Hening, tak ada terdengar apapun selain dentingan jarum jam dan beberapa bunyi mesin yang berada di ruang itu.
Alvion, hanya Alvion sendiri manusia yang sadar di sana. Tak ada reaksi apapun dari Alvian dan Reon.
Air mata itu jatuh begitu saja mengenai tangan Alvian yang ia pegang."Kalo jadi gini mending gua nggak pernah pindah tubuh sekalian,Vian."
Benar bukan? Tidak apa-apa jika selamanya berada di dalam tubuh masing-masing asalkan mereka tetap masih bersama.
"Maafin gua, gua udah nggak percaya sama elo ..."
"Vion? Elo ..."
Tak ada tanggapan dari Alvion saat mendengar suara yang ia kenal itu. Siapa lagi yang bisa memanggilnya dengan panggilan akrab seperti itu.
Deon mendekat, ia tertegun melihat Alvian yang terbaring lemah di atas ranjang itu, wajah imutnya tampak tidak baik-baik saja.
"Elo, Vion kan?"
Bodoh, untuk apa lagi bertanya. Itu sudah pasti, mereka kembali ke tubuh masing-masing.
"Gua ..."
Entahlah, bahkan kata-kata saja Deon tak bisa merangkainya. Kecelakaan ini begitu tiba-tiba, bahkan belum sempat ia tiba di rumahnya ia mendengar kembar itu kecelakaan.
Deon tak diizinkan untuk bertemu dengan kembar oleh Alexa karena kondisi mereka belum pulih. Tapi setelah Alvion sadar barulah Alexa menyuruh dirinya untuk datang. Setidaknya dapat menghibur Alvion yang seperti ini.
"Vian pasti baik-baik aja,"
"Dari mana elo tahu?!" Alvion mencengkram pakaian Deon."Dari mana elo tahu kalo Vian bakal baik-baik aja, Deon! Dari mana elo tahu! Jawab gua dari mana elo tahu!"
"Vion tenang, elo nggak boleh kayak gini, kalo Vian tahu dia bakal sedih! Elo nggak boleh jadi egois gini dong!"Deon melepaskan tangan Alvion dari kerahnya."Kita semua sedih karena Vian belum balik lagi, tapi sedih elo beda! Elo udah buat dia terluka karena keegoisan elo sendiri. Elo bisa egois sama siapapun tapi enggak sama Vian! Elo nggak mau dengerin dia dan perkataan dia! Padahal dia udah jujur dan bilang kalo bang Reon udah jadi baik! Seharusnya elo percaya!"
Tak ada rahasia lagi jika yang membuat mobil itu kecelakaan adalah Alvion sendiri. Dia egois. Hanya melihat di satu sisi.
"Mungkin elo bisa nyuekin gua dan nggak mau dengerin pendapat gua karena gua orang lain, bukan keluarga elo. Tapi ini Vian! Dia adik elo sendiri, nggak mungkin elo nggak percaya apa yang dia sampein! Selama ini Vian nggak pernah bohong kan? Tapi kenapa elo enggak percaya, bahkan elo ngikutin ego elo sendiri!"
Hey mereka sudah bersama sejak kecil, tahu betul sikap Alvion seperti apa. Egois, tidak mau diberikan masukan, hanya percaya pada satu pihak, mengikuti egonya sendiri, emosi bahkan mungkin banyak buruknya dari sikap Alvion.
Deon mewajarkan jika Alvion melakukan itu pada dirinya karena dia bukan siapa-siapa, bahkan mungkin sahabatpun sangat sulit membuat Alvion percaya.
Tapi tidak dengan Alvian, laki-laki polos yang sayangnya selalu saja terkena getah dari perbuatan orang lain termasuk Alvion.
Egois! Alvion itu egois! Dia hanya memikirkan dirinya sendiri dan tak memikirkan apa yang dia lakukan akan berdampak pada orang lain.
Lihat saja, sudah terbukti. Alvion membanting setir hingga membuat mereka kecelakaan seperti ini.
Alvion meluruh ke lantai, ia menelungkupkan kepalanya.
Baiklah itu benar tapi tidak bisakah kembali seperti semula, kembalikan Alvian dan sadarkan dia. Alvian seakan koma tapi dia tidak koma, ia seakan tertidur dan tak mau bangun lagi.
Itulah yang ditakutkan oleh Alvion, ia takut jika nanti adiknya tak bangun lagi.
Helaan nafas terdengar dari bibir Deon, "Gua minta maaf, seharusnya gua nggak emosi sama elo."
"Elo nggak salah, gua yang salah. Elo bener, gua egois." Dirinya seperti Ellard saja, egois pada diri sendiri hingga menyembunyikan fakta jika Reon adalah anaknya.
Alvion tak mau menjadi seperti sosok ayahnya, kenapa dirinya menjadi egois seperti ini.
Tepukan pelan Alvion rasakan pada punggungnya, Deon mencoba menenangkannya saat ini.
"Gua nggak tahu kapan dia sadar tapi gua yakin pasti Vian nggak akan ninggalin kita, dia sayang sama elo dan sayang sama keluarga elo. Gua juga sama, gua juga sayang sama dia dan udah anggep dia jadi adik gua, kita doain aja dia cepet sadar."
Tak hanya mereka ternyata yang ada di sana, Reon yang sudah sadar kembali berpura-pura menutup matanya kembali.
Dirinya mendengar apa yang dikatakan oleh Alvion. "Ini salahku ..."
Andai, andai dan andai! Hanya kata itu saja yang berada dalam kepalanya. Andai saja ia tak egois maka tak akan menjadi seperti ini.
Mungkin sudah takdirnya menjadi anak yang tidak di akui oleh sang ayah. Tapi kenapa ia menginginkan hal lebih. Untuk apa ia menginginkan hal lebih, sudah jelas jika dirinya seorang anak dari wanita malam.
Tak punya harga diri dan disematkan dengan kata haram, kenapa ia tak sadar dengan itu dan malah memilih jalan ini.
Alvian bahkan tak pernah membencinya saat ia menculik, menyiksa bahkan melakukan apapun pada tubuh ringkih itu.
"Maafkan aku, Vian. Kau sungguh baik tapi aku malah membuatmu menjadi seperti ini, seharusnya aku saja yang mati agar bisa menebus dosa-dosaku selama ini, aku benar-benar minta maaf ..."
"Bang Reon? Bang Reon udah sadar?!" Deon terkejut saat melihat tangan pria itu mengusap matanya.
Dirinya pikir itu hanya halusinasi tapi ternyata Reon sudah sadar.
Reon hanya dia dan memalingkan wajahnya, ia tak ingin terlihat lemah seperti ini didepan mereka.
"Bentar bang, gua kasih tahu sama tante Alexa dulu," pasalnya tadi sebelum masuk Alexa sudah memberi tahu jika siapapun yang sadar harus di beritahukan oadnsya dengan cepat.
Tak menjawab, Reon tetap menoleh kearah samping dan tak mau melihat kearah Alvion dan Alvian. Ia sungguh tidak nyaman saat ini. Hatinya sakit melihat Alvian yang terbaring lemah seperti itu.
Vote →Comment →Follow
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvion & Alvian
Teen FictionBagaimana jadinya jika seorang remaja laki-laki nakal dan tidak bisa di atur berpindah tubuh ke tubuh remaja yang polos penuh dengan penderitaan. Bagaimana juga dengan sebaliknya, bagaimana jika seorang remaja polos berpindah tubuh ke remaja nakal...