Dua Puluh

20.6K 586 3
                                    


~Typo Bersebaran~

Pov Normal

Keesokan paginya, Aiden sudah sangat rapi dengan stelan jas formal dan dasinya yang dipasang maid. Dilihatnya gadis yang masih sedikit pucat masih terbaring di kasur dengan infus yang masih setia tertancap di pergelangan tangannya.

Aiden mendekatinya dan duduk di ranjang di samping gadis itu. Disentuhnya kening Amira. Masih panas meski tidak sepanas malam. Aiden sedikit berjongkok, diciumnya bibir tipis itu beberapa saat. Memabukan.

Samar ia merasakan ada gerakan disana. Sepertinya si gadis terganggu. Dengan enggan Aiden melepas ciumannya. Mata itu bergerak perlahan. Berat dan sedikit panas.

"sayang, kau sudah bangun?"

Mata Amira menyipit mendengar suara itu. Suara yang sangat ia benci, suara yang sangat ingin ia hindari. Tapi entah bagaimana, apa Amira tengah bermimpi sekarang? Ada nada kekhawatiran di sana. Apa ia tengah mengkhayal?

Ia kerjapkan matanya agar lebih jelas. Mata tegas itu, ah tidak. ada kesayuan di sana.

"Sayang ? apa yang kau rasakan?"

"A-aiden?" ucap Amira lemah dan serak. Tenggorokannya sakit saat ini.

Aiden yang menyadarinya langsung mendudukan Amira perlahan dan menyodorkan segelas air dan meminumkannya. Hatinya membuncah saat ini, entah kenapa ia sangat senang. Ini pertama kalinya Amira menyebut langsung namanya.

"sebentar, aku akan membawa makan dan obat untukmu" Aiden berdiri dan mengecup singkat kening Amira. Sedangkan Amira hanya bisa diam dengan kebingungan dan karena tubuhnya masih lemah.

Amira baru sadar, ada sesuatu di tangan kanannya. Sejak kapan ia mendapat infus? Aiden berlebihan, Amira hanya sedikit demam. Pikiran buruk Amira mulai muncul. Bagaimana jika infus ini berisi racun agar ia tetap lemah dan Aiden bisa mengurungnya terus menerus? Atau bagaimana jika racun ini agar ia keguguran? Ia tidak mau.

Segera Amira berusaha membuka perban yang menahan infusnya, namun ia cukup kesuitan dengan plester yang cukup panjang ditangannya, tangan kirinya kesulitan membuka plester di tangan kanan. Aiden yang baru masuk dan melihatnya langsung berjalan menuju Amira, menyimpan nampan dan menahan kedua tangan Amira.

"berhenti sayang. Apa yang kau lakukan?"

Amira memalingkan wajahnya. Ia enggan melihat bajingan ini. Aiden yang melihat Amira memalingkan wajah langsung kesal. Tidak ada yang berani melakukan itu padanya. Langsung saja ia meraih dagu Amira, memaksa gadis itu menatapnya.

"jangan palingkan wajahmu dan mengabaikanku!"

"memangnya kenapa? Aku membencimu!"

"jangan membenciku! Karena kau milikku! Jadi aku bisa mem-"

"aku bukan milikmu!"

"KAU MILIKKU! DAN TETAP MILIKKU! JANGAN PERNAH MEMBANTAHKU!"

"aku bukan siapa-siapamu. Bahkan aku hanya gadis sebatang kara tanpa nama keluarga" cicit Amira lirih mengingat perkataan Aiden, tanpa Aiden sadari cengkraman di dagu Amira yang semakin kuat.

'akh'

Aiden langsung mengerjap. Ia kelepasan. Segera ia lepaskan cengkramannya pada Amira. Sedangkan Amira menjadi yakin, bahwa wajah khawatir Aiden memang hanya khayalan. Mungkin ia mengigau tadi. Pria ini tidak mungkin baik dan mengkhawatirkannya. Pria ini Iblis. Amira mencoba beringsut menjauhi Aiden. Ia tidak mau berdekatan dengan Ibslis berwujud tampan seperti Aiden.

MINE IS YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang