TPOL (9) "Kakak Kelas"

853 144 50
                                    


Ify memandang langit malam yang kini disinari bulan. Sesekali ia menarik nafas dan tersenyum pada bulan itu, entah apa yang sedang ia pikirkan saat ini?

Dari arah belakang, seseorang berjalan padanya dengan membawa gitar yang siap ia mainkan. Namun, niatnya ia urungkan saat melihat adiknya itu sedang tersenyum menatap lurus tanpa menggubris kehadirannya.

Senyum jahil Cakka pun muncul. Ia mengangkat gitar itu dan mendekatkannya ke telinga Ify. Tanpa aba-aba ia langsung memukul gitar itu asal tepat dibagian sound hole sehingga menimbulkan bunyi yang sangat nyaring.

"Astagfirullah!" Ify terkelonjak dan langsung mengatur nafasnya.

Cakka tertawa puas, melihat adiknya yang begitu panik.

Ify menatap sebal Cakka, "Ih, lo ya kak! Kalau gue jantugan gimana?"

Cakka meringgis, akibat satu pukulan mendarat dibahunya.

"Aduh fy, iya deh maaf. Abisnya sih, lo senyum-senyum sendiri gitu bikin gue parno!" beber Cakka, membuat Ify terdiam seketika.

Mengapa bisa Cakka menyimpulkan bahwa Ify sedang tersenyum? Sejak kapan Cakka memerhatikannya? Mengapa bisa ia mengetahui bahwa Ify sedang tersenyum? Ify saja tidak menyadari hal itu. Apa benar yang diomongkan kakaknya ini?

Apa benar? Hanya karena memikirkan seseorang, membuatnya tersenyum dan melupakan segala hal?

Bagaimana kalau Cakka tau, jika Ify memang sedang memikirkan seseorang?

Ify menggeleng cepat, menjauhkan pertanyaan yang terlintas dipikirannya, "Senyum dari mana? Ngaco lo!" ngelak Ify.

"Orang gue lihat sendiri, gimana sih lo!" sahut Cakka, "Emang lo mikirin apaan sih? Doi? Atau lo emang—" sambung Cakka terpotong oleh selaan Ify, yang tidak mau mendengar perkataan Cakka selanjutnya yang ia yakini mengarah ke arah yang tidak-tidak.

"Apaan sih kak!" sela Ify cepat.

"Idih ngambek," ledek Cakka.

Ify mengela nafasnya, ia sama sekali tidak marah kepada Cakka. Cuma kesal saja.

"Nggak, Ify gak marah kok," ucap Ify tak mau ambil pusing.

Cakka tersenyum lega, "Yaudah duduk sini, mau gue nyanyiin?" tawarnya.

Ify menggeleng, mengikuti perintah Cakka untuk duduk di sampingnya, "Nggak usah, ada yang mau gue tanyain."

Cakka menaikkan kedua alisnya, dari pembicaraan Ify sepertinya sangat serius. Akhirnya, Cakka urungkan niatnya untuk bernyanyi dan menyimpan gitarnya di atas meja.

"Apa?" tanya Cakka.

Ify mengigit bibir bawahnya, "Emm..., gue mau nanya," jeda Ify ragu.

Ia ragu jika menanyakan soal ini, apa lagi berkaitannya dengan salah satu most wanted di sekolahnya. Takut, jika Cakka menyangka bahwa dirinya menyukai salah satu diantaranya.

Sebenarnya ini tidak begitu penting bagi Ify, hanya saja ia penasaran. Soal ke akraban Cakka dengan 4 orang most wanted di SMA-nya. Apa lagi kakaknya ini masih terbilang siswa baru. Ah tidak! Bukan itu yang sebenarnya ia ingin tanyakan, tapi tentang kepribadian salah satu diantara mereka

"Kenapa kak Cakka bisa langsung akrab gitu sih, sama....?" Jedanya, "Kak Ozy dan yang lainnya?" sambungnya cepat.

Cakka terkekeh, "Jadi lo Cuma mau nanyain itu? Dikira apaan. Jadi mereka itu sahabat masa kecil gue di Jakarta Fy, yang gue pernah ceritain ke lo.

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang