11. Ballbo

794 96 5
                                    

Abigail tak kuasa jika tidak menangis saat pria yang selalu berada di sisinya selama 20 tahun terakhir ini kembali ia lihat, dekat, di depan dua lensa matanya yang hijau terpampang sosok Albert yang tengah sibuk membukakan kaitan tali tambang pada dahan pohon dengan hati-hati, khawatir tambang sialan itu akan tambah menimbulkan lecet-lecet pada permukaan kulit Abigail dan ia sama sekali tidak ada niatan untuk melakukan itu. Melihat Abigail hampir mati di depan nya merupakan urutan terakhir dari daftar hal-hal yang bisa Albert lihat. Pria itu bahkan meringis sesekali ketika ia menarik simpul tambang kumal itu perlahan. Hatinya terasa teriris, kerongkongan nya tercekat menahan emosi bersamaan dengan wajahnya yang memerah akan amarah. Ketika simpul itu terlepas, Abigail rubuh dalam dekapan Albert yang begitu ia rindukan. Pelukan hangat yang mampu menetralisir rasa sakit di sekujur tubuhnya yang lunglai. Gadis itu mencoba tersenyum dalam tangisnya, meski ia tau itu menyakitkan karna robek di sudut bibirnya tidaklah biasa. Robekan besar yang jujur membuat Priskila sampai berdesis ngeri membayangkan rasa sakit yang didapatkan Abigail

Gadis berkuncir kuda itu mulai menunjukan sikap nya yang agak mencair. Ramah dengan cara membelai kedua pundak Abigail sekedar untuk menenangkan isakan gadis itu yang kian menjadi. Kalau Albert tidak malu-pun, dia tidak akan segan-segan untuk menangis kencang bersamaan dengan Abigail. Wajar, Abigail adalah orang pertama yang paling ia sayangi dan... apa yang akan terjadi jika Albert tidak datang tadi? Apa yang terjadi jika Priskila tidak menyarankan nya untuk mencari di tanah bagian barat? Suatu keajaiban. Atau memang mungkin Abigail ditakdirkan untuk berumur panjang. Bukannya mati secara tragis di bawah tangan bandit-bandit tidak berkelas pemalak penduduk miskin yang hanya mampu membangun gubug kayu di sekitar hutan.

"Tenang, Abigail-ku sayang. Ada aku, tenang. Oke?" Albert membelai helaian rambut adiknya yang tergerai berantakan menutupi bahu. Aroma khas Abigail yang begitu harum meski entah sudah berapa hari ia tidak mandi-Albert masih dapat menghirup aroma alami itu. Bau lavender yang menusuk indera penciuman nya

Abigail menarik tubuh dari Albert, merenggangkan pelukan lantas mengangguk sambil kembali mencoba tersenyum tulus. Sungguh, Albert masih tidak terima kalau para pria yang sudah membuat adiknya bernasib sedemikian rupa sekarang sudah mati begitu saja dengan mudahnya. Harusnya, Albert membawa mereka ke ruang tahanan dan menyiksa mereka secara perlahan hingga ajal akan menjemput satu per satu. Jenis kematian semacam ini terlalu bagus bagi bandit yang sudah lancang menyakiti seorang Putri Calester. "Uhm, hai. Aku Priskila,"

Albert memandang gadis berambut perak itu sebelah mata. Dengan alis terangkat juga ekspresi meremehkan, pria itu terkekeh hambar. "Kau bisa bersikap lembut juga rupanya."

Ya, bagaimana mungkin Albert baru kali ini mendengar suara Priskila yang mengalun begitu indah dengan tempo menenangkan? Biasanya, gadis itu akan bicara dengan nada sinis atau kadang berupa bentakan. Albert tidak menyangka Priskila mampu bersikap ke-bangsawan-an

Priskila melirik Albert dengan mata yang disipitkan. Bola mata kelabu yang ia miliki tertutup sebagian dengan kelopak matanya yang merapat. "Excuse me, dengan siapa kau bicara, Prince Calester? Aku adalah puteri raja. Puteri kedua dari kerajaan Mighael raja barat. Satu hal yang harus kau ingat, kaki sialan mu itu sedang menapak di atas tanah kekuasaanku."

"Sombong," Albert memutar bola matanya sebal. Dan kalau sanggup, Abigail sangat ingin tertawa saat ini. Sangat. Tapi sayang nya, bibir robek seperti itu rasanya terlalu perih jika digunakan untuk tertawa. Jadi, tertawa di dalam hati lah satu-satunya hal menyebalkan yang bisa gadis itu lakukan.

"Well, aku Abigail. Mungkin ini terdengar aneh, tapi aku puteri kandung Ratu Elderittuo dan aku adalah puteri Calester."

"Aku tau," Priskila mengangguk mengerti. Mengundang kerutan kecil pada dahi Abigail yang cukup memajang beberapa memar biru keunguan disana

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang