Part 44 - Sekolah dan Kejutan.

2.1K 139 6
                                    

Sebulan sudah berlalu sejak kejadian dimana Alify disekap oleh musuhnya sendiri. Selama itu pula Alify izin dari sekolahnya untuk penyembuhan. Tangan kanannya yang patah membuatnya terpaksa tidak bisa menulis. Sehingga sekolah menyetujui dirinya untuk cuti selama masa penyembuhan.

Selama itu pula Alify tidak pernah absen untuk check-up ke dokter ataupun terapi ke Mama Rio. Setiap minggunya, kondisi Alify semakin berkembang. Bahkan kali ini sudah sampai diperkenalan dengan gengnya sendiri.

Contohnya kemarin. Setelah Dio, Gibran adalah orang selanjutnya. Disusul dengan Juna dan teman-teman yang lainnya. Walau rasa takut itu masih ada, tetapi itu hanya bertahan diawal karena pada akhirnya mereka akan saling tertawa karena membahas masa lalu mereka.

Hari ini, Alify memilih untuk masuk sekolah. Selain ia sudah terlalu lama cuti, ia juga sudah tertinggal terlalu banyak pelajaran. Dengan tangan yang masih digips, Alify pergi bersama Rio menggunakan mobilnya.

"Yo?"

"Kalau gue nanti kumat gimana?" Alify bertanya tentang kekhawatirannya.

"Gak apa-apa. Kan ada gue."

"Lo gak malu?" Tanya Alify pelan.

"Ngapain? Bukannya seharusnya lo yang malu?" Jawab Rio enteng.

Jika saja tangan kanan Alify tidak patah, mungkin paha Rio sudah memerah sekarang karena dipukulnya. "Jahat!!"

Rio malah tertawa. Lalu ia membelokkan mobilnya memasuki parkiran sekolah yang sudah lama tidak Alify kunjungi.

Alify melihat dari jendela bagaimana murid-murid di sekolahnya berjalan menuju kelas masing-masing. Mereka semua nampak sehat di mata Alify, membuat dirinya kurang yakin untuk turun.

"Ayo."

Rio menyadarkannya sehingga tidak menatap kearah luar jendela lagi. Seatbeltnya sudah dilepas oleh Rio. Bahkan tangan Rio sudah meraih tas keduanya yang tersimpan di jok belakang.

"Yo.. gue malu.."

Rio menatap Alify sejenak. "Malu kenapa sih? Lo kan pake baju."

"Rio ih!!" Alify merengek kesal mendengar jawaban Rio.

Rio tertawa. "Udah, gak usah malu. Bapak lo orang kaya, Abang lo polisi, Kakak lo Pengacara, Kak Malvin mantan preman di sekolah ini, jangan lupa juga teman-teman lo yang gak kalah preman."

"Lihat, Lif. Banyak lelaki disekitar lo yang pasti akan ngelindungin lo.  Termasuk gue, yang selalu ada disisi lo selama ini. Paham?"

Alify mengehela nafasnya terlebih dulu sebelum menganggukkan kepalanya.

"Sekarang turun yuk? Lo pasti kangen bangku kita."

Alify tak menjawab. Ia malah menatap Rio yang menatapnya dengan tatapan meyakinkan. Setelah cukup lama mereka bertatapan, Rio memilih keluar dari mobilnya lalu berjalan memutar. Ia membuka pintu bagian Alify lalu mengulurkan tangannya.

"Ayo."

Alify menerima uluran itu dengan ragu. Perlahan ia menyembulkan kepalanya, lalu kedua kakinya mulai menginjak tanah parkiran. Rio langsung menggenggam tangan kiri Alify lalu menggandengnya untuk dibawa menuju kelas.

Sepanjang jalan, Alify terus menunduk. Ia sesekali merapatkan dirinya dengan Rio ketika berpapasan dengan lelaki dari kelas lain. Pandangan mata beberapa orang pun memang masih tak lepas kepada mereka berdua. Bahkan ada yang terang-terangan menyebut nama Alify walau ia hanya sekedar bertanya

"Alify udah deket! Alify udah deket!"

"Cepet-cepet ambil posisi!"

"Anjir lo selo aja dong! Gue kegencet!"

Brandaly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang