Setiap senyuman dan sentuhan kecil membawa getaran, sementara di sekitar mereka, pasar tetap berdenyut dengan energi khasnya.
Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, senyuman, tatapan, dan sentuhan kecil membawa getaran yang tak terduga. Cinta h...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Banyak anak kecil dari kalangan batita hingga sd bermain di halaman depan rumah Koko, karena baru saja pemiliki rumah membuat ayunan di pohon mangga miliknya yangvawalnya dibuat untuk istrinya. Malah keponakannya mengajak teman-teman yang lain bermain disana.
Mona tidak keberatan sih, ia malah senang banyak anak kecil di halaman rumahnya. Ia jadi tidak takut di rumah sendirian ketika suaminya bekerja ke pasar.
"Ayo aaa," kini ia sedang menyuapi anak ketiga perempuan dari kakak ipar perempuannya-Sofya.
Anak berusia empat tahun itu membuka mulutnya sambil memangku bonekanya lalu menerima suapannya. "Nyam..."
"Sofya, kemana Mon?" tanya Nana baru saja datang sambil mendorong sepeda roda tiga yang diduduki putranya.
"Ke pasar mbak, ngurus Toko emas. Mona disuruh jagain anak-anaknya." jawab Mona.
"Padahal ada Tono di rumahnya. Emang kebiasaan si Sofya, lakinya terlalu di sayang." kata Nana.
Mona hanya manggut-manggut melihat dua keponakannya sedang bermain ayunan. "Freya sama Arsy lagi akur ya mbak. Biasanya ribut, kemarin aja burungnya abang sampe ditendang sama Freya gegara abang ngajak main Arsy ke sungai."
"Iya kalo gini lagi akur. Tapi kalo ada Dita berperang lagi mereka." ucap Nana lalu menurunkan putranya daei sepeda.
"Dita yang mana mbak?"
"Itu keponakannya Yanto. Anak cewek rambut dora, itu kan pentolannya geng-nya Freya. Soalnya Dita gak suka sama Arsy."
"Heyo, Aldo~" sapa batita laki-laki berjalan menghampiri Aldo.
Aldo mendorong anak laki-laki tersebut kemudian berlari kearah kakaknya. Batita yang didorong itu jatuh kemudian bangkit lagi tanpa menangis, ia mencoba berbaur dengan teman-temannya.
"Maafin Aldo, Ty. Aldo agak trauma main diluar kalo gak ada gue atau kakaknya," kata Nana pada Mutya yang membawa selendang gendongan dan mangkok berisi makanan tuk menyuapi anaknya.
"Gapapa mbak santai aja. Malah gue gak enak ke mbak gegara Aldo nyemplung sawah di dorong Malvin kemarin."
Mona menjadi pemerhati percakapan ibu-ibu disana. Rasanya ia juga ingin memiliki anak, namun belum juga diberi anak padahal pernikahannya sudah berjalan satu bulan.
Apa ada yang salah ya sama burungnya abang? Apa perlu diemut, dijilat, terus dicelupin dulu ke susu biar cepet jadi anak?
"Jadi ibu enak nggak mbak?" tanya Mona.
"Banyak stres-nya. Nikmatin aja jadi pengantin baru, jangan buru-buru punya anak kalau gak mau kuwalahan ngurusnya," jawab Nana pada adik iparnya.
"Kakak jam tiga waktunya ngaji," peringat Nana mendengar adzan ashar berkumandang.