Alvion mengendap-endap dari kamarnya hingga menuju ke parkiran. Ia segera keluar dari mansion mewah itu dan berlari dengan kencangnya.
"G-ua harus kemana ..."
Ia menetralkan nafasnya yang ngos-ngosan karena berlari. Ia bingung sekarang, apa yang harus ia lakukan agar bisa bertemu dengan adiknya lagi.
"Gua nggak tahu kemana Vian dibawa! Bodoh lo Vion! Mikir ege! Sekarang bukan waktunya malah nggak bisa mikir!"Alvion memukul kepalanya.
"Oke tenang, pertama gua harus ke tempat terakhir Vian di culik! Pasti di sana aja petunjuknya, nggak mungkin nggak ada," ia yakin dengan itu.
Kini Alvion tiba di tempat terakhir ia bersama Alvian. Ia mengingat-ingat apa yang terjadi lagi sebelumnya.
"Coba elo ingat-ingat ciri-ciri orang yang bawa Alvian," Alvion merenung sejenak, memang kejadian itu begitu cepat tapi yang pasti, pasti ada salah satu memori yang ia ingat sebelum orang itu memukul kepalanya.
"Nggak mungkin gua cari di cctv!" Percuma saja karena Alexa dan Ellard sudah mencarinya terlebih dahulu.
"Sial banget! Kenapa gua kagak bisa inget sih!"
Alvion menendang dinding bata di sebelahnya, jalan ini yang ia lewati bersama Alvian karena jalan ini sangat teduh.
Pandangan Alvion terhenti di mobil yang tak jauh dari sana, "Mobil itu ..."
Ia mengingatnya, mobil itu memang berhenti di sana dan tidak bergerak dan sekali, persis berada di depan sana.
"Gua pernah ke sini dan pernah liat mobil itu juga! Gua harus cari tahu siapa pemilik mobil itu! Pasti didalam mobil itu ada rekamannya!"Alvion yakin dengan itu, ia harus mendapatkan rekaman dari mobil itu, setelah itu pas akan mendapatkan petunjuk mengenai penculikan Alvian.
"Vian, tunggu gua! Gua akan nolongin elo, tolong bertahan bentar lagi, setelah gua bisa nemuin elo gua nggak akan biarin elo terluka lagi," Alvion menghapus air matanya, ia tidak boleh cengeng sekarang. Waktunya untuk mencari keberadaan adiknya itu, jika sudah ketemu baru ia boleh menangis dan memeluk Alvian.
* * *
Reon menatap Alvian dengan aneh, remaja yang sayangnya imut itu sungguh membuatnya heran dan geram karena tindakan'nya.
Memang Alvian tidak melawan saat akan di siksa tapi dia menahan mulutnya agar tidak mengeluarkan suara. Seperti sekarang ini, saat ia tendang kaki Alvian, sang empu bahkan tak bersuara sedikitpun.
Alvian menutup mulutnya rapat-rapat.
"Kau ini kenapa?! Seharusnya kau menangis! Seharusnya kau meminta ampun padaku seperti waktu itu! Kenapa kau malah diam saja!" Reon tidak suka jika tidak mendengar suara siksaan yang ia berikan pada Alvian.
Alvian menggeleng, ia tidak mau melakukan hal itu."Abang Reon nggak jahat, nggak apa-apa kalo dia mau siksa Vian ... nggak apa-apa kalo bang Reon mau apa-apain, Vian. Asalkan bang Reon nggak sedih lagi, pasti bang Reon nggak akan pukul Vian lagi kalo dia Udha nggak marah!"
Rasanya begitu sakit, tapi Alvian berusaha menahannya, bahkan air matanya mengalir, ia tidak keberatan jika Reon menyiksanya seperti ini. Reon pasti membutuhkan pelampiasan agar marahnya bisa mereda.
Benar saja Reon berhenti memukul. Ia lelah sendiri dan meluruh ke lantai, lagi dan lagi ia menangis. Sebenarnya ini perasaan apa yang berada di dadanya. Kenapa saat ia menyiksa Alvian yang tanpa suara seperti ini sungguh membuatnya dilema. Seakan ada yang mencoba mencegahnya.
"Jangan luluh bodoh! Jangan luluh! Kau itu jahat! Kau harus menyiksa dia agar orang tua sialan itu merasakan apa yang aku rasakan!"
Reon memukul kepalanya berkali-kali dan menamparnya, ia tertawa sendiri."Kau pasti senang kan melihat ku hioa seperti ini! Kau pasti senang kan Vian! Senang kan Vian!"Reon mencengkram pipi Alvian hingga kukunya menancap di pipi lembut itu.
"Abang orang baik ... abang nggak jahat, abang hanya marah aja, Vian kenal sama abang Reon, bang Reon pasti bisa berubah ..."
"Kau! Kenapa kau tidak membenciku! Seharusnya kau membenciku! Aku yang menculik'mu sedari kecil dan membuatmu menderita! Seharusnya kau membenciku! Kenapa kau tidak membenciku Alvian! Aku orang jahat!"Reon menguncangkan tubuh Alvian, apa dia bunuh saja Alvian agar hatinya yang mulai luluh ini bisa keras seperti batu kembali, sepertinya memang harus seperti itu.
"Vian tidak akan pernah benci abang, karena abang bukan orang jahat ..."
Reon melepaskan tangannya dari tubuh Alvian.
Apakah Alvian ini buta, tuli atau mempunyai penyakit yang lain hingga tak bisa melihat dan mendengar jika dia telah membuatnya tersiksa.
Kenapa Alvian begitu baik, tidak seperti Ellard yang sialnya selalu saja pilih kasih, hanya mementingkan anak dah dari istrinya sedangkan ia tidak.
Alvian memeluk Reon,"Abang jadi bang Reon yang dulu saja, yang Vian kenal ... jangan seperti ini, bang Reon yang Vian kenal adalah orang yang baik dan selalu kasih Vian coklat, bang Reon jangan seperti ini, Vian nggak suka bang Reon yang jahat, Vian suka bang Reon yang baik ..."
Kesempatan kedua itu ... ada bukan? Bagi Alvian tidak ada salahnya memulai hal yang baru, Reon juga bisa memiliki kesempatan itu.
"Kita bisa main sama bang Xander, bang Axian, bang Vion ... mommy dan daddy, ayo abang, jangan seperti ini, kita harus jelasin ke mereka siapa abang yang sebenarnya, pasti mereka akan nerima abang ..."
Vote →Comment →Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvion & Alvian
Teen FictionBagaimana jadinya jika seorang remaja laki-laki nakal dan tidak bisa di atur berpindah tubuh ke tubuh remaja yang polos penuh dengan penderitaan. Bagaimana juga dengan sebaliknya, bagaimana jika seorang remaja polos berpindah tubuh ke remaja nakal...