Empat Puluh Dua

11.9K 320 102
                                    

~Typo Bertebaran~

Pov Normal

Merry tetap diam selama perjalanan dalam mobil. Cukup canggung baginya memulai pembicaraan, ia hanya bisa menjawab sekedarnya saat mantan dosennya itu bertanya. Lagi pula Susana sepertinya masih belum terlalu cair diantara mereka. Entah mungkin hanya Merry yang masih merasakan seakan masih ada dinding penghalang diantara ia dan Andrea.

Sialnya, jarak dari mansion Aiden dan rumahnya cukup ah mungkin terbilang sangat jauh. Hingga mau tidak mau perjalananpun cukup lama walau jalan sudah terbilang sepi.

Merry masih diam, pikirannya melayang keberbagai masalah yang ia alami akhir akhir ini, tapi itu tidak lama, karena baru saja ia melirik ke kaca luar, deringan ponsel Andrea tiba-tiba berdering. Entah kenapa Andrea malah membiarkan panggilan itu, ponselnya beberapa kali berdering bertanda pelakunya belum lelah untuk sekedar menunggu. Hingga setelah entah keberapa kali, panggilan itu Andrea terima dengan berdecak kesal.

"hem?" awalnya dengan nada acuh.

"................"

"aku sibuk"

"............."

"satu jam"

".............."

Tut

Dan panggilan singkat itu langsung Andrea putus tanpa repot menunggu ucapan selamat malam atau kata perpisahan dengan lawan panggilannya. Dan selama itu Merry hanya diam. Ia cukup tau diri untuk tidak bertanya ada apa.

Merry kembali pada pikirannya, ia berusaha tidak memperdulikan apa yang Andrea bicakan dalam panggilannya hingga ia terlihat kesal. Namun kemudian, Merry mulai merasa aneh dengan jalur pulang yang sekarang ia lalui.

Tunggu, ini bukan jalan ke rumahnya.

~0_0~

Amira kini hanya diam berdiri didekat ranjang, ia sudah selesai mandi dan memakai piyama tidur. Ia lelah, sungguh. Apalagi keadaannya belum pulih sepenuhnya, masih ada beberapa obat yang masih harus ia konsumsi untuk kedepannya. Bukan berarti ia masih ingin diam dan malas tidur, tidak. Hanya saja, ia kebingungan dan gugup.

Suara gemercik air masih terdengar jelas ditelinganya, bukan air mengalir begitu saja, tapi seseorang tengah mandi. Ya, Aiden. Dan karena dialah ia merasa kebingungan, gugup, takut, marah, dan ingin pergi, tapi entah kenapa ada rasa ingin tetap tingggal juga disini. Entahlah.

"kau belum tidur?"

Amira tidak menjawab, tubuhnya seketika menegang mendengar suara bas yang membuatnya takut. Ia mundur selangkah saat tau Aiden mendekatinya.

Aiden menghela nafas maklum, ia tau wanitanya masih takut padanya. Sejak kepulangannya dari rumah sakit bahkan wanita ini tidak berbicara atau sekedar diam beberapa menit didekatnya. Jika bukan karena mama dan papanya, mungkin sejak tadi wanita ini sudah menjaga jarak yang teramat besar dengannya.

Aiden kembali melangkah mendekat lebih cepat hingga Amira tidak bisa menghindar dari rangkulan lembut pria yang telah menyakitinya ini.

"tenanglah. Aku tidak akan menyaktimu" awalnya sambil merangkul Amira. Aiden menggiring Amira ke ranjang dan mendudukannya disana.

"kau ingin sesuatu?" Tanya Aiden masih dengan nada lembut, namun dijawab gelengan kaku dari Amira.

"kau sudah meminum obatnya?" kali ini anggukan kecil yang Aiden terima.

"sekarang tidurlah, ini sudah larut" lanjutnya sambil mencoba membaringkan Amira, namun Amira menahannya. ia enggan berbaring, dan Aiden tahu bahwa wanitanya masih ketakutan.

MINE IS YOURSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang