Bab II Bagian viii

566 74 10
                                    

Awal musim panas

Seisi ruangan tersentak kaget begitu pintu kamar Justin yang terbuat dari pahatan kayu pilihan terbuka lebar dengan kasarnya. Seluruh pasang mata menatap siapa orang yang lancang itu. Melihat sosok wanita dengan pakaian Kerajaan lusuh bersama lima prajurit terkuat di belakangnya. Nafas wanita itu terengah-engah, ia menggenggam bunga Oroten pada sebelah tangan. Dan senyuman lebar merekah dari bibirnya yang merah. Dialah Abigail. Abigail Roswaal Calester yang pergi dari istana dua minggu lalu kini telah kembali dengan tanaman obat terlangka di dunia dalam genggamannya. Eleanor yang melihat itu seketika menangis terharu bahagia. Gadis bergaun indah itu berlari, meninggalkan kursi yang ia duduki lantas mendekap tubuh Abigail dengan kuat bahkan wanita yang ia dekap hampir terjengkang ke belakang. Eleanor memeluk Abigail seolah Abigail adalah orang paling berharga dalam hidupnya. "Kau berhasil, Abby kau berhasil!" Eleanor berdecak bangga dalam lekukan leher Abigail.

Namun, pelukan Eleanor merenggang begitu kedua mata coklat madunya menangkap sosok wanita lain di belakang Narsus. Wanita itu berparas cantik, bibirnya merah mencolok seperti cabai, matanya indah memiliki sorot tajam yang memabukkan. Dan aroma laut menguak dari tubuhnya meski dalam kejauhan. Tak lupa kipas besar berbulu yang selalu ia genggam kemana-mana. Eleanor mengernyit melihat gadis itu. Eleanor merenggangkan pelukan, lantas mundur satu dua langkah menjauhi Abigail untuk menelisik penampilan wanita tersebut lebih jauh. Sebelah alis Eleanor terangkat, bibirnya menyungging ke bawah tanpa ia sadar saat ia melihat gaun wanita itu yang teramat ketat melekuk bentuk tubuhnya sendiri. Seketika Eleanor langsung tidak suka pada gadis ini. Apalagi, kemampuan feeltexis nya mengatakan bahwa gadis ini sedang jatuh cinta. Pada siapa? Jika pada Justin, Eleanor tidak akan tinggal diam. Tapi mustahil jika Abigail membawa orang Ecbatana yang mencintai suaminya sendiri!

"Siapa kau?" tanya Eleanor dengan ketus, tidak peduli dengan respon Tysa yang jadi balas sinis untuknya. Eleanor mengangkat tinggi dagu, memicingkan mata menatap Tysa seolah gadis itu benar-benar rendah.

Namun Tysa berusaha terlihat sopan.

"Aku Tysa Varden. Ratu lautan, Ratu Ecbatana. Dan aku yang membantu Abigail untuk mendapatkan Oroten." Tysa menjawab dengan membangga-banggakan. Gadis itu tidak ingin dipandang sebelah mata oleh Eleanor. Makanya ia bersikap sombong dengan menyebutkan jasa apa yang telah ia perbuat. Dan Eleanor justru semakin tidak suka, meski sebenarnya Tysa memang sangat membantu.

"Oh ya? Kalau begitu terimakasih. Aku Eleanor Marchella Evander. Adik dari Justin Bieber Evander. Boleh aku bertanya satu lagi? Apa yang membawa Ratu lautan datang kemari? Well, kau tau disini tidak ada yang menganut agama Yaldaboath. Kau dikelilingi orang kafir, Yang Mulia." Eleanor membalas dengan sengit. Seketika atomosfer di sekitar kamar Justin menjadi memanas. Semua orang bungkam menunggu balasan kalimat antara Eleanor dan Tysa. Justin pun melihatnya. Pria itu sedang berdiri di sebelah Abigail, namun tak satupun yang dapat melihat.

"Aku hanya menjenguk sahabatku yang sakit. Dan ya, aku dikelilingi orang kafir. Lalu apa? Aku akan memenggal kalian semua? Itu konyol. Orang kafir memang dilarang memasuki kawasan Ecbatana. Untuk Abigail dan yang lain itu pengecualian. Tapi orang Ecbatana tidak dilarang masuk ke Thandeus, bukan? Lagipula istri Justin sudah bersedia mengajakku."

"Hah? Tidakkah kau memiliki tugas dan kewajiban yang jauh lebih penting di tanah mu ketimbang harus menjenguk kakak ku disini? Kau lalai, Yang Mulia Ratu. Maaf, tapi kunjunganmu tidak berarti apa-apa."

"Aku disini tidak untuk setahun atau selamanya. Kunjunganku singkat, aku akan segera kembali. Dan aku tidak melalaikan kewajiban. Apa kau fikir di Ecbatana hanya aku yang memegang kekuasaan sepenuhnya? Tidak. Ada penasihat, wakil kerajaan, ketua divisi dan mentri lain yang tidak bisa kusebutkan satu per satu. Soal kunjungan, aku kemari hanya untuk menjenguk sahabatku, dimana letak kesalahannya?"

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang