[III] 21. It's You [Ending]

856 80 47
                                    

kalo mau baca, wajib-kudu-harus play lagu ini. biar ngefeel ok? *maksabgtya*

Yoon Mirae - You Are the World

.


Dia mencari, tapi tidak pernah berhasil. Seperti mencari setetes air yang telah berbaur dengan hamparan samudera yang luas. Begitu sulit, begitu rumit, tidak ada kemungkinan baginya untuk menemukan setetes air itu, hanya kemustahilan yang akan didapatkan. Tapi pria itu terus gigih, bukan Justin namanya jika langsung menyerah hanya dalam kurun waktu kurang dari empat bulan. Ya, sekarang sudah akhir bulan Mei. Pria itu benar-benar terlihat kacau. Ia hampir tidak tidur, makanpun cuma sesekali jika sudah benar-benar Eleanor paksa. Rahangnya mulai ditumbuhi rambut-rambut tipis. Terdapat bayangan hitam di bawah mata coklat madunya yang layu. Bibir pria itu selalu terlihat kering dan pucat, pakaiannya lusuh, seolah ia adalah tunawisma tampan di pinggiran desa. Sekilas, dia tidak terlihat seperti bangsawan. Namun begitu, dia tetaplah sang Raja, Justin Evander yang sedang kualahan mencari keberadaan isterinya, Abigail Roswaal.

Pria berambut coklat muda itu menghembuskan nafas kasar. Kemudian baru saja hendak berniat bangkit dari duduknya kalau saja ia tidak mendapati eksistensi Eleanor yang tengah berjalan lunglai mendekat. Gadis berparas cantik itu menggendong bayinya, Eurus. Bayi itu sudah semakin besar saja, mungkin tinggal menghitung hari sampai dia bisa berbicara sambil berlari di sepanjang hamparan pasir tepi lautan. Mata Eurus sangat mirip dengan milik ibunya, sama saja dengan milik Justin. Sangat indah, mempesona, Justin bahkan kesulitan untuk membayangkan warna mata anaknya saat ini. Apa hijau lagi? Atau justru coklat madu? Warna apapun itu, pasti anak Justin akan sangat cantik atau tampan. Dia adalah calon bangsawan yang akan tumbuh menjadi pemimpin luar biasa.

Itupun kalau bayinya masih hidup.

Justin menghirup udara, begitu berat, ada sesuatu yang membuat tenggorokannya tercekat.

"Apa dia benar-benar mati?" Justin bertanya dengan seulas senyum miring penuh luka. Eleanor meringis melihatnya. Pria di hadapannya sangat jauh dari sosok raja yang tegas dan bijaksana. Sejak informasi penjajahan Magnolia yang ia dengar empat bulan lalu, Eleanor melihat sisi lain dari seorang Justin yang keras. Eleanor bisa melihat sosok Justin yang rapuh, yang takut akan kehilangan.

Mulanya, ketika Justin sibuk bertugas kesana-kemari tanpa ingat pulang ke rumah, Eleanor fikir Justin benar-benar berhati batu. Tidak berperasaan. Tapi kali ini, Eleanor tahu. Eleanor faham betul bagaimana hancurnya Justin sekarang. Dan apa yang Justin rasakan, akan dengan mudah sekali Eleanor rasakan pula.

"Jangan bicara begitu. Aku belum bisa memastikannya."

Eleanor duduk pada kursi yang bersebrangan dengan milik Justin. "Aku sendiri tidak mengerti, bagaimana kekuatan teleportasiku yang istimewa ini tidak bisa mengantarku ke tempat Abigail berada. Yea, ini kedua kalinya aku mendapat kasus begini. Sihirku tidak bisa melacak keberadaannya."

Sebelah alis Justin meninggi. "Kedua kali?"

Eleanor mengangguk.

"Kapan pertama kalinya?"

"Sudah lama sekali." Gadis itu membenamkan bibirnya pada satu garis. "Ketika aku ingin bertemu dengan Jessica." Ada setitik senyum pahit dan mata yang penuh rasa sakit ketika bibir Eleanor menyebut sepenggal nama cantik itu. Tak perlu kaget lagi kalau Justin akan mematung beberapa detik setiap kali pria itu mendengar nama yang begitu berhasil menjadi titik paling sensitif dalam dirinya. Jessica Evander.

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang