Alvion menatap tajam daddy-nya itu yang tiba-tiba saja muncul, mereka sudah ingin berhasil membujuk Reon untuk mengatakan hal yang sebenarnya.
"Vion, Vian. Kita masuk saja."Ellard ingin memegang tangan Alvion dan Alvian tapi Alvian lebih dulu menepis tangannya.
"Nggak usah pegang! Daddy dengarkan kalo kami mau cari tahu tentang masalah daddy sama mommy! Kenapa daddy ngehalangin kami! Daddy nggak mau kan kalo aku tahu masalah ini! Daddy selalu aja nyembuyiin masalah ini dari aku! Daddy nggak mau balikin sama mommy lagi! Kenapa! Apa alasannya?! Kenapa aku nggak boleh tahu, daddy emang dari dulu jahat!"Alvion marah, ia menatap Ellard dengan bengisnya. Segera ia berlari menjauh dari sana.
Kenapa daddy-nya itu sampai hari ini tidak memberitahu kepadanya apa yang terjadi.
Alvion hanya ingin mommy dan daddy'nya itu kembali lagi, kenapa tidak bisa.
Ellard terdiam, memang benar apa yang dikatakannya, tapi kenapa Alvian yang mengatakan itu.
Ini sedikit membingungkan.
Alvian menatap kepergian Alvion dengan sendu, ia memegang tangan Ellard."Daddy ..."
Ellard menoleh, dia menatap Alvion dengan tatapan bertanya.
"Kami cuma mau daddy sama mommy baikan lagi, itu aja."Setelah mengatakan itu, Alvian pergi menyusul abangnya itu, tadi ia bisa melihat jika mata Alvion berkaca-kaca.
Ellard menendang kursi taman itu dengan geram. Ini salahnya tapi lebih salah Alexa, Alexa yang paling bersalah.
"Ini semua salah Alexa! Ini semua karena dia! Maafkan daddy, Vion. Daddy hanya tidak mau jika kau bernasib sama dengan dia. Daddy sangat menyayangi bahkan melebihi nyawa daddy sendiri."Ellard mengusap air matanya kasar."Daddy tidak mau kehilanganmu seperti daddy kehilangan dia ..."Ellard menepuk dadanya yang sesak, dia tidak mau Alvion juga akan terkena dampaknya nanti.
"Daddy ..."
Ellard langsung menundukkan wajahnya saat melihat Axian yang datang.
"Daddy tahu, aku tidak akan membiarkan nasib Vion sama seperti dia karena mommy. Mommy harus pergi dari sini, apapun alasannya dan Alvian akan bersama kita."
Axian sudah muak melihat mereka, terutama Xander. Mereka berbohong, mereka tidak peduli pada Alvion, yang mereka pedulikan hanya mereka sendiri.
Jika mereka peduli pada Alvion pasti mereka menjauh saat ini, bukan mendekati Alvion lagi. Karena mereka lah yang membuat masalah ini terjadi.
Axian benar, sangat benar. Seharusnya dia tidak mentolerir Alexa dan Xander untuk datang ke sini lagi dan bertemu dengan Alvion.
* * *
Alvion melemparkan semua barang-barang yang berada di depannya.
"Abang ..."Alvian agak takut melihat itu.
"Kenapa lo di sini? Pergi Vian, gua maus sendiri!"Alvion mengusap air matanya, ia mendorong Alvian keluar tapi Alvian tidak mau, ia malah memeluk Alvion.
"Sana, Vian! Gua mau sendiri!"
Alvian menggeleng ribut, dia semakin memeluk erat Alvion.
"Abang jangan marah, nanti kalau kacanya kena kaki abang gimana? Nanti bang Vion nggak bisa jalan, abang mau kagak kelinci jalannya lompat-lompat?"
"Nggak lucu!"Alvion duduk bersandar di pintu.
Alvian berkedip, ia tak mengatakan lelucon atau semacamnya, kenapa Alvion mengatakan hal itu.
"Elo kalo mau ketawa-ketawa aja Vian. Kelurga gua aneh ya, mereka nggak mikirin gua, mereka mikirin diri mereka sendiri. Mereka bahkan nggak mau jujur sama gua, gua capek, Vian. Gua mau hidup gua normal kek dulu lagi ..."
Alvian memeluk Alvion lagi,"Kalau abang mau nangis, nangis aja."
Bukannya menangis Alvion langsung tertawa mendengar ucapan Alvian, Alvian ini seperti orang dewasa saja.
"Abang kenapa ketawa? Tadi abang nangis sekarang abang ketawa."Alvian jadi bingung, kenapa Alvion bisa berubah-rubah seperti ini.
Tak mengindahkan apa yang dikatakan oleh Alvian, Alvion membalas pelukan Alvian yang sudah menjadi adiknya itu.
Dia memejamkan mata dan merasa nyaman saat memeluk Alvian, kemarahannya yang tadi seketika mereda karena Alvian berada di sisinya.
"Elo emang beda Vian, elo nggak sama kayak mereka. Gua seneng kalo sama elo."
"Kenapa gitu bang?"
Alvion mengubah wajahnya menjadi datar,"Gua suka sama lo tapi nggak suka sama kebegooan lo ini. Udah nggak usah ngomong lagi. Gini aja dan diem, jangan banyak gerak."
Padahal sampo dan sabun yang mereka gunakan sama, tapi Alvian seperti wangi bayi, ia suka mencium bau rambut Alvian.
Alvian menurut saja, ia menepuk-nepuk pelan lengan Alvion, lama-kelamaan dia mengantuk dan tertidur.
"Ini keknya kebalik, elo yang nepokin gua tapi elo yang tidur."Kekehan terdengar di bibi Alvion.
"Gua nggak tahu sampe kapan kita gini, tapi nggak tahu kenapa kalo gua deket sama elo gua jadi nyaman, kek orang yang udah lama kenal."Alvion menghela nafas."Kalo gua udah balik, gua mau elo tetep sama gua karena elo udah jadi adik gua, Vian."
Alvion berusaha sekuat tenaga mengendong tubuh Alvian.
"Berat anjir!"
Tidak sepadan dengan tubuh yang kecil ini.
Tapi Alvion tidak tega melihat Alvian tidur di lantai.
"Kalo bayi emang beda, benar-benar tidur, benar-benar laper."
Meskipun begitu ia tidak mempermasalahkannya.
"Jangan sampe aja kalo gua udah balik ke tubuh gua, gua jadi ngerasa bawa beban."
KAMU SEDANG MEMBACA
Alvion & Alvian
Novela JuvenilBagaimana jadinya jika seorang remaja laki-laki nakal dan tidak bisa di atur berpindah tubuh ke tubuh remaja yang polos penuh dengan penderitaan. Bagaimana juga dengan sebaliknya, bagaimana jika seorang remaja polos berpindah tubuh ke remaja nakal...