Ketiga bocah itu hanya bisa menatap Alexa dan yang lainnya pergi begitu saja, sungguh sangat sia-sia mengaku seperti ini. Mereka tidak akan percaya.
Alvion tetap akan menyalahkan Deon tentang ini.
Tak mungkin dia menyalahkan adiknya, tentu saja tidak! Alvion tidak akan melakukan itu.
"Ini semua salah elo!"Deon mengerucutkan bibirnya, kenapa ia yang di salahkan. Tapi pandangannya teralihkan pada Reon yang juga ingin pergi dari kamar ini mengikuti Alexa dan yang lain!
"Reon! Tunggu dulu,"Deon menahan tangan Reon.
Baiklah jika seperti ini pertanda buruk, Reon merasa harus cepat-cepat kabur. Perasaannya sudah tidak enak melihat tatapan dari Deon.
"Maaf tuan muda, Deon. Saya masih ada pekerjaan lain, tuan Ellard sudah menunggu sedari tadi,"Mereka semua menatap Deon dengan datar, menunggu apanya. Bahkan Ellard dan yang lain baru saja pergi. Tampak sekali jika Reon ini berbohong.
"Jangan bohong deh, lagian kita nggak bakal apa-apain kok. Cuma mau tanya,"tambah Deon.
Memang hanya bertanya, tapi jika seperti kemarin bagaimana, dia sudah di marahi oleh Ellard karena menjawab pertanyaan dari Alvion dan Alvian.
"Saya ... saya ingin buang air besar! Ya ingin buang air besar, jadi saya permisi dulu tuan muda."Reon ingin langsung pergi tapi lagi dan lagi tangannya di tahan oleh Deon.
"Kagak, sebelum elo jawab pertanyaan gua, elo percaya atau enggak kalo mereka pindah tubuh?"
Reon tercekat, astaga apa yang di tanyakan oleh Deon ini, bagaimana dia bisa kabur dari sini.
"Tuan muda saya masih punya ...""Enggak! Jawab dulu, percaya atau kagak?"
"Tidak tuan muda, mana ada hal yang seperti itu,"sudah bukan, Reon segera ingin pergi tapi Deon kasih tetap saja menahannya.
"Percaya nggak! Kalo enggak percaya gua gibeng nih!"Deon mengangkat tangannya.
Melihat itu, Reon hanya bisa menghela nafas, apa yang dilakukan oleh tuan mudanya ini."Baiklah tuan muda, saya percaya." Dari pada Deon terus saja bersikap seperti itu lebih baik dia mengiyakan saja.
"Vion! Liat, Reon percaya kok!"
Alvion seketika itu juga langsung memukul kepala Deon."Goblok!"
Sudah keluar kata-kata mutiara dari dirinya.Tampak betul jika Deon lah yang memaksa Reon untuk percaya.
"Pergi aja, Reon. Jangan dengerin tu anak."
Reon mengangguk, dia segera pergi dari sana tanpa ragu-ragu. Jika terlalu lama maka bisa terjadi hal seperti tadi.
"Vion mah kasar, Vian liat ..."adunya sambil memeluk Alvian.
"Jangan peluk-peluk adik gua!"
Sungguh Deon ini sangat membuatnya emosi."Karena nggak ada yang percaya kita harus ngelakuin sendiri sampe tubuh gua bisa pindah.""Abang, kita belum ke tempat kecelakaan itu,"ucap Alvian tiba-tiba.
"Maksudnya?" Apa yang dikatakan oleh Alvian ini. Ia sedikit tak mengerti.
"Kita pergi aja di sana, terus coba buat yang kemarin! Yang waktu itu abang jatohin diri ke, Vian. Mana tahu harus di tempat itu juga!"
"Pinter! Nah ini baru adik gua!" Benar juga, mereka belum melakukan hal itu."Nah kalo gini kan baru adik gua!" Sebenarnya Alvian itu pintar tapi sedikit lemot saja.
Jadi terkadang Alvion kesal jika Alvian selalu saja lemot seperti ini.
"Oke, kita ke sana aja. Ke tempat kecelakaan itu."
Alvion masih ingat tempat itu, tempat di mana kecelakaan itu membuat jiwanya tertukar.
"Tapi gimana kita mau ke sana bang?"tanya Alvian dengan bingung.
"Bener juga, ada mommy sama daddy di rumah. Bisa-bisa mereka nanyain," mereka juga tidak akan berbohong tapi mungkin saja setelah mengatakan itu mereka tidak diizinkan pergi. Apalagi tempat itu jalanan umum yang berbahaya.
Alvion melirik Deon yang menatapnya, dia tersenyum penuh arti.
"Bau bau nggak enak nih!"
Dan benar saja, sedetik kemudian Deon di paksa berbaring di kasur bersama bantal guling di sebelahnya.
"Vion, yang bener aja. Masa gua di suruh gantiin kalian, kalo ketahuan gimana? Gua bisa di gantung hidup-hidup sama mereka?"
"Udah diem. Nggak usah banyak bacot. Elo ikutin aja. Mommy dan daddy pasti ke kamar ini kalo udah pas mau makan malem. Jadi sebelum itu elo harus gantiin kita. Elo tidur aja. Gua sama Vian nggak bakalan lama. Mungkin cuma satu jam aja. Udah itu kita pulang, kita cuma mau mastiin sesuatu kok."Alvion menyelimuti Deon hingga menutupi tubuhnya itu.
"Tapi,Vion ..."
"Elo temen gua kan? Kalo elo temen gua pasti elo akan bantuin gua, udah diem aja disana. Nggak bakalan lama juga. Yok, Vian. Kita harus cepet. Kalo ketahuan kita kabur bisa-bisa kita di hukum." Alvion mengandeng tangan adiknya itu.
"Iya abang, kami pergi dulu." Alvian melambaikan tangannya pada Deon. Lalu mengikuti Alvion yang keluar dengan mengendap-endap.
"Apes bener dah kalo gini!"Deon menutupi seluruh tubuhnya lagi.
* * *
Di rumah sakit, tepatnya di sebuah ruangan yang terdapat laki-laki yang terbaring di brangkar itu membuka matanya.
Dia adalah Roki, pria itu merasakan seluruh tubuhnya sakit. Tapi dimana dia, kenapa dia masih hidup tapi sebelum dia berpikir seperti itu. Sedetik kemudian matanya melotot saat lehernya dicekik oleh seseorang.
Tubuh Roki mencoba memberontak, tapi semakin lama dia merasa sesak dan tidak bisa bernafas. Sesaat kemudian matanya dia berhenti bergerak dengan mata yang masih terbuka.
Setelah melihat Roki benar-benar tidak bergerak dan mati, orang yang mencekik Roki itu berlalu begitu saja.
Vote →Comment →Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvion & Alvian
Ficção AdolescenteBagaimana jadinya jika seorang remaja laki-laki nakal dan tidak bisa di atur berpindah tubuh ke tubuh remaja yang polos penuh dengan penderitaan. Bagaimana juga dengan sebaliknya, bagaimana jika seorang remaja polos berpindah tubuh ke remaja nakal...