14. Love

1K 89 11
                                    

Gadis itu tersentak dalam keterkejutan nya. Seketika angan-angan nya melambai, bisa jadi dia salah dengar, kan? Tapi melihat air wajah Justin yang menampilkan keyakinan begitu kentara, rasa nya semua nampak masuk akal. Justin... ingin selalu bersama nya?

Setelah mendapat kesadaran dalam kurun waktu lima detik, gadis berlensa hijau itu mengerjap cepat seraya menyentakkan kepala nya. Membuang jauh-jauh gagasan kalau Justin ingin bersama nya. Itu terlalu bodoh untuk dimengerti. Mereka kenal belum sampai satu bulan, Justin punya tujuan hidup yang jelas. Dan bersama dengan Abigail merupakan ketidak mungkinan yang sesungguh nya selalu Justin semogakan. Hanya saja, semua terlalu rumit untuk dimengerti. Cukup melihat dua permata coklat madu di balik kelopak mata Justin sudah membuat Abigail percaya bahwa Justin tidak main-main dengan kalimat nya. Namun kembali lagi pada opini awal, Abigail bisa saja salah dengar. Ya, dia pasti salah dengar.

"Pardon?" Abigail memiringkan kepala nya pada satu sisi. Dan itu sudah cukup untuk membuat kemampuan feeltexis Eleanor kembali bekerja tanpa dikomando. Abigail tengah kebingungan, namun jauh di dalam sana ia merasa begitu senang. Rasa yang tersimpan di balik kerumitan masalah nya selama ini mulai mengintip dan hendak keluar menuju permukaan.

"Kau mendengar nya, Green. Aku tau itu," Justin memejamkan matanya. Menyembunyikan iris hazel itu di balik kelopak mata nya yang ditumbuhi bulu lentik. Sedetik kemudian mata nya kembali terbuka, dan warna hazel yang biasa nya terlihat cerah dan hangat kini berubah menjadi gelap dan membuat Abigail tak tega untuk meninggal kan nya. Mata itu seakan bicara bahwa dia membutuhkan Abigail, membutuhkan Abigail untuk selalu ada bersama si empu mata yang notabene nya sudah jatuh hati pada gadis itu sejak pertemuan pertama mereka ketika Abigail berusaha melawan utron-utron sendirian. Dan ketika Abigail hendak mencari goa seorang diri hanya untuk memberi ruang hangat pada Justin yang kedinginan, tidak ada alasan yang kuat bagi Justin untuk tidak mencintai gadis berambut coklat gelap itu.

Abigail menarik napas, membuang nya asal bersamaan ketika Justin tiba-tiba menarik tubuh gadis itu untuk berhambur ke dalam dekapan nya yang hangat. Justin meringis saat ia menghirup aroma Lavender alami menguak dari sekujur tubuh Abigail. Mulai muncul bayangan dimana ia tidak akan bisa menghirup aroma itu lagi, ketika ia akan bangun di pagi hari tanpa ada Abigail, ketika ia menyusuri hutan tanpa gerutuan Abigail. Pria itu akan merindukan nya, dan Justin benci kerinduan. Dia tidak akan membiarkan rasa rindu itu menguliti nya hidup-hidup. Abigail terlalu... berharga?

Yang pertama Justin fikirkan saat Abigail berada dalam dekapan nya adalah gadis itu akan meronta lantas menarik tubuh nya menjauh. Justin sudah siap dengan prediksi itu hingga ia mengeratkan pelukan nya, menunggu Abigail meronta dan dia tidak akan membiarkan gadis itu lepas. Namun yang terjadi adalah Abigail membalas pelukan itu. Jemari nya yang mulai merambat pelan pada sekitar punggung Justin lantas gadis itu mencengkram pakaian belakang Justin kuat-kuat. Seakan ia pun tidak menginginkan perpisahan ini. Kepalanya masih terbenam pada dada Justin yang bidang, membiarkan aroma kristal es menusuk indra penciuman nya. Gadis itu memejamkan mata, bernafas dengan teratur pada dekapan Justin sampai tanpa ia sadari air mata nya meluncur dengan cepat. Yang mereka lakukan hanya menikmati pelukan hangat itu baik-baik seakan mereka akan mati jika melepaskan nya.

"See? Kau bisa membuat Justin gila kalau kau benar-benar ingin berpisah dari kami." Eleanor melipat tangan di dada. Bagaimanapun, dia adalah adik satu-satu nya Justin. Sudah pasti gadis berambut nyala itu akan dijadikan Justin sebagai pelampiasan ketika Abigail benar-benar pergi nanti. Dan Eleanor masih belum mau menghadapi pria dewasa patah hati untuk saat ini. Memikirkan siapa Abigail rasanya lebih penting dari pada harus dijadikan sandaran air mata oleh kakak nya sendiri.

Suara Eleanor bagai petir di siang bolong yang menghancurkan kedamaian sesaat bagi Abigail dan Justin bersamaan. Serempak, mereka menarik tubuh masing-masing untuk menjauh. Abigail yang menyadari Justin sedang mendelik pada Eleanor segera mengusap permukaan pipi nya kasar, menghilangkan jejak air mata di sana sebelum Justin menyadari nya.

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang