After Epilog 3 - Last

687 41 2
                                    

Satu bulan yang lalu...

"Keluarga pasien?" Seorang suster membuka pintu ruang rawat Alify membuat Rio yang sedang sendiri menjaga istrinya itu menoleh.

"Saya suaminya."

"Bapak dipanggil untuk ke ruangan dokter." Ujarnya yang langsung pamit setelah Rio menganggukkan kepalanya.

Rio menghampiri Alify sejenak yang sedang terlelap. Ia mengecup kening istrinya sambil meminta izin untuk pergi sekalipun Alify mungkin saja tidak mendengarnya.

Rio mengetuk pintu ruangan dokter Dian yang menangani Alify. Setelah mendengar seruan dari dalam, ia membuka pintu itu lantas duduk didepan meja kerja dokter Dian setelah dokter wanita itu mempersilahkannya.

"Bagaimana perkembangan nyonya Alify, Pak? Sudah tidak sedih lagi?"

"Terkadang tiba-tiba nangis, dok. Tapi sejauh ini tidak pernah berlebihan."

Dokter Dian menganggukkan kepalanya. "Maaf sebelumnya jika saya mengganggu waktu anda, tapi ada hal yang harus saya sampaikan."

Beberapa lembar kertas dokter Dian ulurkan dihadapan Rio. "Menurut hasil pemeriksaan, rahim nyonya Alify termasuk ke kategori lemah dan akan seperti itu kedepannya bila nyonya Alify mengandung."

"Jika diperhatikan dari berat badannya, berat badan nyonya Alify tidak termasuk ideal untuk bersanding dengan tinggi tubuhnya. Hal itu menjadi faktor yang membuat tubuhnya ikut melemah untuk menghadapi kehamilan. Maka dari itu, saya sarankan agar nyonya Alify tidak mengandung terlebih dahulu."

Rio terdiam mendengar penjelasan sang dokter. Pikirannya masih mencerna perkataan sang dokter yang menyakiti hatinya. Apa ini balasan dari Tuhan akan perbuatannya dulu? Apa anaknya masih sakit hati akibat pernah ia tolak kedatangannya? Apakah iya?

Rio menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia frustasi. Bagaimana nanti caranya untuk memberitahukan ini ke istrinya? Bagaimana cara ia memberitahukan hal ini pada keluarganya? Tak lupa jika ia memiliki Ayah mertua yang tegas juga tiga kakak lelaki yang selalu melindungi istrinya. Bagaimana reaksi mereka mengingat awal mula masalah ini adalah kelalaiannya?

"Pak Rio?" Dokter Dian memanggil Rio yang nampaknya sedang bertengkar dengan pikirannya sendiri.

"Anda tidak perlu khawatir. Anda dan Nyonya Alify masih bisa memiliki keturunan jika memeriksakannya secara rutin pada kami. Kami tidak menjamin sepenuhnya namun keajaiban itu pasti ada."

Rio mengangguk. Mencoba berfikir positif agar energinya tidak terkuras sepenuhnya.

"Terima kasih, dokter. Kalau begitu saya pamit keluar." Ujarnya, lantas ia bangkit dari tempat duduk dan berjalan keluar.

Entah mengapa kakinya melemas ketika berada didepan ruangan Alify. Ia mendudukkan dirinya di kursi tunggu yang tersedia. Kepalanya menengadah memperhatikan langit-langit rumah sakit yang berwarna putih bersih. Memikirkan kata-kata yang harus ia sampaikan kepada istrinya namun tidak menyakitinya.

"Rio? Kenapa gak masuk?"

Rio menoleh dan mendapati orangtuanya disana. Ia tersenyum getir sebelum beranjak dan memeluk sang mama. Ia butuh pelukan dari sosok yang lebih kuat darinya. Ia butuh itu saat ini juga tanpa harus mempedulikan tatapan kaget dari kedua orangtuanya tersebut.

"Hei? Kenapa, nak?" Tanya Mamanya yang panik meskipun wanita itu tetap membalas pelukannya.

Rio menggeleng. Masih enggan bercerita karena otaknya masih memproses susunan kata yang harus ia keluarkan.

Tangan Papa Rio mengelus surai anaknya. "Sesuatu terjadi, Yo?"

Rio tidak menggeleng, tidak juga mengangguk.

Brandaly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang