"Saya terima Ayeuna Asri Gitawa binti Sadjojo dibayar seperangkat lata sholat dan uang tunai sebesar tiga ribu rupiah, dibayar tunai." kata Mursid langsung tanpa berbelit saat mengucapkan ijab kabul pada penghulu.
"Sah?" tanya sang penghulu pada para saksi.
"Sah," kata saksi di acara pernikahan Mursi dan Ayeuna yang dilangsungkan di rumah Mursid.
Una sungguhan menerima lamaran dari Mursid setelah tiga bulan kelulusannya, karena buat apa pacaran lama-lama? Lebih baik menikah saja bukan? Ia juga ingin merasakan tempat pulang yang sesungguhnya, karena keluarganya sendiri tidak dapat menjadi tempat pulangnya.
Gajinya selama bekerja full time di Sofya juga dimintai terus oleh kedua orangtuanya. Jadi dia nekat menikah, supaya orangtuanya tidak meribeti urusannya. Awalanya orangtuanya menentang dirinya menikah muda, namun Mursid dapat meyakinkan kedua orangtua Una dengan menghamili Una terlebih dahulu.
Dengan begitu orangtua Ayeuna mau tidak mau menerima lamaran Mursid.
Kini Una mencium punggung tangan lelaki yang sudah sah menjadi suaminya.
"Mewah juga ya pernikahannya," kata Mona sambil menggendong putranya yang berusia tiga bulan.
"Dipinjemin duit laki gue nih. Biar Mursid gak diremehin keluarganya si cewek," balas Sofya menimang kembaran Kalingga.
Mona hanya dapat menganga sambil manggut-manggut. Betapa sederhananya nikahannya dahulu, hanya modal ke kantor KUA berbeda dengan Mutsid yang masih effort membuat resepsi pernikahan di halaman rumah dengan menggunakkan wedding decoration.
"Koko kenapa nggak ikut?" tanya Jupe tiba-tiba duduk disamping Mona.
"Abang kalau senin sampe rabu keluar kota jualan keset, jadi nggak bisa dateng hari ini teh." jawab Mona.
"Pantes kiosnya kelapanya di pasar kalo senin sampe rabu dijagain lu. Ternyata paksunya lagi keluar kota," kata Jupe.
"Udah sehat pe?" tanya Sofya.
"Alhamdulillah udah enakan teh. Cuman ya gitu radang tenggorokkan kadang masih kambuh jadi belum bisa ngajar les lagi." jawab Jupe dengan memegang area tenggoeokkannya.
"Makin gemoy ya teteh." kata Mona melihaat tampilan Jupe yang makin chubby.
"Efek obat sakit jadinya laperan terus makan."
Sofya manggut-manggut kemudian memberikan saran pada Jupe untuk beristirahat dan meminum vitamin yang ia tahu untuk multivitamin tubuh. Mereka berdua jadi asik mengobrol tentang kesehatan dan seputar wanita hingga membuat Mona pening sendiri.
"Ih gemes banget cendol," kata Roro datang sambil mencubit pipi putra Mona.
"IH NDA BOLEH CUBIT! NANTI COWEL PIPI ANAKKU!" pekik Mona membuat putranya itu menggeliat lalu menangis.
"Waduh cadok." kata Sofya.
Roro tersenyum kemudian duduk di kursi yang Mona tempati barusan, karena Mona pergi darisana tuk menimang putranya yang menangis. "Belum teh, masih maba."
"Makin cakep aja gayanya." puji Sofya melihat tampilan Roro yang formal terlihat seperti wanita karir perkotaan.
"Ya kan ngikutin style anak kuliah di kota teh. Ya kali ndeso mulu." jawab Roro sambil menyedot vape-nya.
"Calon dokter kok ngerokok." cibir Sofya.
"Vape ini teh biar plong pikirannya." kata Roro.
"Di modalin Wijayanto makin menjadi."
Roro hanya menyengir atas omongan pedas dari Sofya yang sudah biasa di telinganya. Jadi ia hanya membawa santai omelan-omelan Sofya, tidak dibawa ke hati.
KAMU SEDANG MEMBACA
PASAR CINTA
FanfictionSetiap senyuman dan sentuhan kecil membawa getaran, sementara di sekitar mereka, pasar tetap berdenyut dengan energi khasnya. Di antara hiruk pikuk pedagang dan pembeli, senyuman, tatapan, dan sentuhan kecil membawa getaran yang tak terduga. Cinta h...
