Suara tapak kaki terdengar berangsur-angsur memecah keheningan berkepanjangan di seantreo hutan Krashweel tanah barat ini. Nampak seorang gadis berpakaian panjang dengan bulu-bulu tipis yang dibalut mantel tebal sedang berlari tergopoh-gopoh menyusuri jalan panjang yang ia lewati beberapa saat lalu. Gadis itu Abigail. Setelah selesai mengganti pakaian nya dengan satu stel pakaian dari Priskila, gadis itu seakan lupa diri. Ya, dia lupa kalau sekujur tubuhnya ini masih di hujani banyak luka gores ataupun memar yang cukup parah. Namun itu bukanlah hal yang ia fikirkan kali ini. Satu nama yang mengaung di kepalanya, Justin. Bagaimanapun juga pria itu sedang dalam bahaya, dan Abigail tidak akan segan-segan mempercepat langkah kakinya meski itu akan menyebabkan rasa sakit kembali muncul asalkan ia bisa menolong Justin, Eleanor dan dua ballbo itu tepat waktu. Di persimpangan jalan, tubuh Abigail rubuh ketika ia menghantam benda hangat yang sukses membuat bokong nya mencumbu permukaan salju yang dingin. Gadis itu meringis, menyentuh pelipisnya yang ia yakini semakin memar dan baru saja hendak melontarkan ribuan makian kalau saja tidak ada suara yang begitu ia rindukan masuk ke dalam indera pendengaran nya
"Abigail?"
Gadis bermantel abu itu menoleh, terperangah dengan mulut agak terbuka seakan ia baru saja melihat hantu. Perasaan nya menghangat, sekujur tubuh nya melemas dan rasa sakit yang ia terima sudah menguap entah kemana ketika dua zamrud hijau itu membulat mendapati sosok Justin yang kini segera membungkuk seraya merengkuh tengkuk Abigail pada dekapan nya. Kalau mau, bahkan Justin tidak akan malu menjerit bahagia sambil menangis di lekukan leher Abigail sepuasnya. Hanya saja, dia masih menjaga pencitraan nya sebagai lelaki. Entah apa yang akan dijadikan Abigail sebagai respon kalau ia melihat Justin menangis. Tapi sungguh, pria itu bahkan tidak bisa merasakan apa-apa lagi selain kebahagiaan yang entah mengapa bisa membuat nya serasa melayang di udara. Memeluk Abigail pada puncak cakrawala dan hidup bahagia selamanya bersama.
"Mana? Mana Eleanor? Mana Dudu dan Tutu?" Abigail menarik dirinya setelah beberapa menit mereka saling berpelukan melepas rindu satu sama lain. Padahal, mereka hanya berpisah kurang dari 24 jam. Dan baik Justin maupun Eleanor, itu merupakan perpisahan terpanjang bagi mereka.
Justin tersentak ketika mendengar nama dua kurcaci kecil yang sekarang ia yakini sudah tenggelam dengan lingkaran salju yang sedari tadi terus berjatuhan. Pria itu meringis, pemikiran nya mengenai Dudu dan Tutu seakan sirnah begitu saja ketika ia menyadari gadis di hadapan nya ini terluka. Abigail terluka. Bibirnya robek parah sementara kening nya banyak luka memar. Bagaimana bisa gadis itu bicara sementara bibirnya nyaris tidak berbentuk?
Justin ingin menyentuh sudut bibir Abigail ketika gadis berpakaian tebal itu menahan pergelangan tangan Justin hingga gerakan nya terhenti sebelum ibu jari Justin berhasil menyeka aliran darah Abigail. Gadis itu memandang skeptik pada pria di hadapan nya seakan menuntut jawaban. Lima detik Justin dan Abigail belum bergeming dari tempat nya. Sampai akhirnya Justin mengalah dengan menghela napas berat lantas menunduk, mengalihkan pandangan dari tusukan mata Abigail yang serasa begitu tajam. "Aku… tidak tau. Maksudku, aku tidak dapat memastikan bagaimana kondisi mereka sekarang."
Abigail tersentak, bahu gadis itu mengejang dua detik bersamaan dengan degup jantung nya yang berpacu dua kali lebih cepat dari sebelum nya. Tidak, membayangkan dua ballbo itu sakit hati dan mengakhiri hidup mereka sendiri, cukup untuk membuat Abigail mematung dengan mata nya yang kembali basah. Menyadari polah Abigail yang berubah, Justin segera menggenggam kedua tangan Abigail dengan erat. Menyelipkan jemarinya pada sela-sela jari Abigail hingga mereka membuat kepalan yang rapat. Kaitan tangan Justin seakan mengatakan bahwa semua baik-baik saja. Tidak ada yang buruk, setidaknya, selama masih ada Justin di sisi Abigail. Semua akan baik-baik saja. Dan Justin tidak akan membiarkan cairan bening sialan itu berani keluar dari kelopak mata gadis yang sudah berhasil menarik perhatian nya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Enemy
AdventureAku pernah bertanya pada seseorang. "Apa itu rindu?" Lalu tanpa menjawab, air mata jatuh mengalir deras pada pipinya. Aku tersentak. Rindu, seperti itukah? . Highest Rank #5 in Adventure [27 Des 16] Old Cover By : Bieberslaycx and Badgal97