Special Short Part : Bubur.

2.7K 124 1
                                    

Rada gak jelas sih..

Pendek juga..

Tapi semoga suka hehe ^^

***

"Rio.."

Tak ada jawaban. Alify memandang ke sekitar kamarnya yang tak ada siapa-siapa. Ia baru saja terbangun dari tidur siangnya selepas pulang dari rumah sakit.

"Rio.."

Masih tak ada jawaban juga.

Alify mencoba bangun dan terduduk. Ia mengambil ponselnya yang tergeletak disamping bantal, lalu segera menghubungi Rio yang katanya akan menginap malam ini.

"Kenapa telfon?"

Kepala Rio muncul dari pintu kamar Alify disertai ponsel yang ada di tangannya. Sedangkan tangan yang satunya tampak menenteng sekresek makanan yang Alify yakini dari pesanan ojek online.

"Tadi dipanggilin, tapi gak nyaut." Adu Alify. Wajahnya cemberut karena kesal.

"Ya maaf, tadi lapar habisnya."

"Di rumah gak ada siapa-siapa?" Tanya Alify. Ia masih tetap pada posisinya sedangkan matanya memperhatikan Rio yang tengah mengeluarkan bungkusan makanan.

"Gak ada. Ayah lo, Bang Riel sama Kak Cakka kerja, Ibu lo ada arisan. Tadi sih bilangnya mau sebentar aja, tapi gue bilang gak usah. Biar lo, gue yang jaga." Jelas Rio.

"Itu beli apa? Gue dibeliin gak?"

Rio menoleh. "Seblak. Ini pedes, Lif. Jangan ya?"

Alify menekuk wajahnya. "Tapi Lapar.."

"Tapi pedes. Mau gue masakin sesuatu? Atau order yang lain?"

"Order aja deh, tapi jangan yang lama."

Rio mengambil ponselnya, lalu menyerahkan kepada Alify. "Mau apa?"

"Pengen seblak juga."

"Eh! Gak boleh!" Larang Rio. Matanya sudah melotot maksud memarahi kekasihnya itu.

"Level 1 aja, gak apa-apa."

Rio menggeleng. "Gak!"

"Please?? Pake extra kecap deh."

"No! Yang lain aja."

Alify malah melemparkan ponsel Rio ke sampingnya. "Gak usah makan! Mati aja!" Marahnya.

Alify langsung mengubur dirinya sendiri dengan selimut. Ngambek ceritanya. Tapi entah kenapa malah lucu dimata Rio. Alifynya ini memang seperti berubah, dari Macan menjadi kucing.

Rio beranjak dari tempat duduknya menghampiri kasur Alify. Perlahan, ia mendudukkan dirinya disisi kasur. "Jangan ngambek, dong.."

Tak ada jawaban. Sepertinya Alify benar-benar marah kepadanya. Tau kan kata-kata lo rese kalau lagi laper? Nah, Alify lagi ngalamin itu.

Dengan kurang ajar, Rio tiba-tiba memeluk badan Alify yang masih tertutup selimut itu. Ia kunci kakinya hingga menimbulkan pemberontakan dari sosok yang ia peluk.

"Lepas!! Lepasin!!"

"Berhenti dulu ngambeknya, baru gue lepasin."

"Rio.. hiks.. lepasin.."

Rio membuka selimut yang menutupi wajah Alify. Wajah wanita itu sudah memerah dengan rambut yang acak-acakan. Mungkin ia merasa kepanasan didalam sana dan juga rasa takut yang memang sengaja Rio lawan.

"Rio.. hiks.. lepasin.. tolong.. hiks.."

Alify meminta ampun dengan air mata yang keluar membasahi pipinya. Namun tampaknya Rio tidak peduli. Ia benar-benar tak ada niat untuk beranjak sedikitpun.

"Rio.. hiks,"

"Hm?"

Alify menolehkan kepalanya sehingga berhadapan dengan Rio. Jarak diantara keduanya sangat dekat bahkan Alify bisa merasakan deru nafas Rio menerpa kulitnya yang penuh keringat.

"T- takut.."

"Apa yang harus ditakutin? Gue ada disini. Lo gak kenapa-napa. Lo gak perlu khawatir." Ujar Rio yang membuat Alify terdiam.

"Makan sama bubur ya?" Lanjutnya bertanya. Tangannya terulur untuk merapihkan helaian rambut yang menempel di wajah kekasihnya.

"Sama Seblak."

"Gak boleh, sayang..."

"Rio boleh.."

Rio berdecak. "Gue gak sakit. Gue orderin bubur, oke?"

Alify masih menggeleng. "Mau seblak! Pelit dasar!"

"Hh.."

"Ya udah, boleh seblak. Tapi cium gue dulu."

Mata Alify mendelik tajam kearah kekasihnya itu. "Cium doang kan?"

"Iya. Tapi di bibir, selama 5 menit."

Kini giliran Alify yang menghela nafasnya. Ia kembali memalingkan wajahnya dari Rio lalu meletakkan lagi kepalanya diatas bantal, membuat Rio menatapnya bingung.

Marah lagi kah atau ngambek lagi. Tapi melihat nafas Alify yang menjadi teratur membuat Rio berfikir jika kekasihnya itu tertidur.

"Ya udah, bubur aja."

Cicitan Alify membuat Rio hampir menyemburkan tawanya. Ya Tuhan, jika saja kalian bisa mendengarnya, itu benar-benar menggemaskan bagi Rio.

Tangan Rio terulur mengacak rambut Alify. "Se-engga maunya cium gue ya?"

Alify mengangguk. Jujur.

"Ya udah, tunggu ya gue pesenin bubur." Jawab Rio pelan sambil melepaskan pelukannya dan bangkit dari kasur Alify. Ada rasa sakit di dadanya ketika Alify dengan jujur mengangguk menolak menciumnya. Tapi kalau dipikir-pikir lagi wajar sih, yang ada Rio yang ga waras minta cium ke orang yang jelas-jelas lagi sakit.

***

Brandaly GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang