chapter 43

1.3K 68 0
                                    

" Bunda, pagi ini ga bisa ya jagain Qira? "

" Maaf sayang nggak bisa. Bukannya apa - apa bunda harus buka toko. Kalo ada apa - apa panggil suster ya " kata bunda sambil menyiapkan barang - barang yang akan ia bawa pulang.

" Iya bunda hati - hati ya " kata Aqira sanbil mencium tangan bunda.

Pagi ini Aqira harus sendirian di dalam rumah sakit. Bunda ga bisa nemenin dia karna bunda harus jualan. Aqira bosan dengan keadaan di ruangannya. Ia merasa jenuh dengan suasana yang begini - begini saja tanpa ada pemandangan indah yang bisa ia lihat.

Akhirnya ia memanggil suster untuk menemaninya keliling rumah sakit. Saat keluar ruangan ia kaget saat melihat Dito sedang tertidur lelap di kursi - kursi pengunjung depan ruangannya.

" Pacar kamu ya de? " tanya suster itu yang membuat Aqira tertegun mendengarnya.

" Bukan sus. Dia temen saya bukan pacar saya " jawab Aqira ketus. " Yaudah yu sus ke taman, males di kamar mulu "

Suster mengikuti kemauan Aqira. Ia meninggalkan Dito yang masih saja tertidur pulas. Ditaman suster membahas kembali soal Dito.

" De, ade beruntung banget sih punya temen kaya dia. Dia dari semaleman nungguin ade. Jam segini juga ia masih setia nungguin ade. Jadi iri " ucap suster.

" Buat apa suster iri ? " taya Aqira.

" Iya ade beruntung banget punya temen kaya dia. Kayanya dia sayang banget sama ade, sampe dia relain tidur disini. Yakin dia temen ade? Bukan temen kali pacar ya? "

" Sus, disini saya mau nenangin hati saya. Jangan bahas soal dia dulu ya "

Suster mengangguk mengerti. Sudah agak lama di taman, Aqira kembali lagi ke kamar. Tapi ia tak melihat Dito.

" Lah, de temen ade kemana? " tanya suster.

" Ya mana saya tau sus, dari tadikan saya sama suster " jawab Aqira enteng.

Aqira duduk di tepi ranjang. Ia merasa malas jika harus kembali tidur. Lalu, suster membawa makanan untuk Aqira sarapan, serta setangkai bunga mawar merah.

" Ini buat ade " ucap suster sambil memberikan bunga tersebut kepada Aqira.

" Dari siapa sus? " tanya Aqira.

" Dari temen ade yang tidur di depan " jawab suster.

Aqira menyimpan kembali bunga tersebut di baki berwarna coklat yang di bawakan sama suster.

" Nih suster balikin aja bunga ini ke orangnya "

" Loh kok gitu? "

" Nggak apa - apa. Kalo suster mau ambil aja "

" Yakin buat saya? "

Aqira mengagguk. Suster ke girangan dan langsung kembali ke tempat kerjanya.

Saat keluar, Dito langsung mencegat suster itu untuk menanyakan tentang bunga yang ia titipkan.

" Gimana sus? "

" Aqira ga mau, dia malah kasih bunga ini buat saya "

Dito terdiam mendengar penolakan dari Aqira. Tapi ia nggak mau nyerah, dia tetap berusaha buat yakinin Aqira kalo dia benar - benar ingin minta maaf kepadanya.

" Gue ga akan nyerah, gue akan terus kasih bunga buat loe sampe loe nyerah "

Di dalam, Aqira masih saja kebingungan untuk melakukan apa disaat keadaannya seperti ini.

Jujur dia merasa kesepian. Dia butuh teman untuk di ajak bicara. Fafa, saat ini sahabatnya sedang ada di sekolah dan pagi seperti ini juga dia lagi belajar.

Makanan yang sudah di sediakan di depannya terus saja ia diamkan. Ingin sekali melahap makanan itu, tapi tangannya masih terasa lemas.

" Duhh laper banget nih perut, tangan gue lemes banget lagi " ujar Aqira dalam hati.

Sendok yang ingin ia ambil terjatuh. Dan ia harus mengambil sendok itu di bawah. Saat sedang berusaha mengambil, ia terjatuh dan membuat kakinya terkilir.

Brugg...

Mendengar suara tersebut dari dalam, Dito langsung masuk kedalam dan sudah melihat Aqira duduk di bawah, dan infusan dan besi pengaitnya hampir menimpa kakinya.

Tapi untung saja Dito cepat - cepat menahan besi tersebut dan membetulkannya.

" Qira.. " ucap Dito sambil jongkok untuk melihat keadaan Aqira.

" Aww... Kaki gue sakit " rintih Aqira.

Dito langsung menggendong Aqira ke atas ranjang.

" Kaki loe kenapa? " tanya Dito.

" Kayanya ke kilir deh. Sakit banget " ucap Aqira sambil menangis menahan sakit.

" Loe jangan nangis dong, ada obat balur ga? " tanya Dito sambil menenangkan.

Dito mengambil obat merah diatas meja samping ranjang tempat tidur.

" Loe mau ngapain? " tanya Aqira.

" Ya mau ngobatin loe lah. Loe tenang aja gue bisa kok, urat loe ga bakalan pindah, di jamin " kata Dito sambil mengusap pelan kaki kiri Aqira.

" Aww... Sakit Dito " kata Aqira.

" Iya gue tau, gue pelan - pelan " kata Dito.

" Aww... Dito sakit... " lagi- lagi Aqira merintih seraya menangis.

Dito begitu teliti mengobati Aqira. Perlahan sakit yang tadi ia rasakan sedikit mereda.

" Gimana, masih sakit? " tanya Dito.

" Udah mendingan kok makasih ya " ucap Aqira dengan nada ketus.

" Ra gue.. " belom beres Dito bicara, Aqira sudah menahannya dengan ke lima jarinya.

" Gue ga mau bahas. Gue mau istirahat, gue mau tidur. Bisa loe keluar " kata Aqira seraya menunjuk ke arah pintu.

" Tapi Ra... "

Aqira mndorong - dorong Dito untuk segera keluar dari kamarnya.

Dito akhirnya mengalah. Ia akhirnya keluar dengan perasaan kecewa.

Aqira menangis. Entah kenapa rasanya mengusir Dito tadi membuatnya sakit. Dia sendiri yang ga ingin ketemu sama Dito,tapi malah seperti ini jadinya.

" Kenapa setiap gue ngusir loe, hati gue nge ganjel. Hati gue sakit? Kenapa gue rasanya ga rela? Gue ga mau loe pergi, tapi disisi lain gue kecewa sama loe. Gue bener - bener kecewa sama loe " batin  Aqira.

Diluar sana, Dito duduk termenung sambil memegang bunga yang ia belikan untuk Aqira yang tidak di terima olehnya.

" Sekeras apapun loe sama gue. Gue nggak akan pernah nyerah buat yakinin ke elo kalo gue beneran sayang sama loe " ucap Dito.

Jantung hatikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang