Suasana malam yang cenderung sepi membuat Malvin bebas memakai kecepatannya. Alify yang berada dibelakangnya tertawa lepas. Ini sesuai dengan kesukaannya. Naik motor dan kebut-kebutan. Walaupun pengalaman pertama, tapi Alify suka.
"Mau makan gak?" Malvin sedikit berteriak karena ia menggunakan helm fullface.
"Mau mau!"
"Nasi goreng ya."
Alify hanya mengiyakan ketika Malvin kembali menjalankan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia tak peduli jika besoknya ia akan masuk angin atau apa. Yang penting dirinya senang sekarang.
Keduanya berhenti tepat di tenda nasi goreng dipinggir jalan. Tempatnya lesehan, namun bersih dan cukup luas. Malvin membiarkan Alify memilih tempat, sedangkan ia memesan makanan.
"Lo sering makan kesini?" Tanya Alify ketika Malvin sudah duduk dihadapannya.
"Lumayan, kalau keluar malem aja."
Alify menganggukkan kepalanya. "Sering-sering ajak gue dong. Gue suka yang beginian."
Malvin tertawa. "Iya."
"Gimana temen-temen gue? Santuy kan?"
"Hm, not bad."
"Mereka temen lo sekarang juga. Saat lo kenalan dengan mereka tadi, saat itu pula mereka menjadikan lo temen mereka. Jadi kalau ada apa-apa, lo jangan sungkan minta bantuan sama mereka."
Alify mengangguk lagi. "Seneng gue, berasa banyak yang jagain. Hehe."
Malvin mengulurkan tangannya untuk menggusak puncak kepala Alify. "Gemes gue."
Iya, Alify menunjukkan sisi remajanya untuk pertama kali semenjak Bundanya tiada.
Tak lama pesanan mereka datang. Alify yang memang tidak punya attitude, tetap membuka mulutnya untuk berbicara.
"Cerita dong. Kenapa lo bisa gak suka sama Nyokap lo."
Malvin diam sejenak, mengunyah nasi gorengnya lalu menelannya.
"Sebenernya gue gak tau sih orangtua gue ada masalah apa. Kenapa mereka bisa sampai bercerai dan begonya lagi, mereka cerai dihari kelulusan gue." Malvin tersenyum sinis ketika mengingat memori itu.
"Kalau saat itu gue lupa kalau gue cowok, mungkin gue udah nangis di kamar mandi. Tapi gak mungkin kan? Cupu banget itu." Malvin terkekeh.
"Dan keselnya, waktu gue sampe rumah. Ibu malah sibuk marah-marah. Nunjukkin kertas dimana hak asuh jatuh ditangan Ibu semua. Gue kesel. Papa juga sama emosinya. Tapi seemosinya beliau, Papa masih lirik gue yang saat itu pake setelah jas rapih. Kayaknya disitu Papa sadar kalau gue baru pulang dari kelulusan. Tapi karena gue keburu emosi, gue langsung lari masuk kamar. Ngunci diri. Masuk kamar mandi dan dengerin musik lewat headsheat sambil tiduran di bathup."
"Dan ketiduran?" Alify bertanya dan diangguki oleh Malvin.
"Bangun-bangun, Ibu udah gak ada. Riel sama Cakka juga."
"Cakka?" Alify memotong ucapan Malvin.
"Abang gue yang kedua."
Alify mengangguk-anggukkan kepalanya. "Trus trus?"
"Gue nemuin Papa di kamarnya, sendirian. Lagi ngerokok di balkon. Tapi beliau gak lupa sama anaknya. Papa senyum ke gue, terus ngucapin selamat dan maaf gak bisa datang ke acara kelulusan. Habis itu, Papa bilang kalau gue harus ikutin kemuan Ibu untuk saat itu. Karena Papa mau balik ke Bali dan menetap disana. Tapi gue keras kepala. Jadi gue bilang ke Papa untuk beliin Apartemen aja, gue mau tinggal sendiri. Dan gitu deh. Gue tinggal di apartemen walau kadang balik juga ke rumah Ibu."

KAMU SEDANG MEMBACA
Brandaly Girl
General Fiction[SUDAH DIREVISI] Terdapat beberapa kata kasar dan kissing didalam cerita ini. Mohon bijak dalam membaca. -------- Alify harus menerima ketika Ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang wanita yang memiliki tiga putra yang mana ketiganya akan men...