1. Calester and Evander

3.3K 145 26
                                    

Akhir tahun 993

Di tengah suasana hening nun tenang halaman Kerajaan Calester, terdengar suara tarikan busur yang disusul dengan suara sabetan anak panah yang menusuk suatu benda keras sasaran nya. Dan ditambah tepukan tangan kecil yang menghiasi pagi cerah Tanah Selatan ini. Suara lesatan anak panah, aduan besi pedang ataupun pukulan-pukulan dengan tangan kosong memang sudah tidak asing lagi bagi warga Kerajaan Calester yang menetap disini. Seperti biasa, tentu itu berasal dari gemuruh latihan Abigail Calester yang selalu memaksa Kakak laki-laki nya agar mengajari ia melakukan segala macam hal yang berhubungan dengan bela diri. Mulai dari pukulan tangan kosong, memanah, menunggang kuda, memanjat pohon, lompat tinggi, sampai berpedang menggunakan pedang yang beratnya bisa berkilo-kilo gram. Kurang normal bagi seorang gadis yang notabene nya adalah Putri Kerajaan Calester untuk melakukan hal-hal demikian. Namun, perlu diketahui Abigail ini adalah Wanita berkepala sekeras batu yang akan melakukan apa saja agar kemauan nya tercapai. Ditambah lagi, Kakak laki-lakinya; Albert Calester yang begitu menyayangi adik nya. Dia tidak bisa menolak permintaan Abigail meski permintaan itu harus mempertaruh kan nyawa nya sekalipun.

Sambil mengusap peluh pada sekitar pelipis nya, Abigail berbaring di atas rerumputan hijau dengan bebas. Menarik nafas dalam-dalam dan membiarkan udara sejuk Tanah Selatan masuk ke dalam paru-paru nya. Sementara Albert harus merapikan senjata-senjata bekas Abigail berlatih, sampai kapanpun Abigail tidak akan mau jika disuruh merapikan senjata-senjata itu. Mengundang hasrat Albert untuk melempar adiknya ke telaga Calester yang berada di samping bangunan Istana Kerajaan. Abigail memejamkan matanya. Tersenyum kecil dan merasakan kenyamanan luar biasa saat otot-ototnya yang lelah itu bisa merenggang kembali di atas rerumputan segar yang menyapu permukaan kulit nya. Kehidupan yang begitu sempurna untuk seorang Putri Kerajaan. Apapun yang diinginkan selalu siap tersedia kapanpun Abigail membutuhkan nya. Terkadang, Abigail berfikir dia adalah gadis paling beruntung di dunia. Dilahirkan dari rahim Elderittuo, Ratu Calester. Merasakan kenikmatan dan kebahagiaan yang tak ada dua nya, hidup damai bersama orang tua juga Kakak nya yang begitu ia kasihi. Dipandang hormat oleh rakyat-rakyat Selatan, siapa yang tidak senang?

"Buka matamu, anak malas." Desis Albert sambil membungkuk. Menghalangi sinar mentari yang menerpa wajah indah Abigail. Dengan kerutan pada batang hidung nya, Abigail bangkit duduk yang tentu saja perlu menghantam kening Albert sebelum ia bisa duduk dengan sempurna. Albert dan Abigail mengerang bersamaan, Gadis berambut coklat gelap itu menggerutu tak karuan sementara Kakak nya hanya merintih merasa pening di seluruh bagian kepala nya

"Kau itu kan ditakdirkan untuk bisa melihat, kenapa harus menutup mata begitu,sih?!" Albert mengumpat sebal. Yang dibalas dengusan kecil dari bibir tipis Abigail. Gadis itu bergerak untuk berdiri dengan menjadikan bahu Albert sebagai tumpuan nya guna mempermudah aksi berdirinya. Lagi-lagi Albert mengumpat, "Dasar gila!"

"H-hei! Apa yang kau katakan?!" Suara Abigail meninggi. Memandang defensif pada sosok Pria yang masih terduduk di atas rerumputan sambil memegangi dahi nya. Dia tidak merasa bersalah sama sekali. Alih-alih melupakan kejadian tadi dan lebih fokus pada umpatan menyebalkan dari Kakak nya

Baru saja Albert ingin menyembur dengan kata-kata pedas yang selalu megundang emosi Abigail kalau saja tidak datang seorang gadis remaja yang menghampiri mereka berdua dengan sopan. Dengan pakaian khas nanny yang menempel sempurna di tubuh nya, Elise membungkuk dan melempar senyum pada Kakak beradik di hadapan nya. "Selamat pagi, Pangeran Albert, Putri Abigail!"

"Pagi, Elise! Kau terlihat lebih bersemangat dari biasa nya." Albert bangkit dan berjalan mendekat menuju gadis berwajah sumringah itu. Membuat Abigail mencebikkan bibirnya melihat bagaimana Albert tersenyum hangat pada nanny muda itu. Sementara pada adiknya sendiri, Albert hanya mengumpat setiap saat dengan wajah nya yang jelek

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang