Bab II Bagian iv

607 71 17
                                    

Justin melebarkan senyum begitu melihat isteri yang begitu ia sayangi sedang berlari kecil ke arah nya. Dengan Alena yang di dalam gendongan wanita itu, Abigail merengut seraya menyodorkan Alena tanpa bicara sepatah katapun yang langsung disambut hangat dengan uluran tangan Justin membuat Alena kecil menggeliat di depan dada Justin yang terbalut kemeja berlapiskan tuksedo rapi. Justin mengangkat kepala nya, memandangi Abigail lekat-lekat ketika ia baru menyadari betapa cantik nya Abigail hari ini. Seisi istana seakan berubah menjadi buruk rupa ketika dua lensa karamel nya itu sudah menangkap sosok Abigail dengan wujud sempurna dari ujung kaki sampai ujung kepala. Namun begitu, yang di hadapan nya kali ini bukanlah Abigail yang selalu tersenyum manis pada nya. Seperti sekarang, Abigail hanya memicingkan mata seolah Justin adalah pesuruh yang membangkang. Sekalipun ia benar pesuruh yang membangkang, percayalah Abigail tidak akan menatap sinis pada pesuruh itu. Karna seperti yang Justin telah ketahui sejak dulu, Abigail adalah wanita berhati mulia.

"Tunggu disini, aku rasa Alena menginginkan boneka kesayangan nya." Abigail berujar dingin. Setelah itu ia berbalik, hendak mengambil boneka yang ia maksud ketika suara Justin membuat langkah nya terhenti. "Aku fikir kau sudah tidak marah."

Abigail membalikkan tubuh nya

"Aku tidak marah."

"Lalu mana senyum dan peluk hangat nya?"

"Aku ingin mengambil boneka, Alena membutuhkan nya. Aku harap kau tidak menggangguku dulu untuk kali ini."

"Dan aku membutuhkanmu. Kenapa kau tidak kesini dan memuji soal ketampanan ku?"

"Kau bicara apa?"

"Ketampanan ku."

Abigail tertawa. Terkadang, ia begitu bingung pada diri nya sendiri. Bagaimanapun Justin memperlakukan dirinya baik itu positif ataupun negatif, Abigail tidak akan sanggup marah dalam jangka waktu yang berkepanjangan. Justin selalu bisa menghibur Abigail meski Abigail tau semua hiburan Justin sangatlah umum dan biasa. Namun karna dia Justin, pria yang begitu dicintai nya setengah mati, Abigail selalu menerima pria itu. Abigail selalu menyayangi Justin, setiap ia melihat senyum atau kerlingan nakal suami nya, emosi Abigail selalu menguap entah kemana. Dan rasanya, Abigail ingin sekali memeluk tubuh suami nya itu lalu menghentikan waktu sampai akhir mereka menua.

"Aku akan kembali," Abigail tersenyum. "Tidak ada yang lebih tampan dari pria di hadapan ku kali ini."

---

Jasmine kini sedang membuka tutup karet botol beling mini yang ada pada genggaman nya. Gadis bermata kelabu itu melakukan nya dengan hati-hati, sementara Julius nampak menutupi tubuh Jasmine agar tidak terlihat tamu-tamu undangan yang lain. Jasmine pun memasukkan separuh bubuk dari dalam botol tersebut pada cairan berwarna kuning jeruk di hadapan nya. Setelah itu, ia menggerakkan kaki gelas supaya bubuk tersebut larut sempurna di seluruh bagian air jeruk itu sambil tersenyum puas. Mata nya mengeledah, memastikan bahwa semua baik-baik saja, lantas ia berbalik pada Julius yang sedang memunggungi nya.

"Hei," Jasmine memanggil pelan, Julius menoleh dengan gerakan super hati-hati. Lalu tersenyum getir begitu melihat segelas jeruk berada dalam genggaman adik nya. "Sekarang masalah nya, bagaimana dia bisa meminum ini?" Jasmine berdesis dengan oktaf yang menandak menurun drastis. Suara nya terdengar berupa bisikan.

"Sejak kapan aku punya adik super bodoh begini?"

Jasmine melengkungkan sebelah alis nya. "Eh?"

"Yaampun." Julius menyapu wajah nya sendiri, lalu ia menghembuskan nafas jengah. Tanpa peduli dengan tatapan kikuk yang diberikan Jasmine, Julius merebut segelas jeruk itu. Lalu ia memanggil salah satu nanny yang kebetulan lewat hingga nanny itu pun berjalan mendekatinya dengan gerakan sopan sebelum akhirnya ia membungkuk hormat.

Wrong EnemyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang