemarin lu udah korban."
"Buat gue sendiri," jawab Koko.
"Kaga jadi beli mobil?"
"Utamakan kendaraan ke surga dulu."
"Buset sok iye lu Ko." kata Mursid.
"Lo beli sapi juga sid?" tanya Sofya.
Mursid menggelengkan tidak kepalanya. "Kaga, duit darimana? Gue ngintilin Koko siapa tau dikasih kambing atau gak dibeliin sapi."

KAMU SEDANG MEMBACA
PASAR CINTA
Fiksi PenggemarSetiap senyuman dan sentuhan kecil membawa getaran, sementara di sekitar mereka, pasar tetap berdenyut dengan energi khasnya. Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, senyuman, tatapan, dan sentuhan kecil membawa getaran yang tak terduga. Cinta h...