TPOL (28) "Lima Sekawan"

84 10 0
                                    


Ozy memasuki sebuah Cafe yang sudah dijanjikan oleh teman-temannya. Saat di pintu masuk matanya menangkap kumpulan cowok-cowok yang sedang asik bermain games. Ozy melangkahkan kakinya untuk bergabung bersama temannya itu. Lalu, ia duduk di sebelah Ray.

"Zy dari mana aja lo? Telat amat ke sininya. Dari tadi ditungguin juga, Liat nih muka gue udah ancur akbiat ulah mereka," adu Alvin pada Ozy, sembari menunjukkan wajahnya yang sudah ditaburi dengan bedak membuat Ozy terkekeh.

"Enak aja ulah kita, salah lo sendiri kalah. Sombong di duluin sih!" kata Rio tidak terima disalahkan.

"Ya kalian naburinnya kebanyakkan, pengap nih muka gue kebanyakkan bedak." Alvin menepuk-nepuk wajahnya agar bedak tersebut sedikit-dikit menghilang.

"Jangan diilangin dulu napa, sampe games selesai." Cakka menghentikkan aktivitas Alvin, ia menarik tangan Alvin dari wajahnya.

"Lo sendiri yang buat perjanjian kek gini Vin kalau lo lupa!" Rio mengingatkan, ia tertawa puas dengan perlakukan Alvin seperti ini.

"Iya-iya! Gue inget, yaudah ayolah main lagi mumpung ada Ozy juga," kata Alvin. "Ohiya lo belum jawab pertanyaan gue Zy, lo dari mana?" lanjut Alvin kembali menanya pada Ozy yang sempat ia lupakan.

Mendengar pertanyaan Alvin membuat salah satu diantara mereka tertarik dengan percakapannya. Ray menoleh pada Ozy, ia penasaran dengan jawaban Ozy.

"Oh itu gue ada urusan," jawabnya santai.

"Urusan apa?" tanya Alvin polos.

"Adeuh nih anak keponya kumat. Jadi main kagak sih?" kata Cakka yang sedikit kesal pada Alvin.

"Hehe... yaudah ayo!"

Ozy melirik sekilas pada Ray dan ternyata cowok itu memang sedang melihatnya. Ray pun buru-buru langsung melihat kartu yang sedang dikocok oleh Rio, seolah ia hanya melirik sekilas pada Ozy.

Sebelum membagikan kartu tersebut, Rio menjelaskan peraturan permainan tersebut pada Ozy. Setelah mengerti, Rio pun membagikan kartu tersebut. Permainan di mulai, Alvin lagi-lagi kalah. Ozy yang baru bergabung pun bisa menyusul sekor Ray dan Rio.

Dari situ Alvin hanya bisa pasrah, mungkin Tuhan sedang menguji kesabarannya.

*****

Shilla turun dari motor ojek online. Ia sengaja berhenti di depan komplek perumahannya karena ia lebih senang berjalan kaki dari depan komplek sampai ke rumahnya. Kata Shilla, menghirup udara segar itu lebih menyenangkan dan bisa menenangkan hati dan pikirannya Apalagi berjalan kaki di daerah kompleknya Shilla sangat menyukainya.

Sesudah membayar, Shilla melangkah kan kakinya. Namun, tepat saat melewati salah satu Cafe yang berada di sebelah perumahannya, ia melihat beberapa cowok sedang berjalan keluar Cafe menuju motornya masing-masing. Tapi, yang membuat Shilla terkejut adalah ia mengenali para cowok tersebut. Walau hanya satu yang ia kenal, tapi yang lainnya pun ia tahu yaitu kakak kelasnya sendiri.

"Shilla?!"

Shilla yang merasa terpanggil langsung menoleh ke arah suara. Duh Shilla jadi malu, akibat panggilan cowok itu membuat yang lainnya pun melihat ke arahnya.

"Eh kak Cakka."

"Lo mau ke Cafe juga?" tanya Cakka sambil melirik ke belakang.

"Ah nggak kok kak, gue mau pulang."

"Kemana?"

"Tuh di situ." Arah pandang Shilla menunjuk pada gerbang komplek perumahannya.

"Oh lo anak sini ternyata." Cakka manggut-manggut.

"Hehe Iya kak."

Percaya deh teman-teman Cakka masih melihat kedua insan itu sedang bercakapan, mereka sendiri kepo dengan apa yang keduanya obrolkan.

"Ohiya kak Cakka habis nganterin Ify langsung ke sini? Baru pulang sekarang ya? Jadi gak bisa jemput Ify. Tapi Ify udah pulang kok, dia ikut Via tadi," kata Shilla.

Cakka langsung mengerutkan keningnya saat mendengar pernyataan Shilla, "Hah maksud lo apa? Gue gak ngerti."

"Ih masa kak Cakka gak ngerti, itu loh tadi kak Cakka kan yang antar Ify ke Gramedia? Terus kak Cakka gak bisa jemput Ify kan pulangnya karena lagi kumpul sama temen-temnnya. Tapi tenang aja walaupun kak Cakka gabisa jemput Ify, tapi dia udah pulang kok sama Via tadi." Beber Shilla dengan kesimpulannya sendiri.

Cakka meoleh pada teman-temannya, sedangkan temannya seolah bertanya dengan wajah yang mereka tunjukkan.

"Dari tadi gue di sini kan?" tanya Cakka pada temannya.

"Iya dari tadi lo di sini sama kita," jawab Alvin.

"Sebelum itu kali Cak, pas pulang sekolah kan lo memang gak bareng kita. Tadi kan lo mau nganter sapa tuh gue lupa," Rio menebak-nebaknya, karena ia ingat sebelum menuju Caffe ini Cakka meminta izin untuk mengantarkan seseorang.

"Iya itu emang gue anter nyokap dulu, bukan adek gue," kata Cakka. "Tapi, gue masih gak ngerti apa yang lo ucapin kayanya otak gue lagi error hehe," lanjut Cakka dengan cengiran khasnya.

Shilla mencebikkan mulutnya, sedikit agak kesal pada Cakka. Dari tadi ia ngomong panjang lebar, tapi cowok itu masih tidak mengerti juga? Tapi gapapa deh Shilla tetep suka kok sama Cakka hihi....

"Yang penting adeknya Cakka sekarang di mana?"

Keempat cowok itu menoleh pada sumber suara, ternyata Ray lah yang bersuara.

"Ya di rumahnya lah, kan tadi gue udah bilang. Ify pulangnya di anter sama Via."

Ray mengangguk, sekilas melirik pada cowok yang sekarang berdiri di sebelahnya, Ozy. Sekarang cowok itu hanya berdiri mendengarkan tanpa bersuara. Sebenarnya Ozy sadar apa yang dikatakan Shilla itu adalah dirinya, tapi melihat kondisi sekarang sepertinya ia tidak mungkin jika harus mengatakan bahwa yang dimaksud Shilla itu adalah dirinya. Bisa-bisa ia langsung di serbu berbagai pertanyaan dari keempat cowok ini. Tapi, sebaiknya Ozy pun harus mengatakan ini pada Cakka agar tidak ada kesalah pahaman. Tapi tidak sekarang, mungkin kalau kondisinya sudah aman dan tidak di tempat umum seperti ini. Pastinya hanya ia dan Cakka saja.

"Bentar-bentar deh, sorry nih ya jadi inti dari cerita lo apaan ya? gue gak ngerti. Tadi gue nganterin nyokap gue kok gak bohong beneran deh," ucap Cakka polos sambil memberikan jari tanganya yang membentuk huruf V.

Semua yang ada di situ hanya bisa menepuk jidatnya malas. Kadang-kadang Cakka suka errornya sama kaya Alvin, ngeselin. Tapi, masih parahan Alvin sih hehe....

"Aduh parah lo Cak, otak lo lagi gak beres nih," ucap Ray sambil terkekeh di susul oleh temannya yang lain.

"Iya kali ya." cengir Cakka.

"Yaudah deh kak, gue pulang dulu ya," pamit Shilla.

"Gue anterin ya?" tawarnya.

Kalau kalian menyangka itu Cakka, kalian salah. Alvin lah yang berkata seperti itu.

"Gausah kak, deket kok. Makasih," jawab Shilla ramah.

"Yah padahal gue pengen tau rumah lo, biar kalau gue kesana nanti gak susah nyarinya," kata Alvin dengan wajah yang sok disedih-sedihkan, membuat temanya jijik melihatnya. Mereka sudah bosan dengan gombalan receh Alvin pada setiap wanita.

"Alah modus lo!" ucap keempat cowok itu kompak.

Shilla hanya tersenyum simpul, lalu pamit kembali dan langsung berjalan menuju rumahnya.

*****

To Be Contonue

Gimana sama part ini? :)

Silahkan beri kritik dan saran

Terimakasih.

Follow ig: Amregitaa

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang