Dua Puluh Tiga

15.4K 481 21
                                    

~Typo Bersebaran~


Pov Normal

Gadis itu kini sibuk dengan dunianya sendiri di depan sebuah buku. Sejak ia kembali tertangkap oleh Aiden Amira tidak mencoba lagi untuk lari. Kesibukannya hanya diam di kamar atau sekedar membaca di perpustakaan Aiden yang ternyata sangat luas. Bukan ia tidak mau atau mulai betah apa lagi menerima Aiden, tapi ia sadar akan sesuatu. "percuma". Ya, hanya percuma yang didapat saat ia mencoba kabur lagi.

Lagi pula kemana ia harus kabur? Ke cafe? Tidak mungkin, Aiden menangkapnya dengan Andrea saat itu baru saja dari cafe. Ke kamar sewanya? Pasti sudah diisi orang karena buktinya semua barang miliknya sudah pindah kemari. Ke rumah orang tuanya? Hanya mimpi. Bahkan Amira sudah diusir. Ke apartemen Andrea? Mustahil, bahkan Andrea kini entah dimana dibawa orang tuanya. Ia tidak punya tempat untuk lari.

'hap'

"Anna! Kembalikan bukunya. Aku belum selesai membacanya"

"tidak ada buku sebelum kau makan" ucap Ana menyodorkan nampan berisi makanan dan susu padanya.

"satu bab lagi aku makan ok. Kembalikan bukunya"

"ayolah nona menyebalkan. Jangan membuatku susah dengan kau tidak makan. Kau mau anakmu kelaparan? Aku malas dapat tatapan tajam dari Lucas"

"itu urusanmu Ana" jawab Amira enteng

"ayolah Ami.... nanti bukan hanya tatapan tajam Lucas yang kuterima tapi omelan menyeramkan dari Tuan Aiden. Tuan pasti khawatir. Kau tidak kasihan padaku?" rayu Ana sabar

Mendengar nama Aiden wajah Amira langsung datar. Ia malas mendengar nama itu. Ia jadi teringat rutinitas bangunnya setiap pagi. Entah bagaimana setiap pagi ia akan terbangun di kamar Aiden padahal malamnya ia tidur dikamar tempat barangnya disimpan. Ia bahkan sudah menguncinya.

Anna yang melihat itu langsung sadar bahwa Amira masih belum menerima Aiden dan tidak nyaman mendengar nama tuannya itu.

"kau masih belum menerimanya?"

"tidak akan pernah" jawab Amira dingin.

"kenapa begitu? Kau harusnya bersyukur mendapatkannya. Dia itu-"

"apa yang harus aku syukuri? Apa aku harus bersyukur karenanya hidupku, masa depanku, keluargaku, kebahagiaanku, bahkan mimpiku hancur? Apa aku harus bersyukur karena itu?" Ana diam, apa yang harus ia katakan?

"aku disini seakan menunggu ajal. Setelah anak ini lahir, aku yakin aku akan segera disingkirkan. Mungkin dibunuh atau disiksa hingga gila. Meskipun sekarang saja aku sudah gila"

"Amira, kenapa kau berkata seperti itu? Kamu salah Amira"

"ya, aku salah. Seharusnya aku tidak pernah menolong mantan istrinya itu agar aku tidak bertemu bajingan itu juga"

"tidak Amira. Kau salah. Mengapa kau berfikir tuan Aiden akan menyingkirkan bahkan membunuhmu setelah melahirkan?"

"tapi benarkan? Aku tau dari dokter cantik itu. Bukankah Aiden hanya ingin keturunan dariku?"

"tidak Amira. Tuan memang ingin bayimu yang juga anaknya, tapi tuan ingin kau juga sebagai ibunya. Dia ingin menikahimu. Apa kau tidak sadar dengan perlakuannya padamu?"

Amira mengeryit heran. Perlakuan apa? Yang ia dapat hanya bentakan dan paksaan.

"tuan memang tempramen. Emosinya sulit dikendalikan. Tuan itu pria dominan, ia selalu ingin dipenuhi keinginannya dan sangat benci bantahan. Tapi apa kamu tidak sadar bahwa selama ini tuan Aiden selalu memperhatikanmu? Tuan bahkan tidak makan sebelum kau makan, itulah kenapa tuan selalu memaksamu makan karena ia khawatir pada kesehatanmu. Tuan juga tidak akan tidur sebelum tau kau tidur ditempat tidurnya, itulah jawaban kenapa kau bangun di kamar tuan. Kau fikir berapa kali Lucas atau aku mendapat telpon dari tuan dalam sehari hanya untuk menanyakan kabar dan apa yang sedang kau lakukan? Puluhan kali. Hanya saja aku tidak berani menjawabnya, itulah sebabnya Lucas yang selalu tahu tentangmu" Amira diam ia mulai berfikir tentang segalanya.

MINE IS YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang