Sudah memasuki jam ke-sembilan bagi dua bangsawan yang masih menunggangi kuda mereka masing-masing menelaah masuk ke dalam hutan yang minim pencahayaan akibat hari yang hampir gelap di tanah Selatan ini. Priskila melenguh lelah, gadis itu memelankan laju kuda nya dan memutuskan untuk berhenti. Sedangkan Albert, pria itu justru menambah kecepatan yang membuat kuda putih nya berlari kuat dengan jeritan khas kuda sesekali. Merasa suara tapak kaki kuda yang berkurang, Albert menurunkan kecepatan langkah kuda nya hingga pada akhirnya langkah itu terhenti. Pria bertudung itu menoleh sedikit, melihat Priskila yang sudah turun dari kendaraan berkaki empat miliknya dan kini tengah menegak sebotol air mineral dari dalam saku yang disampirkan pada punggung kuda coklat nya. Dengan jengkel, Albert memutar arah kuda nya berbalik lantas mendekat pada gadis berambut perak yang masih asik meminum air persediaan yang ia punya.
Sambil menghela napas, Albert memandang Priskila dengan wajah nya yang nampak begitu jengah. "Tidak ada yang menyuruhmu ikut, kan."
Pipi Priskila yang mengembung terisi air berubah merata bersamaan dengan aliran air yang terlihat melewati tenggorokan nya. Gadis itu berkecak pinggang seraya memicingkan mata, "Kenapa baru sekarang?"
Albert melengkungkan alis kanan nya. Semakin jengkel dengan sikap gadis penganggu ini, setidaknya menurut Albert begitu. "Apa?" pria bermata hijau itu balik bertanya, tidak mengerti dengan kalimat Priskila yang menurutnya terlalu rancu untuk dicerna
"Kalau kau tidak mengizinkanku, kenapa baru bilang sekarang?" Priskila meralat dengan nada jengkel. Tentu, jengkel karna ia baru sadar si Prince Calester ini ternyata memiliki otak yang dangkal
"Aku larang pun kau tidak akan mau dengar. Lagi pula, aku tidak yakin kau percaya atau tidak kalau sebenarnya aku punya adik!"
Priskila mengerutkan kening nya, merasa kekesalan nya semakin berlipat ganda kala Albert meragukan kepercayaan si putri kedua dari keluarga Mighael. Gadis itu terlihat sangat menawan meski dalam kondisi kelelahan seperti ini. Rambutnya yang perak di kuncir asal dan menyisakan helaian poni panjang yang tersampir di pinggiran wajah menyapu pipi nya yang seputih kapas. Iris kelabu cerah, bibir merah muda alami. Dia benar-benar pantas disebut puteri raja kalau saja sifatnya lebih feminim sedikit. Dan terkadang, pandangan Albert terpusat pada bibir Priskila yang selalu mengeluarkan uap putih ketika gadis itu bicara atau menghembuskan nafas. Sesuatu yang entah setan apa mendorong Albert mengatakan bahwa gadis menyebalkan ini sangatlah manis dan... cantik?
Gadis itu membenamkan bibirnya dalam satu garis, masih mempertahakan wajah jengkel nya yang justru malah membuat nya semakin menggemaskan. Kedua tangan yang tadinya menolak pinggang kini sudah berpindah posisi menjadi ia silangkan di bawah dada, kembali Priskila menghela napas lewat mulut nya hingga uap itu kembali keluar. "Aku percaya," mata nya berpaling dari wajah Albert
"Tapi ayah dan dua saudaramu seperti belum mempercayai nya. Apalagi kakak mu yang sangat lemah lembut itu," ada nada mengejek di kalimat terakhir pria yang kini turut turun dari kuda nya. Mengingat Petra, hanya akan memaksa Albert kembali mencebikkan bibirnya kesal
"Lupakan soal itu. Sekarang, fikirkan dimana Abigail-mu itu. Tidak ada petunjuk apapun yang bisa menuntun kita untuk menemuinya."
Albert menangguk seraya mengedikkan bahu, pria itu merebut botol yang memunculkan sebagian tubuh nya dari balik saku kuda. Lantas meneguk nya sampai tandas. "Kalau kau jadi dia, kau akan kemana?"
Priskila terperangah mendengar pertanyaan Albert. Bukan, bukan karena pertanyaan nya yang biasa-biasa saja. Tapi suara Albert. Suara yang selalu terdengar dingin, ketus, datar dan tajam. Kini mengalun begitu lembut dan terdengar lebih bersahabat dari biasa nya. Tentu saja Priskila tidak akan membiarkan wajah nya menampakkan ekspresi terkejut, gadis itu segera berpura-pura berfikir untuk menyembunyikan perasaan nya yang entah mengapa jadi menghangat. Baiklah, Priskila terlalu bodoh jika menyukai pangeran satu ini. Pangeran yang belakangan sangat ia benci--ralat, sampai sekarang gadis itu masih membenci pangeran ini! Menghela napas, Priskila menemukan jawaban yang sekiranya dapat membantu. "Kalau aku, akan tetap di barat. Karna hanya disana tempat yang tidak terlalu dingin meski terkadang juga terjadi badai salju disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Enemy
AdventureAku pernah bertanya pada seseorang. "Apa itu rindu?" Lalu tanpa menjawab, air mata jatuh mengalir deras pada pipinya. Aku tersentak. Rindu, seperti itukah? . Highest Rank #5 in Adventure [27 Des 16] Old Cover By : Bieberslaycx and Badgal97