Part 22 - Serangan

2.8K 161 0
                                    

Alify berlari ketika ia melihat beberapa temannya didepan sebuah ruangan di rumah sakit. Ia langsung ikut bergabung dengan wajah paniknya sejak ia membaca pesan yang dikirim oleh Juna.

"Gimana Gibran?" Tanyanya.

"Kata dokter dia keracunan. Tapi hasil tesnya baru keluar besok."

Alify mengurut keningnya. "Kok bisa?"

Juna menjelaskan, "Tadi kita lagi nongkrong di salah satu club. Terus waktu Gibran minum, dia langsung jatuh gitu aja. Sedangkan yang lain belum sempat minum, kita baru ngerokok doang. Makanya cuma Gibran yang kena."

"Terus? Kenapa lo bisa nuduh anak Bima?"

"Tadi yang lain cek cctv yang ada disana. Dan bener aja ada yang masukin sesuatu ke minuman kita. Waktu gue liat wajahnya, ternyata itu anak Bima yang nyerang kita kemarin."

Alify berdecak kesal. "Anjing emang!"

Juna menepuk pundak Alify sekedar menenangkan. "Sabar, Fy. Anak-anak lagi pada datengin mereka kok. Kita disini fokus sama Gibran aja."

Alify mengangguk setuju. Kemudian ia berjalan untuk duduk di salah satu kursi tunggu yang ada disana. Kepalanya ia sandarkan pada tembok yang ada dibelakangnya. Dalam hati ia merapalkan doa untuk kesembuhan teman terdekatnya itu.

"Nih, Fy. Minum dulu."

Juna menyodorkan sebotol air mineral kepadanya. Alify membuka matanya lalu menerima itu.

"Makasih, Jun."

Juna mengangguk. "Udah lo jangan khawatir, gue yakin itu bukan sianida kok. Gak mungkin mereka nekat sampai bunuh orang."

Alify hanya mengangguk dan mengaminkan dalam hati. Semoga ucapan Juna benar adanya.

***

Malvin mengetuk pintu kamar adiknya yang terkunci itu. Ia mengernyit heran, sudah hampir satu menit ia mengetuk namun tidak ada tanggapan.

Malvin turun menemui Ibunya yang berada di dapur.

"Alify mana, Bu?"

Sarah mendongak kearah Malvin yang tiba-tiba berada di kursi makan. "Loh kamu sudah pulang?"

"Iya, tadi salam cuma Ibu gak denger kayaknya." Jawab Malvin.

"Terus Alify mana?"

"Tadi sih bilangnya ada temannya yang masuk rumah sakit. Dia buru-buru banget tadi, khawatir banget sampai lari."

Malvin mengernyit. "Beneran?"

"Iya, Malvin. Masa Ibu bohong?"

Iya juga sih, Malvin jadi bingung. Ia mencoba menelfon adiknya itu, namun tak diangkat. Ia juga sudah mengirimnya beberapa pesan, namun belum dibaca.

"Alify sudah lama perginya?"

Sarah mengingat sejenak. "Lumayan. Sekitar jam 10an."

Malvin menghembuskan nafasnya kasar. Ia lalu berjalan gontai menuju sofa di ruang TV. Sarah yang melihat anaknya lesu seperti itu hanya menggelengkan kepalanya. Tak habis fikir jika anaknya yang selama ini selalu keras kepala mampu bertingkah demikian.

***

Hari sudah berganti malam saat Alify memasuki rumahnya dengan rambut yang basah. Ia sempat kehujanan saat perjalanan menuju kemari. Bahkan jaket yang ia pakai pun dipinjamkan oleh Juna yang masih berada di rumah sakit.

"Loh? Alify sudah pulang? Sudah makan?" Tanya Sarah beruntun ketika melihat satu-satunya anak gadis yang ia miliki itu telah menunjukkan batang hidungnya.

Brandaly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang