Waktu mengalir begitu saja dengan cepat. Terhitung sudah hampir dua bulan sejak tragedi Natalie yang telah lancang menggunakan sihir terlarangnya pada seorang Raja Utara Justin Evander. Taylor harus menerima kenyataan pahit bahwasanya Ayah yang ia cari jauh-jauh kemari ternyata telah tewas dengan hormat dalam perang dua tahun silam ketika dua Kerajaan terkuat Thandeus berselisih. Namun Taylor tidak nampak terlalu larut dalam kesedihannya. Pria itu memutuskan untuk mengikuti jejak Ayahnya, yakni mendedikasikan diri sebagai prajurit Calester. Berusaha melindungi Kerajaan Selatan dengan segenap jiwa dan raganya.
Hubungan Justin dan Abigail sudah jauh lebih membaik dari dua bulan lalu. Abigail dengan mudahnya memaafkan Justin ketika ia mendapat penjelasan soal bagaimana Natalie memakai sihir terlarang itu. Abigail tidak punya hak untuk marah pada Justin yang tidak bersalah. Mereka kembali ke Istana Calester dan menjalani hari-hari baru seperti biasa. Abigail mendapat kabar bahwa Eleanor telah mengandung, usia kandungannya baru menginjak tiga minggu. Justin dan isterinya itu turut bahagia bukan main. Bahkan mereka sempat taruhan kelak anak Eleanor akan berjenis kelamin laki-laki atau perempuan. Abigail bilang laki-laki, tapi Justin bersikeras mengatakan bahwa anak Eleanor nanti akan berjenis kelamin perempuan. Tidak dapat dibayangkan bayi secantik atau setampan apa yang akan lahir ke dunia sebagai penerus Thandeus itu mengingat betapa cantiknya Eleanor dan betapa tampannya Hemmings. Well, tinggal menunggu Petra, Pedro, dan Raine saja yang harus buru-buru nyusul menikah, supaya keturunan bangsawan Thandeus semakin banyak dan cepat tumbuh besar agar bisa menggantikan posisi mereka nantinya.
Pagi ini, ditemani secangkir kopi panas dan roti hangat yang berjejer rapih di atas piring beling dengan motif bunga-bunga, Justin menghabiskan waktunya untuk memandangi pepohonan yang sedang menari-nari tertiup hembusan angin musim semi. Salju-salju yang biasa melapisi genting-genting dan puncak pohon kini lambat laun mencair karena sinar mentari yang mulai menampakkan diri tak malu-malu lagi. Justin fikir, mungkin takdir-takdir yang telah digariskan untuk Justin memang selalu datang pada musim dingin. Adiknya lahir di musim dingin. Kakak nya meninggal di musim dingin. Justin pertama kali bertemu dengan Abigail di musim dingin. Justin kehilangan puterinya di musim dingin. Suka cita serta duka berlalu begitu saja seiring bertambahnya usia. Perjalanan Justin sudah panjang, tapi masih panjang jua sampai ia bisa benar-benar menyejahterakan tanah kepemimpinannya, Thandeus. Pria itu menghela nafas, menyeruput kopi panasnya pelan-pelan, membiarkan cairan kental bewarna kehitaman itu mengalir pada kerongkongannya dengan nikmat ketika pandangannya jatuh tepat pada meja kayu. Dimana kini meja tersebut telah terdapat beberapa lembar brosur yang baru saja Abigail letakkan disana dengan kasar.
Justin meletakkan cangkir kopinya pada tatakan. Lantas memandangi brosur itu dengan kepala yang ia miringkan pada satu sisi. Alisnya bertautan tak mengerti menatap pada Abigail yang justru sedang menyeringai lebar dengan mata penuh binar. Gadis berambut coklat gelap itu menghempaskan bokongnya pada kursi kayu yang berhadapan dengan Justin. Kemudian menjajarkan lembaran demi lembaran brosur yang terbuat dari kertas-kertas berbau cendana sambil mencetak senyum lebar penuh harapan.
"Ini Magnolia."
Kening Justin dimunculi lipatan demi lipatan. "Apa itu?"
Abigail nampak tidak memperdulikan pertanyaan Justin. Gadis itu terlalu asik dengan ucapannya sendiri. Ia bertingkah seolah sedang berbicara dengan angin. "Kalau ini sih jauh, ada di Ecbatana. Ini di dekat Istana Frankestein, namanya Fronse. Uhm, tapi aku lebih sarankan yang ini. Just, lihat yang ini, indah kan? Ini namanya Cantarella. Ada di sebrang Istana Mighael."
"Sebenarnya apa yang sedang kau bicarakan, Abby?"
Mata Abigail mendelik seketika. Gadis itu berkecak pinggang dan menatap Justin tajam-tajam. "Hotel! Apalagi?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Wrong Enemy
AvventuraAku pernah bertanya pada seseorang. "Apa itu rindu?" Lalu tanpa menjawab, air mata jatuh mengalir deras pada pipinya. Aku tersentak. Rindu, seperti itukah? . Highest Rank #5 in Adventure [27 Des 16] Old Cover By : Bieberslaycx and Badgal97