"Kamu gak capek kan, Yo?"
Gunawan membuka suaranya tepat saat Rio duduk di sofa yang ada disampingnya.
Rio tertawa. "Engga lah, Om. Aku maklum Alify kayak gitu."
"Makasih ya, Yo. Kamu udah lakuin banyak hal untuk Alify."
"Tapi diliat-liat, kamu kayak ada jiwa psikolog ya?" Tanya Gunawan dengan nada setengah bercanda.
"Ketauan ya, Om?"
"Eh? Bener?"
Rio mengangguk. "Dulu Mama psikolog. Tapi sejak Papa minta ditemenin dinas kemana-mana jadi Mama tutup praktek dan resign dari rumah sakit. Dulu aku sering ikut Mama kerja, jadi bisa sedikit-sedikit."
Gunawan mengangguk-anggukkan kepalanya. "Kalau untuk Alify, Mamamu mau buka praktek lagi gak?"
"Eh?"
"Om sebenarnya lagi cari psikolog untuk Alify terapi. Tapi Om takut Alify gak mau karena disatu sisi dia cuma bisa sama kamu doang."
"Kalau Mamamu bersedia, Om pikir lebih baik Alify terapi dengan Mama kamu, Yo."
"Nanti deh, Om. Rio obrolin sama Mama dulu."
"Iya, Yo. Santai aja."
***
Setelah memastikan Alify tertidur akibat pengaruh obat, Rio memilih untuk pulang sejenak ke rumahnya. Selagi ada Gunawan -Ayah Alify yang menjaga juga.
Rio memasuki rumahnya yang sepi. Maklum, Papanya kerja dan hanya ada Mamanya disini.
"Ma? Rio pulang!"
Suara alas kaki yang beradu dengan lantai marmer menandakan ada seseorang yang tengah menghampirinya. "Oh? Baru pulang?"
Rio berjalan menuju sofa yang ada di ruang keluarga. "Iya. Alify baru tidur. Habis minum obat."
"Kamu sudah mandi?"
Rio mengernyit kesal kearah sang ibu. "Udah lah, Ma. Malu dong sama keluarganya Alify kalau aku bau."
"Ya Mama kan cuma nanya, Yo."
"Kira-kira kapan Alify bisa ditengok?" Lanjut tanya Mama Rio.
Rio menggedikkan bahunya. "Gak tau. Malah kata Om Gunawan Alify harus terapi biar sembuh. Dan beliau maunya terapi sama Mama."
"Lah? Kamu cerita ke mereka kalau Mama lulusan Psikologi?"
Rio mengangguk."Mama mau ga?"
"Boleh aja sih, tapi Mama harus sesuain sama jadwal Papa dulu, kan? Kalau terapi gitu harus rutin. Biar cepat hasilnya."
"Iya juga, sih. Tapi kasihan Ma Alify, ketakutan terus setiap melihat cowok lain." Melas Rio.
"Iya iya, nanti Mama obrolkan sama Papamu dulu. Untuk sekarang kamu dulu aja yang bimbing dia. Suruh setiap lihat lelaki, lihatlah matanya. Biar dia ingat sama lelaki itu." Pesan Mama Rio.
"Udah, Ma. Rio udah coba dan berhasil. Tapi ya gitu, gak bertahan lama."
"Tapi kalau ke Om Gunawan Alify sudah agak mau lagi. Gak separah kemarin."
Mama Rio mengucap syukur. "Bagus deh kalau gitu. Pertahanin aja terus."
Rio mengangguk.
"Eh, Yo. Tadi Mama kalau gak salah lihat berita, kasus Alify memangnya dibawa ke media?"
Pertanyaan Mama Rio membuat Rio hampir memejamkan matanya kembali membuka. "Hah? Maksud Mama?"
"Iya. Tadi Mama lagi nonton televisi. Terus ada highlight 'Anak dari pengusaha terkenal, GNW Corp, menjadi korban penculikan.' Gitu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Brandaly Girl
General Fiction[SUDAH DIREVISI] Terdapat beberapa kata kasar dan kissing didalam cerita ini. Mohon bijak dalam membaca. -------- Alify harus menerima ketika Ayahnya memutuskan menikah lagi dengan seorang wanita yang memiliki tiga putra yang mana ketiganya akan men...