2. Out

1.4K 111 2
                                    

Rencana kelewat bodoh Abigail berjalan cukup mulus. Duduk di kusen jendela sepanjang malam, membiarkan angin malam menusuk tulang nya, dan dilanjutkan dengan mandi air dingin. Itu benar-benar menyakitkan dan membuat sekujur tubuh gadis berambut coklat gelap ini terasa remuk saking dingin nya. Tapi itu yang ia harapkan. Berakhir menggigil dan terserang demam cukup tinggi, Abigail berhasil mendapatkan nya. Kini, gadis dengan bibir sewarna kapas itu sedang menggelemetukan giginya sendiri menahan dingin di balik tumpukan selimut tebal yang membalut tubuhnya. Beberapa nanny berdiri di keliling ranjang besar Abigail. Memandang sendu ke arah gadis kedinginan itu, sementara Albert duduk pada kursi yang berada di sisi ranjang. Sorot mata nya menunjukkan kecemasan yang begitu nyata. Membuat Abigail ingin berteriak senang saat ini juga kalau saja dia sedang tidak terserang demam, Rencanaku berhasil. Rencanaku berhasil. Dari tadi hanya kalimat itu yang meraung-raung di dalam fikiran gadis gila itu

Para nanny langsung menyingkir memberi jalan saat Ratu Elderittuo muncul dari balik pintu kamar. Disusul Raja Gilgamesh yang kini berjalan beriringan mendekat ke arah ranjang yang menjadi alas putri mereka berbaring lemah. Sorot mata mereka berdua hampir sama seperti milik Albert, Namun milik Albert lebih jelas dan nyata. Elderittuo segera mendekat dan meletakkan punggung tangan nya pada kening Abigail yang panasnya hampir serupa kayu yang habis dipanggang bara api

Elderittuo mengernyitkan kening nya khawatir, lantas mengalihkan pandangan pada suami nya yang masih berdiri tegap di sisi nya. "Apa yang harus kita lakukan?" Lirih Elderittuo cemas. Sedangkan Albert masih tidak bisa mengalihkan pandangan nya dari gadis yang masih terbaring lemah di hadapan nya. Entahlah, disini yang terkena demam adalah Abigail tapi justru yang merasa paling kesakitan malah Albert

"Dia demam parah. Bilang Wellings untuk mengirim kabar pada Kerajaan Evander kalau kunjungan kita ditunda sampai kesehatan Abigail pulih sepenuhnya."

Dan Abigail tersenyum puas mendengar nya

***

"Jadi begitu, alasan kenapa Ayah melakukan perjodohan ini." Gumam Eleanor. Gadis bergaun putih gading itu sedang memandang danau kecil yang berada di sisi Istana Evander. Bersama Justin tentu nya, pria berambut coklat terang itu baru saja menceritakan Eleanor perihal alasan mengapa Jordan begitu memaksa Eleanor menikah dengan Albert. Suatu kisah masa lalu yang cukup pahit untuk mereka ketahui, membuka luka lama yang sudah beberapa tahun belakangan ini mulai mengering

"Aku masih tidak menyangka, Justin. Lalu... Bagaimana mungkin Ayah justru menjodohkan putrinya dengan anak orang yang sudah, membunuh kakak ku?"

"Ini Thandeus, Elle. Konyol jika terjadi pertumpahan darah di tanah yang suci ini. Dan itu merupakan keputusan bijak bagi Ayah untuk tetap menjalin silaturahmi sesama Kerajaan meski dengan orang yang begitu ia benci."

"Siapa saja yang mengetahui ini?" Sebelah alis Eleanor terangkat, memandang kakak nya yang masih asik memandang kosong menuju hempasan air tenang danau

"Aku rasa, semuanya. Kecuali keluarga Calester. Yang tau soal ini hanya Lord Calester saja,"

"Kenapa dia tidak memberi tau keluarga nya sendiri?"

Kini Justin memandang Eleanor. Menatap permata lingkaran yang persis dengan miliknya, terlihat sangat indah berkilau dengan gradasi warna bercampur dengan cerah nya sang mentari. "Dia... pecundang. Dia menjaga pencitraan nya sebagai raja dan menyembunyikan tindakan jahat nya itu. Ayah dan Lord Calester sudah sepakat menutupi kematian Jessica dengan mengatakan kalau Jessica kecelakaan dalam perjalanan pulang. Aku tau ini bodoh, Ayah sangat bodoh karna justru akan menikahkan putri bungsu nya dengan anak orang yang sudah membunuh putrinya sendiri. Bahkan, kita sendiri baru tau kalau Jessica mati dibunuh... bukan kecelakaan. Bukankah ini keterlaluan, hm?" Senyum tipis Justin mengembang singkat. Bukan jenis senyuman yang bisa membuat semua orang bertekuk lutut di hadapan nya. Justru senyum yang begitu mengerikan dengan ke-kecewaan yang begitu jelas terpancar disana

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang