You Better Stay Away

3.9K 475 27
                                    

Kesadaranku perlahan terkumpul begitu diriku merasakan perih di beberapa bagian tubuhku. Mataku perlahan menyesuaikan diri dengan cahaya lampu yang cukup terang menerangi ruangan yang begitu asing bagiku. Aku ingin terbangun dan pulang. Tetapi pening, perih, dan rasa sakit lainnya bagai menggerogoti tubuhku dan berusaha menahanku di tempat tidur yang begitu nyaman ini. Aku menghela nafas. Berharap dalam hati bahwa ruangan ini adalah ruangan Jungkook atau siapapun yang tadi menolongku dari penyiksaan oleh kakak tingkatku. Berharap bahwa semoga masih ada orang yang masih mau berbaik hati menjagaku dari orang semacam Jihyo dan kawan-kawannya itu. Entah mengapa, sudut air mataku basah dan terasa hangat. Aku menangis perlahan. Otakku berpikir keras untuk apa yang harus kuucapkan kepada eomma dan appa jika melihat keadaanku seperti ini?

Tiba-tiba suara pintu berderit menyapa gendang telingaku. Aku tak tau siapa yang masuk dan setengah hati ini merasa takut. Segera aku menutup mataku. Berpura-pura kembali tidur.

Aku merasakan orang itu duduk di tepi tempat tidur ini.

"Kau bahkan sampai menangis dalam tidurmu. Maafkan aku, Lina. Aku tidak bisa melindungimu tadi."

Tunggu. Aku kenal suara ini.

Perlahan mataku terbuka. Menangkap atensi Ara yang masih menatapku. Ia terkejut sekaligus terlihat lega saat melihatku membuka mataku dan membalas tatapannya.

"Syukurlah, kau sudah sadar."

Aku mencoba untuk terbangun tetapi pinggul dan otot perutku masih terasa sakit dan perih untuk digerakkan. Aku meringis.

"Jangan memaksakan dirimu. Dokter bilang kau harus istirahat total selama 2 hari jika kau ingin cepat pulih. Katakan apa yang kau inginkan, aku akan mengambilkannya."

Aku menatapnya lagi dan berusaha tersenyum. Meski sudut bibir ini juga terasa perih saat kutarik sedikit untuk tersenyum.

"Terima kasih, Ara."

Ara mengangguk dan tersenyum.

"Ini dimana?"tanyaku.

"Rumah Taehyung."

Aku sempat merasa terkejut. Taehyung yang menolongku? Bukan Jungkook? Ah, yang benar saja.

"Taehyung yang menolongmu tadi. Kebetulan sebelum pulang tadi, dia menyuruhku untuk menunggunya di halte karena dia harus pergi ke belakang gedung untuk menemui seseorang. Dia melihatmu, dan menangis saat membawamu ke rumah sakit."

Aku semakin melanjutkan tangisku. Kepalaku yang masih merasakan pening menggeleng pelan. Memori menyeramkan tadi terputar kembali di otakku.

Suara Ara tak lagi statis. Air mata sudah berlinang di pelupuk matanya. Ia menunduk dan jatuhlalah air mata itu.

"Aku-maafkan aku, Lina. Aku tidak bisa menjagamu. Seandainya aku menepati janji kita untuk makan siang bersama hari ini, ini semua tidak akan terjadi."

Suaranya tak jelas. Tercampur dengan isakan. Begitu pula denganku yang masih terbaring. Air mata mengalir melalui sudut mataku. Jatuh membasahi bantal empuk ini.

"Kau tidak perlu meminta maaf. Ini bukan salahmu."

Ara mengembil beberapa lembar tisu dan menyusut air mataku dengannya. Aku melihat matanya. Dia benar-benar sedih dan aku mengkhawatirkan kesedihannya. Maksudku, aku adalah sahabat yang payah karena telah membuatnya merasa bersalah atas kesalahan yang tidak ia lakukan dan membuatnya menangis.

"Jangan menangis."

Ara mengangguk.

"Taehyung sedang menyiapkan bubur. Sebentar lagi dia akan mengantarkannya kesini. Kau harus makan, oke?"

Endless Feeling [✔]jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang