Part 21 - Baikan.

6.8K 330 6
                                    

"Umi!"

Dio memanggil Uminya yang tengah duduk disalah satu warung dipinggir jalan. Melihat anaknya telah sampai, Uminya Dio beranjak mendekati anaknya setelah berpamitan dengan pemilik warung serta mengucapkan terimakasih.

"Umi nunggu lama?" Tanya Dio ketika sang Umi sudah ada didekatnya.

"Lumayan. Kamu belum balikin motor Rio?"

Dio menggeleng. "Belum, Mi. Kata Rio pakai dulu aja."

"Haduh, kamu ini. Nanti isikan bensinnya sebelum dikembalikan."

"Iya, Mi." Jawab Dio. Lalu tangannya mengulurkan helm kepada sang Umi untuk dipakai.

"Nanti mampir ke panti dulu ya, Umi mau ketemu Umi Aisyah." Pesan Umi sebelum naik ke boncengan anaknya.

"Siap, Bu Bos!"

Umi hanya dapat tertawa mendengar jawaban anaknya itu. Diboncengan anaknya itu, Umi tersenyum miris. Ia menatap punggung anaknya yang sudah dewasa ini. Ia tau jika anaknya pasti memegang banyak tanggung jawab dibahunya yang mulai lebar.

Abi Dio hanya seorang buruh pabrik yang gajinya tidak cukup untuk mencukupi kehidupan keluarganya yang beranggotakan enam orang. Dio adalah putra sulung mereka. Umi tau jika Dio belakangan ini mengambil kerja part time di dekat sekolahnya. Namun putranya ini tidak pernah bercerita hal itu padanya.

Umi melingkarkan lengannya pada pinggang anaknya. Kepalanya berpindah sedikit condong ke bahu Dio.

"Dio, kalau butuh uang bilang Umi ya. Jangan pendam sendiri."

Dio hanya mengangguk. Dibalik helmnya, Dio menggigit bibirnya. Menahan agar ia tak keceplosan berkata yang sejujur-jujurnya kepada sang Umi.

***

Tok tok tok

Suara ketukan pintu menghentikan aktivitas Alify yang hendak mengambil ponselnya yang sedang di charger. Ia berjalan menuju pintu kamarnya setelah berkata untuk menunggu sejenak.

"Malvin?"

Alify sedikit tak menyangka jika orang yang berada dihadapannya justru Malvin. Hubungan mereka masih terasa dingin untuk saat ini walaupun bisa Alify sadari jika Malvin berusaha untuk mendekatinya.

Malvin memamerkan cengirannya sambil menunjuk sekantung plastik yang ia bawa. "Kita ngobrol yuk? Gue udah pesen McD." Ujarnya.

Alify menatap Malvin yang masih menyunggingkan cengiran bodohnya itu. Lalu memundurkan langkahnya, kode bahwa ia menyuruh Malvin masuk.

Malvin langsung menyimpan bawaannya di meja depan tv yang terpasang di kamar Alify. Ia langsung mengkode adiknya itu untuk duduk disampingnya. "Sini!"

Alify duduk, menurut. "Niat banget."

"Gak apa, jarang kan kita kayak gini."

Alify mengangguk. Ia hanya memperhatikan Malvin yang mulai mengeluarkan seluruh pesanannya yang ternyata cukup banyak.

Alify inisiatif menyalakan televisinya yang jarang terpakai. Ia memilih saluran luar negeri yang menampilkan acara Master Chef.

"Sini duduk. Kita harus selesaikan masalah kita hari ini."

"Kenapa sih? Kangen ya lo?" Alify berusaha mencairkan suasana diantara mereka dengan melayangkan pertanyaan lebih dulu.

Malvin tertawa. "Iya. Banget."

Alify mengambil satu burger yang ada dihadapannya. "Ya udah. Lo dulu yang minta maaf secara resmi ke gue. Jelasin juga alasan lo yang kemarin-kemarin." Perintahnya lalu memakan burger yang ada ditangannya.

Brandaly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang