TPOL (22) "Terima Tantangan"

112 11 0
                                    


Ify melangkah menuju kamarnya. Ia tidak tahu sudah berapa lama meninggalkan Shilla di sana.

"Sumpah ya gue takut sama lo Shil, dari tadi senyum-senyum terus." Setelah menaruh beberapa cemilan di atas meja, Ify merebahkan tubuhnya di kasur.

Shilla menaikkan satu alisnya.

"Masa sih?" sebisa mungkin dirinya menyembunyikan senyum itu dari siapapun, termasuk Ify. Tidak tahu kenapa sejak Cakka berbicaranya tadi membuat Shilla tidak bisa lepas dari senyumnya.

"Apa rumah gue ada itunya ya?" Ify bergumam.

Shilla menghentikan aktivitasnya, "Itunya apaan?"

Ify terbangun dari tidurnya menatap Shilla dengan perasaan gelisah, "Lo bukan Shilla kan?" tunjuk Ify dengan sedikit memundurkan posisinya.

"Apaan sih Fy, ini gue Shilla kali." Shilla melipatkan kedua tangannya. Entah apa yang ada dipikiran Ify saat ini, menyamakan dirinya dengan hantu begitu?

"Apa buktinya kalau lo Shilla?"

Shilla mengela nafas, "Nih gue lagi ngerjain tugas kita." Ia memperlihatkan buku tulisnya pada Ify.

"Oh gitu ya?" kikuk Ify, tak lupa dengan cengiran khasnya.

"Iya!"

"Eh tapi kalau lo bukan Shilla kasih tau ya?" ucap Ify polos.

Shilla terkekeh, "Ada-ada aja lo Fy, lagian tugasnya udah selesai kok."

Shilla menyerahkan tugasnya pada Ify.

"Kok udah selesai?"

"Abisnya lo kelamaan! Kemana aja sih lo?"

"Hehe... sebegitu lama kah gue?"

"Menurut lo?! Kemana aja lo mandi sampe berjam-jam?"

Ify jadi teringat kejadian beberapa menit lalu, saat Ray menertawai kejombloannya.

Emangnya salah kalau Ify jomblo?

*****

Setelah mengantarkan Shilla sampai gerbang, Ify kembali masuk rumah. Namun, saat sedang berjalan ia melihat seseorang sedang berjalan ke arahnya.

"Belum pulang?" sindir Ify.

"Gak suka banget gue di sini?"

Ify tersenyum, "Nggak."

Ray terdiam, melihat Ify tersenyum membuat jantungnya sedikit bergetar. Walau ia tahu maksud dibalik senyumannya itu.

"Jangan kaya gitu sama gue, entar lo suka."

"Mimpi!"

"Memang."

"Hah?"

Ray terkekeh, "Gue sama kaya Shilla, ngerjain tugas."

Entah kenapa Ify tidak suka dengan jawaban Ray, seolah mengalihkan pembicaraan.

"Cuma berdua? Gak sama geng lo itu?"

"Bertiga sih sebenernya."

"Sama siapa?"

Ray menatap manik mata Ify, "Ozy."

Ify membulatkan matanya, sedikit terkejut dengan ucapan Ray barusan. Kalau pun mereka belajar bertiga kenapa Ozy tidak ada saat ini dan kenapa juga harus Ray yang ada di sini bukan Ozy?

"Kenapa gaada Kak Ozy-nya?"

"Kepo!"

"Dih nanya doang, yaudah sih kalau gamau kasih tau."

"Terus untungnya apa kalau gue kasih tau lo? Lo kan gak kenal sama Ozy."

Ify terdiam, "Mm i-iya juga sih."

Tidak tahu kenapa mendapat jawaban Ify seperti itu, membuat Ray semakin bingung. Sebenarnya Ray tahu kalau Ify kenal dengan Ozy, Cuma entah kenapa mulutnya menyatakan seolah dirinya tidak tahu kalau Ify kenal Ozy.

Tanpa disadari keduanya, mereka sudah duduk di depan ruang tamu. Pandangannya fokus pada layar televisi, tapi tidak dengan pikirannya.

"Fy?"

"Hm," jawab Ify seadaanya tanpa mengalihkan pandangannya.

"Gue terima tantangan lo itu."

Ify menoleh, sedikit tertarik dengan ucapan Ray barusan. Hampir saja ia lupa.

"Wah udah siap ternyata, gue gak yakin lo bisa."

"Tapi gue yakin!" mantap Ray.

"Bagus deh kalau gitu. Segitu berharapnya ya lo ingin berteman sama gue," tawa Ify meledak.

"Lebih dari teman pun gue siap?"

Ify melotot.

"Bercanda elah, baper lo?"

"Dih GR! Siapa juga yang baper." Ify mendelik malas.

Tanpa disadari keduanya, ini adalah obrolan terpanjangnya.

*****

Shilla duduk di kursi meja belajarnya. Sudah tiga puluh menit ia mendengar Ify berceloteh lewat telepon. Awalnya Ify menanyakan tugas yang besok akan dikumpulkan, lama-lama Ify malah curhat. Ya seperti sekarang ini.

"Lo bt kenapa lagi sih Fy?"

"Gue kesel, masa si Ray ngetawain kalau gue jomblo."

Shilla menahan tawanya, "Serius kak Ray gitu?"

"Iya!"

"Tapi, kak Ray gak salah sih?"

"Maksud lo?"

"Emang lo jomblo kan?"

"Ihs Shilla mah." Terdengar rengekan dari seberang sana.

Shilla bisa bayangkan raut wajah Ify saat ini, kalau Shilla ada di depannya sekarang sudah dipastikan ia akan tertawa puas.

"Hehe...."

"Gue sebel Shilla, kenapa sih tadi si Ray ada di rumah gue?"

"Ya dia kan emang temen kakak lo. Lagian dia ngerjain tugaskan? bukan berantakin rumah lo."

"Ah bt, pasti bakalan sering ke sini tuh anak.

"Kalu dia gak ke rumah lo, entar lo kangen yang ada."

"Ih kok lo ngomongnya gitu? Gaakan tuh gue kangen-kangen sama dia."

"Sekarang aja ngomongnya gitu, entar kalau udah jadi mah---"

"Jadi apa maksud lo?!" Ify segera memotong ucapan Shilla.

"Jadi... jadian maksud gue," kikuk Shilla.

"Amit-amit!"

Shilla tertawa puas dengan menjauhkan sedikit ponsel dari telinganya, akibat ulah Ify yang berteriak kencang.

*****

To Be Continue

Gimana sama part ini? :)

Silahkan berikan kritik dan saran

Terimakasih.

Follow ig: Amregitaa

The Possibility Of Love [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang