Fafa sudah gedeg dengan tingkah Fey. Dia ingin melabrak Fey karna sudah terus - terussan mengganggu sahabatnya.
Dan tanpa sengaja ia melihat Fey dan Risyana sedang asik menari di ruang cheers.
Ia langsung masuk dan mendorong Fey sampai jatuh.
" Loe belom puas ngebulli temen gue?!!! "
Fey bangun dan langsung mendorong Fafa.
" Loe berani dorong gue? Loe siapa? Seenaknya ya loe dorong gue. Nyadar dong disini loe cuma murid!!! "
" Kalo gue cuma murid emang kenapa? Mentang - mentang loe cucu yayasan sekolah ini jadi loe bisa seenaknya gitu?!! Nyadar diri dong, di bandingin loe sama Aqira, loe ga ada apa - apanya!!! "
Tanpa main - main Fey langsung menjenggut rambut Fafa. Dan Fafa pun membalas dengan jenggutan juga.
" Loe gatau malu ya, berani - beraninya loe ngehina gue!!! "
" Emang kenapa kalo gue ngehina loe? Gue ga takut sama ancaman loe, jadi percuma aja loe ngancem gue!! "
Fey melepaskan jenggutannya dan langsung pergi. Ia berlari menuju ruangan kakeknya.
Kakeknya pemilik yayasan sekolah hanya mengkerutkan kening melihat cucu kesayangannya itu sedang cemberut.
" Kamu kenapa sayang? "
" Eyang.... Aku lagi kesel... "
" Kesel kenapa? "
" Masa semua orang ngebela si cewe kampungan itu "
" Siapa? "
" Tuh si Aqira. Dikit - dikit bela Aqira, apa - apa Aqira. Semuanya aja Aqira, cape tau dengernya "
" Emangnya kenapa? "
" Iya aku kesel aja eyang. Dia udah ngerebut semuanya. Dia udah ngerebut Dito dari aku eyang "
" Yaudahlah sayang, kalo misalnya bukan kamu pilihan Dito, kamu ga bisa berbuat apa - apa lagian juga masih banyak cowo diluar sana yang jauh lebih ganteng dari Dito "
Nasehat kakeknya membuat Fey semakin kesal. Kakeknya mendadak membela Aqira dibandingkan dirinya.
" Pokoknya aku mau eyang keluarin si cewe kampungan itu!! "
" Ya eyang ga bisa keluarin dia seenaknya cuma karna kamu. Karna cuma dia murid yang slalu jadi wakil sekolah disetiap kejuaraan. Dia juga cerdas, masa eyang harus ngilangin kesempatan dia buat berprestasi sih "
" Yaudah kalo gitu, eyang cabut aja beasiswa dia "
" Nggak bisa sayang, beasiswa dia langsung dari pemerintah bukan dari sekolah "
Mendengar omongan Eyang bukannya menuruti keinginnan dia, malah bikin dia semakin ga suka sama Aqira.
" Apa sih yang loe punya? Sampe hari ini semua orang ngebela loe mati - matian. Kesel gue!! " batin Aqira.
Fey ga suka melihat Aqira bahagia. Ia ga ingin Aqira yang sudah menjadi saingannya makin di puja dengan orang - orang.
Eyangnya sendiripun yang slalu menuruti keinginannya, untuk kali ini keinginannya tidak di turuti. Ia kesal. Nggak ada yang membelanya. Slalu saja, Aqira yang dibela.
" Pokoknya. Gue ga rela kalo elo bahagia Ra. Awas aja, apapun yang gue mau itu semua bakalan terjadi, termasuk ngancurin loe!!! " ucap Fey dalam hati.
Disisi lain, Dito dan Aqira datang menghampiri Fafa. Aqira melihat keringat bercucuran di sekitar wajahnya.
" Fa, loe kenapa? Keringatan gitu? '' tanya Dito.
" Tuh liat gara - gara temen loe udah ngebentak Fey abis - abissan " ucap Risyana yang membuat Aqira kaget mendengarnya.
" Hah? Yang bener? " tanya Aqira.
" Iya Ra. Habisnya gue gedeg banget sama tuh orang. Gue ga suka temen gue diapa - apain sama dia " kata Fafa.
" Fa... Kalo dia lapor ke eyangnya gimana? Gue bisa dikeluarin dari sekolah ini Fa... " rintih Aqira.
" Lagian bikin gue kesel. Gue ga mau aja kalo dia tuh ngebully elo terus. Cape gue liatnya " kata Fafa.
" Apa yang di bilang sama Fafa ada benernya juga. Fey harus di gituin biar dianya sadar, apa yang di lakuin ke elo tuh salah " kata Dito.
" Ahhh kalian tuh ya ga ngerti banget sih sama keadaan gue !! " kesal Aqira yang pergi meninggalkan mereka.
" Duh.. To, gue kok ngerasa bersalah kaya gini ya? " ujar Fafa.
" Loe ga salah, apa yang loe lakuin tuh bener kok. Buat lindungin diakan? Ya, kali aja dianya lagi PMS makanya kaya gitu " kata Dito.
" Duhhh... Gue tuh sayang sama dia. Makanya gue kaya gini juga karna dia " kata Fafa.
Dito hanya diam. Tak lagi menggubris omongan Fafa. Risyana yang ada di sebelah mereka pun di hiraukan begitu saja.
Saat sedang berjalan menuju kantin, Aqira bertabrakan dengan Fey. Mereka jatuh bebarengan. Fey yang melihat Aqira langsung menampar pipinya sampai merah.
" Gue benci sama loe Qira... Gue ga suka loe ada disini. Gue ga suka sama kebahagiaan loe. Loe udah ngancurin semua. Loe udah ngehasut semua orang buat ngebela loe. Gue benci sama loe... Gue benci..!!! "
" Kalo emang loe ngerasa gue adalah penganggu dalam hidup loe, gue terima. Loe mau tampar gue pun juga ga papa. Itu hak loe yang memandang gue buruk di mata loe. Tapi sumpah demi apapun, gue ga pernah berfikiran sama apa yang loe fikirin ke gue " kata Aqira.
Kali ini Fey terdiam. Ia bingung harus bicara apa kepada Aqira. Ia akhirnya memilih untuk pergi dan menjauh dari semua orang.
Saat berjalan, ia berpapasan dengan Dito. Melihat wajah Fey yang masih menahan emosi, membuatnya langsung segera berlari mendekati Aqira yang masih terdiam di posisinya.
" Ra, loe ga apa - apa? " tanya Dito.
" Lepasin gue.. " kata Aqira langsung pergi sambil menghapus airmatanya.
" Loe kenapa sih? Akhir - akhir ini jadi uring - uringan kaya gini? Gue khawatir sama loe Ra. Salah gue tau semua tentang loe Ra? " tanya Dito dalam hati.
Pulang sekolah di dalam kelas, Dito langsung mendekati Aqira yang lagi membereskan buku - bukunya. Ia duduk di meja Aqira sambil memperhatikan Aqira.
" Ra, katanya loe mau nyuruh gue buat nganterin loe. Mau kemana? "
Aqira seketika diam. " Oh iya "
" Ohiya doang? Ihhh aneh banget sih. Jadi ga loe bawa gue kesana? "
Aqira terdiam " Iya jadi "
" Yesss " Dito kegirangan. Ia langsung menarik tangan Aqira.
Saat sedang berlari menuju parkiran, mereka bertemu dengan Ian dan juga Fafa.
" Kalian mau kemana? " tanya Fafa sambil mencegat mereka.
" Kepo loe " kata Dito. " Ohiya Fa jangan lupa ya loe bawa sepeda Aqira "
" Emang loe berdua mau kemana? " tanya Fafa lagi.
" Udah loe ga usah tau. Udah ya gue sama Qira pergi dulu. Bayyy... " kata Dito sambil berlari pergi sambil menarik tangan Aqira.
Di dalam mobil, Dito langsung menyalakan mesinnya. Dan ia melajukan mobil dengan arahan Aqira.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jantung hatiku
RomanceAqira ga akan pernah menyangka akan berakhir seperti ini. Ini bukan yang ia harapkan. Perjuangannya untuk bertahan dengan penyakitnya kini sudah diujung batas. Jantungnya sudah tidak bersahabat lagi. Sakit yang sekarang ia rasakan, jauh lebih sakit...