TPOL (37) "PRIORITAS?"

79 10 0
                                    




Aku tahu hubungannya sama kamu itu hanya sebagai teman.
Tapi, boleh aku minta menjadi prioritas kamu?


Cukup lama sudah Ray menunggu Alvin dan Rio di kafe yang sempat mereka obrolkan di group chat-nya beberapa menit lalu. Sambil mengisi kebosananya, ia mengerluarkan ponsel dari saku jaketnya. Ray tersenyum miris saat membaca sebuah pesan balasan dari Ozy. Menurut Ray, Ozy tidak menhawab apa yang ia tanyakan sebelumnya, seperti mengalihkan apa yang Ray tanyakan. Apa temannya itu memnag sedang menyembunyikan sesuatu darinya? Entahlah Ray sedang malas memikirkan hal itu apalagi menyangkut cewek itu. Ya memang ini semua berawal dari Ozy yang mengajak Ify jalan, makannya Ray galau gini dan mengajak teman-temannya untuk ikut nongkrong dengannya.

Tak lama dari itu, dua orang yang sedang ia tunggu akhirnya datang. Rupanya mereka tak perlu membutuhkan waktu lama untuk menyadari keberadaan Ray. Rio dan Alvin pun langsung menghampirinya dan langsung duduk di antara temannya itu.

"Kok bisa bareng?" tanya Ray. "Lama lagi."

"Tau nih anak nyusahin banget emang, kirain gue dia bakalan datang sendiri, taunya minta jemput gue." Rio melirik Alvin.

Sedangkan orang yang sedang diomongkan hanya tersenyum menampilkan deretan giginya, membuat Rio merasa jijik aja.

"Ya maap yo, motor gue kan lagi di bengkel."

"Udah tau motor di bengkel tuh diem di rumah."

"Lo mah gitu banget yo sama gue," ucap Alvin sok melas. "Lagian nih ya, kalau kalian tanpa gue tuh gak bakalan rame."

"Rame-rame aja tuh," kata Rio acuh.          

Seketika Alvin mencebikkan mulutnya.

Ray menggelengkan kepalanya. Bisa-bisanya ia mempunyai teman seperti Alvin, tapi ia sedikit membenarkan ucapan temannya itu. Dengan kehadiran keempat temannya membuat hati yang tadinya gelisah sedikit terobati.

"Lo gak belain gue Ray?" ucap Alvin yang ingin mendapatkan pembelaan juga.

"Ngggak."

"Why?!"

"Males."

Rio menahan tawanya saat melihat Alvin sedang berkomat-kamit entah apa yang ia bicarakan yang jelas sepertinya anak itu sedang kesal.

"Ozy, Cakka mana sih? mereka berdua kok gak aktif ya?" tanya Rio, Alvin menggangguk setuju.

Ray menggeleng.

"Padahal mereka baca group, tapi gak bales. Songong amat dah tuh anak," ceplos Alvin.

"Eh, eh itu Cakka—itu Shilla yang waktu itu kan?" Tiba-tiba di balik jendela kafe yang memperlihatkan jalan Raya, membuat Rio tak sengaja melihat Cakka membonceng seseorang yang ia ketahui perempuan itu yang pernah mengobrol di halaman kafe yang sedang ia kunjungi ini. Kalau tidak salah itu teman adiknya Cakka, wah Rio tak menyangka temannya itu bisa cepat sekali mendekati seorang gadis.

Lihat saja motoir itu membelok ke sebuah perumahan yang tepatnya berada di pinggir kafe ini. Fakta membuktikan jika Cakka sudah kencan dengan seorang perempuan, bisa-bisanya Cakka menyembunyikan ini semua padanya dan teman-teman yang lain. Pantas saja pesannya tidak di balas.

Alvin dan Ray mengikuti pandangan Rio dan benar saja apa yang di katakan Rio adalah benar. Saat motor itu belok ke sebuah perumahan, tiba-tiba satu buah motor berhenti di parkiran kafe tersebut. Ya, itu adalah Ozy saat cowok itu membuka helmnya dan berjalan memasuki kafe tersebut.

Mengingat Ozy, membuat Ray ingin mempertanyakan kembali pada pesan yang pernah ia tanyakan kepada cowok itu. kemana Ozy pergi? Apa benar dugaannya kalau cowok itu pergi bersama Ify yang tak lain adalan adik Cakka. Lihat saja temannya itu saat ini belum menganti bajunya sama sekali, Ozy masih memakai seragam. Itu artinya apa yang Ray pikirkan benar, jadi sebelumnya Ozy jalan bersama Ify? Akan Ray tanyakan itu sekarang.

"Lo belum ganti baju Zy? Habis dari mana?" tanya Alvin, saat cowok itu sudah duduk di kursi.

"Gue belum nyampe rumah, tiba-tiba lihat group yaudah gue langsung ke sini."

Alvin mengangguk.

"Mau pesen apa?"

"Nggak deh kayanya, baru makan gue."

Ray mengerutkan keningnya. Bentar-bentar, tadi Ozy bilang dia belum sampai rumah terus dia bilang udah makan. Makan di mana dia? Makan bersama cewek itu kah? Dugaan Ray semakin benar.  "Di mana?"

"Ohiya Ray lo ada apa kirim pesan untuk gue sampe 10 kali gitu?"

Lagi-lagi Ozy mengalihkan pembicaraannya, sekilas ia melirik Rio dan Alvin yang sedang menatapnya dengan tatapan bertanya juga.

"Oh, gapapa. Gak penting sih."

Ozy mengangguk-nganguk.

*****

Lena menatap heran anaknya yang sedari tadi kerjaannya hanya mengerutu tidak jelas. Entah apa yangg sedang anaknya lakunya itu, dirinya hanya bisa menggelengkan kepalanya.

"Kamu kenapa sih Fy?"

Ify menoleh dengan mood yang sangat jelek, "Gapapa kok mah."

Lena tersenyum, "Gapapa, tapi muka kamu lagi gak apa-apa tuh kelihatannya."

Ifye menghela nafas, ia salah berbicara seperti itu pada Lena. Mamanya kan  pintar seklai membaca mimik wajah anaknya ini.

"Ify lagi gak enak badan kali," katanya asal.

"Kamu gak enak badan?" lena langsung menghampiri Ify dan menyentuh keningnya. "Minum obat ya?"

Ify menggeleng cepat, "Nggak usah mah, Cuma gak enak badan aja kok."

"Tapi—"

"Gapapa kok mah, serius deh." Ify tersenyum, menampilkan senyumnya. "Ify ke kamar dulu ya mah."

Lena mengangguk sembari khawatir.

Sesampainya di kamar, lagi-kagi Ify menampilkan wajah seribu kesalnya. Ini sebabnya, akibat waktu bersama Ozy  lagi-lagi terbuang dan yang membuat Ify kesalnya lagi adalah orang dari penyebab ke gagalannya ini. Menurutnya Ray lah yang telah mengacaukan ini semua, walau cowok itu sebenarnya tidak tahu apa-apa.

Mungkin saja di sini Ozy yang salah? Harusnya dia bisa mengambil keputusan mana yang harus diprioritaskan untuk saat ini, apakah Ify atau Ray? Tapi, cowok itu lebih memilih temannya. Apa Ify tidak begitu penting kah baginya? Padahal dia sendiri yang meminta Ify untuk jalan bareng sebagai balasan minta maafnya, akibat ia tak bisa menjemput Ify di pagi hari.

"Huft... kenapa sih pikiran gue sekarang cowok mulu?" runtuk Ify.

*****

To Be Contonue

Gimana sama part ini? :)

Silahkan beri kritik dan saran

Terimakasih.

Follow ig: Amregitaa

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang