Bab II Bagian v

686 69 9
                                    

Suara gemuruh petir terdengar menggema, kilat-kilat menyambar membuat silau mata. Gadis berambut pirang itu memekik kaget begitu suara petir membuat telinga nya ngilu. Raine mendengus, lalu kembali membaca buku sejarah Thandeus di atas pangkuan nya yang dibalut gaun tebal indah bewarna hijau muda. Rambut nya tergerai menutupi punggung, membingkai wajah mencumbu bahu nya yang terekspos. Mata Raine menyipit, lalu ia tertawa remeh membaca kemampuan-kemampuan anak keturunan Selatan Utara yang lahir beberapa generasi lalu. Bukan tertawa karna bangga, bukan juga tertawa karna lucu. Ia tertawa hanya karna... menyesali apa yang ada pada dirinya. Manusia biasa. Hanya bisa menunggang kuda dengan kemampuan berpedang ala kadar nya. Tidak bisa menghasilkan api, tidak bisa membekukan objek, tidak bisa teleportasi, dan tidak bisa menghidupkan yang sudah mati. Oh, tentu saja Justin memilih Abigail menjadi istrinya. Abigail sempurna. Cantik, keturunan bangsawan dengan kemampuan sihir luar biasa. Berbanding terbalik dengan Raine yang bahkan sering tersandung saat berjalan di bebatuan. Raine tersenyum tipis, bodoh nya dia mengharapkan sesuatu yang lebih hanya karna hari itu dia mengingat nya. Ya, Raine hanya terlalu bodoh saja. Itu poin utama nya

"Selalu saja begitu," Tidak perlu otak Albert Einstein untuk menebak siapa empu suara. Suara bariton dengan selingan serak yang begitu penuh wibawa. Raine menutup buku super tebal itu dengan kasar, lantas berbalik sambil mendelik tajam pada Hemmings yang entah sudah sejak kapan duduk di sisi ranjang besar nya. "Apa?" Raine bertanya kelewat ketus.

"Selalu saja begini setelah setahun lalu." Hemmings menghela nafas. "Sejak perang berakhir, Raine ku yang ceria hilang entah kemana."

Raine yang ceria. Oh, tentu saja. Raine adalah putri raja yang ramah, selalu tersenyum dan berprilaku sopan layaknya putri idaman. Paras nya rupawan, hati nya dermawan, namun itu adalah Raine yang dulu. Entah apa alasan nya, Raine mulai berubah. Gadis itu lebih suka mengurung diri di kamar ditemani teh dan buku-buku sejarah Thandeus. Raine hampir tidak pernah keluar istana, dan selalu memiliki alasan bagus untuk menghindari acara pertemuan antar keluarga kerajaan. Semua orang mungkin kurang menyadari nya, namun Hemmings-dia adalah kakak Raine. Kakak mana yang tidak mengenal adik nya dengan baik?

"Bisa kau jelaskan padaku, apa alasanmu berubah setelah perang itu berakhir?"

Raine menggeleng pelan, lalu senyum tipis mengembang di bibir merah muda pucat nya. Senyum yang begitu terkesan dipaksakan, dan tidak ada ekspresi manis di wajah nya. Hanya datar, tajam, dan gelap. "Aku tidak berubah." Lalu Raine menghembuskan nafas nya dengan kasar. "Aku hanya... gugup. Ya, gugup. Bukankah bulan depan kau akan menikah? Ah, aku sangat menantikan nya."

Hemmings memicingkan mata. "Taukah kau bahwa aku sangat pandai membedakan mana orang yang berbohong dengan orang yang jujur?" Raine tersentak.

"Apa alasan nya, Raine? Aku tau kau tidak pernah seperti ini. Dan juga... kau tidak lagi menceritakan soal pria yang begitu kau cintai. Pria yang menghibur mu di tengah deras nya hujan."

"Justru itu..." Raine menunduk. Pria yang menghibur mu di tengah deras nya hujan. Percayalah, pria itu tidak akan kembali lagi. Meski air hujan telah berubah menjadi air mata nya, dia tidak akan kembali. Dia tidak akan pernah kembali. Entah bagaimana, tapi dia begitu pandai melupakan sesuatu yang justru menjadi memori permanen dalam kepala Raine.

"Ada apa?" Hemmings semakin cemas. Pria itu mendekat, lantas menangkup kedua pipi Raine hingga kedua mata biru cerah mereka saling beradu selama beberapa detik. Hemmings terbelakak begitu melihat setetes cairan bening mengalir di sebelah pipi Raine yang kemudian berjatuhan melalui ujung dagu. Ini benar-benar bukan adiknya. Sungguh. "Katakan padaku, Raine."

"Kau tidak akan pernah mengerti," gadis pirang itu mulai terisak.

"Aku akan mencoba mengerti. Oh, apa dia pindah dari Thandeus? Baiklah Raine. Aku akan mencari nya, aku akan menjemputnya dan membawanya ke hadapan mu. Aku akan membuat kalian bersatu asal jangan teteskan lagi air mata itu. Jangan, Raine. Itu membuatku sakit."

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang