Extra Part 1 - Lost James

778 76 20
                                    

'Morning beautiful Momma, jangan cari aku. Pagi sampai senja ini aku mendapat tugas untuk membantu warga desa di sudut kota Ecbatana. Aku akan kembali malam harinya, kau tunggu aku ya. Jangan kemana-mana,'

Seutas senyum tersungging pada bibir Abigail yang bewarna merah muda sesaat setelah ia usai membaca rangkaian kalimat yang Justin tuliskan pada kertas kekuningan berbau cendana yang pria itu sengaja tinggalkan di atas nakas dekat ranjang. Abigail menghela nafasnya, kemudian memandang keluar jendela besar yang mengekspos pemandangan kota dengan jelas. Bukan matahari yang membuat Thandeus menjadi cerah dan hangat yang Abigail dapati, melainkan langit kelabu dengan awan gelap bergelayutan di sana, dengan petir yang saling bersahutan tiada henti. Perlahan, senyum Abigail memudar. Seingatnya,  kekuatan teleportasi akan berjalan kurang baik kalau cuaca sedang buruk. Tidak berbahaya sih, tapi akan menambah seperdelapan dari waktu normal kekuatan teleportasi di cuaca baik. Abigail tidak berharap jika Justin akan pulang terlambat, yang hanya membuang-buang waktu kebersamaan mereka setelah 2 tahun bersatu kembali.

Sudah dua tahun, tapi Abigail merasa seperti baru kemarin ia sedang membekukan lautan besar hanya untuk James yang sejak pagi merengek ingin bermain ice skating sementara saat itu adalah musim panas. Akhirnya, Abigail membekukan laut itu, tanpa ia sempat duga barang secuilpun kalau ternyata Justin akan datang untuk menormalkan kembali permukaan laut yang membeku tiba-tiba. Benar-benar terasa seperti kemarin, baru saja kemarin Abigail memeluk Albert sama-sama melepas rindu. Ternyata sudah dua tahun, usia Abigail dan Justin sama-sama bertambah. Mereka akan segera tua, dan mengakhiri hidupnya, jabatannya, gelarnya, untuk pergi ke kehidupan selanjutnya.

Dan Abigail harap, sampai akhir khayatnya, ia akan selalu merasa se-bahagia hari ini. Untuk sekarang, esok, dan selamanya.

Perhatian Abigail yang sedang terpusat pada langit kelabu tersita kala tiba-tiba ia mendengar teriakan James yang kian mendekat. Lima detik selanjutnya, bocah itu muncul dari balik pintu sambil berlari. Menyadari eksistensi Mamanya, James terlihat bahagia sekali. Ia melangkah cepat untuk memeluk kaki Abigail dan bersembunyi di balik tubuh wanita itu. Sesaat kemudian, muncul lagi bocah lain dengan topeng aneh di balik pintu. Abigail terkekeh saat James semakin menjerit kala bocah itu mendekat. Astaga, lucunya tingkah dua anak ini.

"Eurus, kau tidak boleh menakuti James seperti itu."

Eurus menghentikan aksinya. Bocah kecil itu diam, lantas membuka topengnya perlahan hanya untuk menampilkan ekspresi wajah yang tengah merengut. Abigail dapat merasakan hela nafas lega James dari balik kakinya yang masih dibalut celana pijama. Perempuan yang memiliki mata hijau itu tersenyum, membiarkan Eurus melenggang keluar sambil merengek menyerukan kata Mommy berulang kali.

"Mama,"

Abigail memutar tubuhnya begitu suara James terdengar. Yang ia lihat pertama kali adalah sorot mata coklat dengan semburat hijau yang memandangnya hangat, penuh rasa cinta. "Aku mau ke Slendestein lagi, mau kesana lagi!" James begitu mudah membuat topik baru. Lima jarinya yang mungil memeluk telunjuk Abigail dengan erat, ia gerakkan manja.

"Bulan lalu kan baru kesana, kenapa harus Slendestein lagi? Masih banyak opsi tempat indah yang lain."

"Aku mau Slendestein," bibir bawahnya ia sembulkan.

"Bagaimana jika Istana Pars?"

"Aku maunya Slendestein, Mama!" James berdecak dan bergelayut manja.

"Baiklah-baiklah, tapi kenapa?"

Pria kecil itu tersenyum jahil. Ia berbalik untuk merambat pada ranjang dan rebahan di atas sana. "Karna kata Uncle Aal, di sana tempat aku tercipta."

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang