TPOL (27) "Curiga dan Permainan"

99 11 0
                                    


Kali ini suasana Cafe begitu ramai, apalagi kedatangan Ray dan kawan-kawan. Mereka sering sekali berkumpul di sini hanya untuk menghabiskan waktunya dengan meminum Coffee atau pun makanan dessert, tak lupa dengan canda tawa yang mereka ciptakan. Dan yang membuat mereka heboh saat ini adalah salah satu dari kumpulan cowok tersebut membawa permainan kartu Uno yang akan dimainkan bersama. Alvin lah yang membawa permainan tersebut yang dia ambil dari sepupunya.

"Tebak dong gue bawa apaan?" kata Alvin sembari memperlihatkan tasnya yang dibuka sedikit.

"Apaan?" ucap Rio.

"Tebak elah."

"Ya mana kita tau," jawab Ray pasrah, karena Alvin hobby sekali menyuruh temannya untuk selalu menebak apa yang di bawa olehnya.

"Payah kalian semua, nih gue bawa kartu Uno. Ayolah main!" ajak Alvin sembari mengeluarkan kartu tersebut ke atas meja.

"Widihh! sengaja beli lo?"

"Kagak! gue pinjem tuh dari sepupu gue," jawabnya acuh.

"Pinjem, udah bilang belum?" tanya Cakka dengan menahan senyumnya, sebab ia sudah menebak jawaban dari Alvin.

"Belum."

"Kebiasaan lu Vin, gue tebak pasti udahnya bukan lo kembaliin, tapi malah lo simpen di kamar lo," ucap Ray yang memang sudah tau kebiasaan Alvin.

"Gue kan suka lupa Ray, biar entar aja sepupu gue yang nyari," sangah Alvin.

Cakka, Ray dan Rio pun menggelengkan kepalanya. Mereka sudah tahu kebiasaan buruk Alvin yaitu selalu meminjam barang kepada sepupunya, dan itu pun ia selalu lupa untuk mengembalikannya. Sepupu Alvin yang bernama Lisya pun selalu merengek jika cowok itu selalu meminjam barang tanpa izin dulu pada si empunya. Tapi, Alvin hanya berani kepada Lisya saja karena mereka sudah sangat akrab.

"Kasian noh si Lisya selalu lo buat mewek."

"Kali-kali gapapalah," jawabnya cuek.

"Kali-kali dari hongkong lo tuh udah sering Vin, sampe hafal kita tuh!"

Alvin yang mendapat semprot seperti itu hanya bisa menyengir, sebab apa yang diucapkan teman-temannya itu memang benar. Alvin jadi malu sendiri haha....

"Yaudah deh ayo kita main!"

"Ohiya perjanjiannya kalau ada yang kalah.... kita pakaikan ini!" seru Alvin mengeluarkan bedak bayi.

Ray dan yang lainnya langsung memebulatkan matanya, "Jangan bilang itu punya Lisya juga?"

"Yaiyalah! Yakali gue punya bedak bayi." Alvin menaruh bedak itu di meja di smaping kartu yang sudah tadi ia simpan.

"Astagfirullah," Ucap ketiga teman Alvin serempak.

"Yaudahlah lah ayo mulai." Alvin sudah mulai tidak sabar bertanding dengan teman-temannya, karena ia yakin pasti dirinyalah yang akan memenangkan games tersebut.

"Bentar dulu, btw Ozy masih lama?" tanya Cakka saat akan mengocok kartu tersebut.

"Biar gue chat dia." Ray pun segera mengirim pesan pada temannya itu.

Permainan pun di mulai. Dua babak berputar dan sekor tertinggi masih dipegang oleh Alvin, sedangkan Cakka selalu kalah yang membuat mukanya harus ditaburi dengan bedak, sehingga wajah Cakka sekarang sudah dibaluti dengan bedak tabur tersebut. Namun, babak selanjutnya Alvin lah yang selalu kalah, hingga tujuh babak berikutnya pun Alvin masih belum bisa menyamai sekor tertinggi teman-temannya. Dan kalian sudah bisa bayangkan bagaimana wajah Alvin saat ini yang diselimuti dengan bedak tabur. Wajahnya sangat-sangat putih, membuat Alvin selalu mengerutu setiap kali temannya menaburinya dengan tidak sedikit itu.

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang