TPOL (12) "Masalah Baru"

581 84 7
                                    

Jangan pernah kamu memendam perasaan karena gengsi.
Sebab itu, bisa menimbulkan penyesalan yang sia-sia.

"JADI KEMARIN LO PULANG BARENG KAK RAY?"

Refleks Ify membekap mulut Via menggunakan tangannya. Semua orang yang berada di kantin itu pun menatap kearah mereka.

Banyak tatapan tidak suka mendengar Ify pulang bareng bersama salah satu most wanted di SMA-nya itu. Tidak sedikit pula yang melihatnya dengan tatapan kagum kepada Ify.

Siapa coba yang tidak ingin pulang bersama most wanted di sekolahnya?

Salah satu yang mereka kagumi dari cowok-cowk most wanted nya itu adalah mempunyai wajah dengan ketampanan yang mungkin bisa dibilang diatas rata-rata.

"Via! suara lo itu." Via mendapatkan tatapan tajam dari Ify yang membuatnya merasa tidak enak.

Mata Ify melirik kekanan dan kekiri sebelum akhirnya ia menghembuskan nafasnya dengan kasar karena seseorang yang ia cari tidak di temukan di tempat ini, setidaknya Ify lega orang yang sempat dibicarakan tidak ada disini.

Ify menarik tangannya dari mulut Via yang sempat ia gunakan untuk membekapnya, bertepatan segerombolan cowok datang memasuki kawasan kantin, siapa lagi kalau bukan most wanted sekolah mereka.

Rio, Cakka dan Ozy berjalan di belakang Ray dan Alvin. Banyak tatapan kagum dan terpesona oleh siswi-siswi di sana, walaupun sering kali dihiraukan. Terkecuali Alvin yang sesekali mengoda gadis-gadis itu yang membuatnya terkesipu malu. Teman-temanya pun sering kali mengingatkan Alvin jangan membuat cewek baper kalau akhirnya hanya php.

Mereka duduk di bangku pojokkan seperti biasanya, bahkan tempat itu sudah seperti miliknya sendiri sejak awal mereka masuk SMA. Guru-guru dan penjaga kantin pun sudah mengetahuinya bahkan tidak merasa aneh lagi jika mereka berada disitu.

Pernah beberapa kali setiap pergantian tahun murid baru tak sengaja duduk di pojok kan selang beberapa detik mereka langsung kena semprot omongan-omongan tak mengenakkan dari seniornya itu sampai mereka malu sendiri bahkan ada yang menangis juga dan mengadu ke guru sampai mereka kena hukuman. Sedikit childish namun mereka lupakan kata itu yang sempat mereka dengar dari beberapa murid yang pernah menjadi korbannya. Bagaimanapun caranya untuk bisa mengusir mereka tetap saja mereka tidak mau ennyah sekalipun guru yang sempat menghukumnya. Mungkin tempat pojokkan itu banyak sejarah dan enak untuk di duduk-ki.

"Huftt, untung aja mereka baru dateng." Gerutu Ify, namun Via malah memperlihatkan sederetan giginya, cengir.

"Sorry, abisnya gue kaget."

"Lebay lo." Ify memalingkan wajahnya memilih untuk menyantap kembali siomay yang tadi ia pesan. Namun pertanyaan kepo Acha menghentikan kembali aktivitasnya.

"Kok lo bisa sih fy?" tanya Acha yang sedari tadi diam.

Ify menaikkan satu alisnya, "Bisa gimana?"

"Yaa pulang bareng sama kak Ray."

"Sebenernya gue males sih nyeritain ini sama kalian." Via dan Acha saling bertukar pandang heran.

"Maksud lo?"

"Kemarin gue pingsan tapi nggak ada tuh yang bantu gue." Ucap Ify santai namun lebih tepatnya menyindir. Kali ini Ify akan mengerjai kedua sahabatnya ini untuk pura-pura ngambek.

"Pingsan?" jawab Acha dan Via berebarengan.

Ify mengangguk samar. Via dan Acha merasa bersalah di saat sahabatnya membutuhkan pertolongan namun ia sama sekali tidak berada di sampingnya. Bahkan sekedar info sahabatnya dimana saja mereka sama sekali tidak mengetahuinya pada hari itu. Sebenarnya ini bukan kemauan Via dan Acha kalau saja mereka tidak diberikan tugas untuk kelasnya oleh Pak Husen mungkin saat itu ia bisa keluar kelas walaupun sebentar.

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang