Pov Normal
Entah bagaimana, suasana di kediaman keluarga Grivano menjadi tegang. Awalnya kepala keluarga keluarga tersebut hanya keget sesaat ketika menerima sebuah email entah dari siapa. Ia mengira itu hanyalah orang iseng kurang kerjaan. Tapi saat beberapa email berturut-turut masuk dan ia melihat isi email tersebut. Saat itu juga ia tercengang.
"Merry..!! Merry...!! MERRY...!!" Panggilan sang kepala keluarga berteriak membiat tersangka panggilan dan sang ibu datang.
Tuan Grivano memberikan beberapa lembaran isi email yang sudah ia cetak.
Sang ibu juga melihat. Mereka tercengang dan menggeleng. Apa ini benar?
"Panggil adikmu sekarang"
~0_0~
'Plak'
"DASAR MEMALUKAN! ANAK TIDAK TAHU DIRI! AKU MEMBESARKANMU BUKAN UNTUK MENJADI WANITA MURAHAN! APA YANG KAU PIKIRKAN SAMPAI BERBUAT SEHINA INI HAH!"
Amira hanya menangis sesegukan. Ia baru saja tidur untuk menenangkan diri dari bullyan kampus, dan kini ia mendapatkan yang lebib menyakitkan.
"APA KATA ORANG TENTANG DIRIMU HAH! SEKARANG JUGA BERESKAN SEMUA BARANGMU, AKU TIDAK MAU MELIHAT SEDIKITPUN BARANG MILIKMU DIRUMAHKU. DAN PERGI DARI HADAPANKU! MULAI HARI INI ANAKKU HANYA SATU DAN TIDAK ADA NAMA AMIRA DI KELUARGA GRIFANO! AKU BAHKAN MUAK MENYEBUTKAN NAMAMU!"
'Brak!!'
Amira hanya bisa menatap nanar akan dirinya sendiri saat ini.
Kakaknya menatapnya dengan tatapan kecewa. Ia tidak menyangka sang adik melakukan hal ini. Tapi apa ini benar?
Merry tidak bisa menahan air matanya lagi, ia segera berlari keluar menenangkan diri.
Kini hanya ada Amira dan ibunya. Entah harus bagaimana ia menghadapi putri bungsunya.
"Bu... aku tidak melakukannya bu... ak-"
"Segera bereskan barangmu dan segeralah pergi. Ayahmu akan semakin murka nanti" ucapnya lirih memalingkan muka.
~0_0~
Kini Amira tengah duduk di kamar barunya. Ya, ia memutuskan untuk benar-benar pergi. Bahkan jauh dari rumahnya.
Sepanjang jalan ia kebingungan sambil menangis. Tapi ia tidak mungkin hanya berjalan tanpa arah tujuan. Ia memutuskan untuk menyewa sebuah rumah dengan harga yang sangat murah.
Saat Amira pergi, ia hanya membawa baju dan beberapa barah saja termasuk tabungan pribadinya. Sehingga hanya ini yang bisa ia sewa sebagai rumahnya. Ah... mungkin kamarnya. Ya, karena di rumah ini hanya ada satua ruangan dan toilet. Tanpa kamar, dapur, maupun ruang keluarga.
~0_0~
Esok paginya ia segera mencari pekerjaan, tabungannya tibak mungkin bisa menutupi kebutuhannya terus menerus.
Pov Amira
"Kamu bisa mulai bekerja hari ini"
Akhirnya... setelah entah berapa tempat aku datangi dan menolakku, sekarang aku bisa bekerja juga.
Aku masih beruntung bisa bekerja di sini. Sebuah cafe yang cukup ramai, ah sangat ramai. Sehingga pada saat aku masuk aku langsung diterima.
"Hey, kamu anak baru" tunjuk koki padaku. Aku menghampirinya
"Antarkan ini ke meja no 3 di ujung dekat bagian luar"
"Siap"
"Anak baru. Ambilkan barang baru di bagian barang"
"Baik"
"Anak baru, bisakah kau gantikan aku menjaga sovenir. Aku ingin ada urusan sebentar. Kau bisa komputer?"
"Ah, iya aku bisa"
Dan begitulah seterusnya. Aku menjalani hari pertamaku dan seterusnya. Sangat melelahkan, tapi harus kulakukan. Lagi pula aku juga dapat tips dari pengunjung yang katanya aku sangat baik dalam melayani. Aku juga dapat bonus dari beberapa bagian pekerjaan karena aku sering menggantikan mereka yang berhalangan.
~0_0~
Tiga minggu sudah aku bekerja disini. Sering kali aku merindukan keluarga dan rumahku bahkan tidak jarang aku menangis di kamar. Apa kabar ibu? Bagaimana kuliahnya kak Merry? Apa sudah ada yang membuat kopi untuk ayah? Hiks. Aku merindukan rumah.
'Tuk'
Eh, itu ponselku. Ah... sudah lama aku melihat ponselku.
Baru saja kuaktifkan, saat itu juga Kelly menghubungiku.
"MIRA..... KAMU DIMANA?? KENAPA TIDAK BISA KUHUBUNGI? AKU SANGAT KHAWATIR!"
"Maaf Kell, aku tidak bisa memberi tahumu. Pokonya sekarang aku baik baik saja. Kamu tenang saja. Aku butuh waktu sendiri. Kamu baik-baik ya sama juno. Tolong cutikan kuliahku"
"Mir,kamu dimana sekarang? Aku kangen. Kamu bisa tinggal di rumahku. Aku bi-"
"Gapapa kell. Aku gak apa-apa kok... kamu baik-baik ya disana. Kalo aku udah siap, aku bakal balik lagi kok"
'Tut tut tut'
Kuputuskan segera sambungannya sepihak. Aku sudah tidak kuat menahan tangisanku. Aku tidak mau Kelly khawatir.
Deg
"Akh.." ringisku.
Kepalaku kembali berdenyut, sejak siang tadi kepalaku terasa sakit, badanku terasa lemas, sangat sedikit makanan yang masuk karrna bisa aku makan kadang keluar lagi disertai lendir. Aku harus tidur. Kuharap besok kembali baik agar aku bisa bekerja.
~0_0~
'Hoek... hoek...'
"Ami... kamu tidak apa-apa?" Tanya Micel temanku di cafe.
Akus egera keluar toilet, entah kenapa sudah dua hari aku seperti ini. Mungkin aku masuk angin dan kelelahan karena sering lembur dan pulang tengah malam.
"Tidak apa. Hanya sedikit mual dan pusing"
"Lebih baik kamu ke dokter. Aku akan izin pada Roy"
"Tidak usah. Aku tidak apa. Lagi pula aku mau, belum genap sebulan aku bekerja sudah izin. Aku tidak enak pada Roy"
"Yasudah, istirahat saja. Jangan sampai kelelahan dan jangan lembur ! Ok!"
Aku hanya menagguk. Dia mirip Kelly, tapi versi feminim.
~0_0~
"Jadi saya bukan masuk angin atau kelelahan?"
"Anda memang terlalu kelelahan. Tidak baik untuk anda bekerja terlalu berlebihan. Terutama karena mungkin ini pertama bagi anda. Saya hanya menyarankan anda untuk meminum fitamin agar kesehatan anda juga dia baik"
"Dia?"
"Iya, anda dan janin anda"
"Apa?"
"Oh iya, dan selamat, anda sedang mengandung dan usia kandungan anda menginjak satu bulan"
KAMU SEDANG MEMBACA
MINE IS YOURS
Romance"Aku bukan pembunuh. Aku tidak mengenalnya" kumohon selamatkan aku. Jangan hancurkan aku. ***** "Dia milikku, dan jika aku tidak bisa memilikinya, maka lebih baik kita bertemu di dunia selanjutnya" ***** "Kau milikku. Tidak ada yang boleh memilikimu...