Bab II Bagian xviii

490 66 15
                                    

Pedro melompat saat sebuah anak panah melesat kencang hendak menusuk kakinya. Pria dengan rambut perak gelap mirip milik Slaine itu mendesis, membalikkan tubuh--mencari asal muasal darimana panah itu datang. Di tengah lorong yang gelap, Pedro tidak bisa melihat apapun, kecuali ketika petir sedang menggelegar, ia mendapat penerangan selama satu detik. Pedro membuka mata waspada, memasang telinga baik-baik saat sebuah lengan mungil melingkar pada perutnya dari belakang. Satu sisi wajah menempel pada punggung tegapnya, Pedro tercekat lantas berbalik. Dan melihat Petra sedang memeluknya sambil memejamkan mata, tubuh gemetar entah karna dingin atau karna ketakutan. Putra bungsu Mighael itu berbalik, membiarkan Petra memeluknya erat dari depan.

"Aku mohon... Kembali, kita harus pulang."

Pedro menggeleng. "Tidak, Petra. Kita harus menyelamatkan Justin, dan membunuh Erestein."

Petra berdecak. "Demi Mighael, Ped! Mana mungkin kita bisa mengalahkannya? Bahkan Justin si arquimedes pun tak sanggup."

Satu panah lagi melesat, Pedro menghindar gesit sembari membawa tubuh Petra dalam pelukannya. Tubuh mereka berdua menghantam dinding batu yang abstrak, batu hitam dingin yang gemerlap. Pria dengan rambut perak itu melirik waspada kesana kemari, memasang telinga dan matanya baik-baik. Petir kembali menyambar, lalu suara ketukan sepatu yang cepat menambahkan, disusul deruan nafas tak teratur yang terdengar. Pedro menoleh menuju sumber suara, mengacungkan pedangnya sebagai antisipasi. Tidak terlihat apa-apa.

Halilintar menyambar lagi, Pedro menghela nafas lega ketika melihat Cliff disana. Dengan beberapa luka ringan di sekujur tubuhnya. "Aku akan mengamankan Lady Petra," salah satu prajurit terkuat itu membungkuk hormat, tetap menjaga etikanya meski dalam keadaan genting. Petra memasang raut wajah cemas, gadis itu menatap Pedro dengan pandangan yang seolah dapat bicara seperti ayo-ikut-bersamaku. Dan seolah mengerti, Pedro menggeleng pelan sembari tersenyum.

"Kau harus ikut bersama Cliff, aku tidak ingin terjadi sesuatu yang buruk."

"Dan kau?"

"Aku bisa."

"Mustahil!" Petra membentak keras, berdecak sembari menarik helaian rambut peraknya sendiri.

"William, Narsus dan Slaine sebentar lagi akan sampai untuk membantu Prince Pedro. Tenanglah, Lady Petra."

Petra hanya bungkam.

"Lihat, aku akan baik-baik saja. Sekarang kau bisa perg-"

"PEDRO!"

Pedro yang belum selesai dengan kalimatnya itu pun berbalik, memandangi Hemmings yang sedang berlari sekuat tenaga menuju arahnya. Kening Pedro berkerut, sementara Petra dan Cliff nampak terkejut melihat luka yang begitu banyak bersebaran di seluruh penjuru tubuh Hemmings. Petra menelan ludahnya.

"Kumpulkan semua pria untuk membantu Justin melawan Erestein." Hemmings memerintah begitu ia sampai di sisi Pedro.

"Dan semua wanita, bantu Abigail, melawan magenta demon."

[][][]

Gadis-gadis berpedang itu muncul dari ujung lorong gelap bersama sebuah obor yang dipegang masing-masing. Secepat kilat Petra dan Eleanor memasangkan obor itu pada permukaan dinding, lantas berlari menuju sisi Abigail dan Priskila. Mata Eleanor menyipit, gadis itu cukup terkejut--kalau boleh jujur begitu ia melihat darah segar yang telah mengalir pada bagian lengan atas Grisel. Terkejut karena ia tak menyangka sejenis magenta demon dapat dilukai,dan terkejut karena ia melihat darah yang mengalir itu berwarna ungu, sama seperti jubah yang ia kenakan. Dan lagi, cairan itu nampak lebih kental dan berlendir, Eleanor dapat merasakan Petra amat jijik menggunakan kemampuan feeltexis nya.

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang