Matahari membangunkan Aqira dari tidurnya. Ia mengucek - kucek matanya sambil melihat sekeliling kamarnya.
Sekuat tenaga ia berusaha untuk menghilangkan rasa kantuk yang masih tersisa. Selimut yang menutupi tubuhnya membuat Aqira kaget dan langsung turun dari ranjang tempat tidurnya.
Ia mencari keberadaan bunda. Di depan rumah, bunda sedang membeli beberapa sayuran di tukang sayur langganannya.
Ia berjalan menghampiri bunda. Tukang sayur yang sudah kenal Aqira langsung menyapanya.
" Pagi neng Aqira " sapa tukang sayur.
" Pagi mang " jawab Aqira.
" Sayang udah bangun? " tanya bunda tersenyum.
" Iya bunda. Ohiya bun, yang bawa Qira ke kamar siapa? " tanya Aqira.
" Kamu lupa ya. Kan semaleman kamu jalan sama Dito. Ya Ditolah yang bawa kamu ke kamar " jawab bunda.
Aqira kaget mendengarnya. " Apa bun, Dito!! "
" Iya, emang kenapa sih? "
Aqira langsung lari masuk kedalam. Ia mencari handponennya.
" Duhhh... Hp mana nih "
Dan akhirnya handpone yang di cari ketemu juga. Tak lama, ia dapet pesan singkat dari Dito. Dito mengirim sebuah foto kepadanya.
Cepat - cepat ia membuka kiriman tersebut. Aqira kaget, benar - benar kaget. Fotonya yang sedang tidur kemarin ada di Dito.
Tadi malem, Dito diam - diam memotretnya saat ia sedang tertidur pulas.
Aqira semakin kaget membacanya.
" Masa iya gue ngelindur sambil nyebutin nama dia? " tanyanya dalam hati.
Tak ada jawaban dari Aqira sama sekali. Kali ini Aqira benar - benar marah sama Dito. Beberapa kali ia nge bom ping tapi tak ada respon apa - apa sama Aqira.
Aqira terus saja diam. Tak mau memperdulikan dito yang terus saja menghubunginya. Aqira benar - benar kesal pagi ini.
" Bener ya loe. Ga pernah mikir dewasa, slalu aja kaya anak kecil. Gue kesel... "
Bunda datang menghampiri Aqira yang sedang duduk di depan tv, sambil memencet tombol remot, menggantikan channel tv.Bunda hanya geleng kepala, baru kali ini dia melihat anaknya murung karna cowo.
Siangnya, aqira membantu bunda jaga toko yang jarak toko dan rumah tidak terlalu jauh.
Bunda mempunyai usaha kecil - kecilan. Menjual aneka ragam bunga. Aqira paling senang kalo bunda menyuruhnya untuk menata bunga. Apalagi kalo bunganya untuk pelanggan yang sedang jatuh cinta.
Saat sedang menunggu pelanggan bunda datang Seorang perempuan, memakai kacamata hitam datang menemui Aqira. Ia ingin memesan satu buah bunga.
" Bisa saya bantu? " tanya Aqira sopan.
Perempuan tersebut melihat Aqira yang tersenyum kepadanya. Ia membuka kacamatanya. Aqira kaget, ternyata pelanggannya adalah Fey.
Fey mengerutkan keningnya, sambil berjalan kecil mendekati Aqira. Ia berjalan memutar tubuh Aqira sambil melihatnya dari atas bawah.
" Ohhh jadi ini toko bunga punya nyokap loe ? " tanya Fey.
Aqira hanya diam. Tak ada respon apa - apa darinya.
'' Nggak jadi, gue males kalo beli bunga di tempat ini. Apalagi anak pemilik tokoknya elo!! "
Sebenarnya Aqira ingin sekali melawan. Tapi, dia sadar saat ini perempuan yang berdiri dihadapannya adalah pelanggan bunda. Dia ga mau bunda kehilangan pelangganya karna sikap tidak sopannya dia kepada Fey.
Aqira tau persis gimana Fey. Dia bakalan ngelakuin apapun. Dan dia juga bisa nyuruh orang untuk kasih tau kepelanggan bunda yang lain, buat tidak beli lagi bunga di toko bunda.
" Ohiya, mumpung elo ada disini. Gue peringatin ya sama loe. Gue ga mau ngeliat elo deket sama Dito. Dito udah jadi milik gue. Siapapun orangnya ga bisa jadi milik dia. Cuma gue yg boleh milikin hati dia!! Cewe kaya loe, ga pantes buat Dito!! " bentak Fey yang buat Aqira kaget mendengarnya.
" Gue tau kok, maksud Dito deketin loe bukan karna dia pengen berteman sama loe. Tapi, dia cuma manfaatin loe dalam suatu hal !! " ucap Fey yang langsung pergi ninggalin Aqira.
Aqira tertegun mendengarnya. Ia bingung, ia ga tau harus mendengarkan yang mana. Disisi lain, dia takut apa yang di bilang sama Fey ada benarnya. Soalnya. Dito tiba - tiba berubah derastis tanpa sebab.
" Apa yang dibilang sama Fey bener ya? Apa Dito deketin gue cuma untuk cari suatu hal? Tapi apa? "
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung hatiku
RomanceAqira ga akan pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Ini bukan yang ia harapkan. Perjuangannya untuk bertahan dengan penyakitnya kini sudah diujung batas. Jantungnya sudah tidak bersahabat lagi. Sakit yang sekarang ia rasakan, jauh lebih sakit...