Trap

1.6K 250 46
                                    

Aku terbelalak saat melihat siapa yang tiba-tiba berdiri di belakangku. Belum lagi saat ia mengatakan sebuah kalimat yang jujur saja, membuatku sempat merasa takut.

"Siapa kau?" tanyaku.

"Kau tidak tau siapa aku?"

Aku masih menberanikan diri menatap wajahnya. Hingga aku sadar. Wajah itu terlihat begitu familiar. Bentuk wajahnya, bentuk bibir, begitu pula warna mata. Setiap detail wajahnya mengingatkan diriku pada seseorang.

"Sepertinya aku mengenalmu sekarang."

Pria itu tersenyum miring. Ia berjalan mendekat. Aku masih terdiam di tempat.

"Seberapa lama kau berteman dengan adikku hingga kau bisa mengenaliku hanya dengan melihat wajahku."

Aku berusaha untuk tetap tegar.
"Enam tahun. Kami berteman selama enam tahun."

"Sekarang dimana ia saat kau tau bahwa dirimu sangat membutuhkannya?" ujar pria itu.

"Dia pergi dan itu menjadi keputusan yang terbaik," jawabku mantap.

"Sudah kuduga, dia tidak pernah menjadi teman yang baik. Aku juga pernah merasakan hal yang sama. Dia adikku, tetapi aku tidak pernah diperlakukan olehnya sebagai kakak."

Aku tersenyum.
"Karena kau tidak pernah memperlakukan dirinya sebagai adik."

Pria itu mendengus. Ia berbalik dan berjalan santai mengitari diriku yang stagnan di tempat.

"Aku berhenti memperlakukan dirinya sebagai adik sejak ia mulai menolak satu per satu misi yang ku berikan padanya."

Aku menoleh.
"Termasuk membunuhku?"

Ia berhenti sejenak sebelum mengangguk santai. Setelah itu ia melangkah menghampiri sebuah meja dan menyandarkan pinggulnya. Kedua tangannya terselip di kedua saku celana hitamnya.

"Ara tidak membunuhku karena aku menyelamatkan dirinya. Ia hampir tertabrak mobil saat itu," jawabku.

"Terdengar sebuah cerita balas budi yang sentimental."

Aku tertawa miris.
"Dengan siapa aku berbicara? Sepertinya bukan dengan seorang manusia. Ucapanmu terdengar seperti makhluk yang tidak berperasaan."

Pria itu terdiam dan menatapku lurus.

"Hatiku sudah mati bersama pamanku. Ayahmu yang membunuhnya."

"Bagaimana denganku? Aku kehilangan kedua orangtuaku. Aku kehilangan duniaku. Jika bukan karena semangat hidup yang ayahku ajarkan padaku, aku sudah bunuh diri sejak dulu!"

Suaraku naik satu oktaf. Agak lega rasanya karena aku berhasil mengeluarkan semuanya tepat di hadapan orang yang sudah membunuh kedua orang tuaku.

"Sekarang katakan padaku, dimana Jeon Wonwoo?" tukasku.

Ia tertawa. Namun tawanya tidak terdengar mengenakkan. Aku mengernyit saat menyadari sebuah kemungkinan yang akan menimpaku. Sepertinya itu bukan kemungkinan yang baik. Hingga tiba-tiba ponselku berdering. Sebuah nomor tak dikenal meneleponku. Aku melirik pria yang tak lain adalah kakak dari Kim Ara. Ia sepertinya tidak keberatan jika aku mengangkat telepon.

Aku pun segera mengangkat telepon itu tanpa mengaktifkan fitur speaker.

"Alina! Dimana kau?"

Aku mengernyit heran.
"Je-jeon Wonwoo? Kau-"

"Kau dijebak, Alina! Dia meretas ponselku! Dia tidak menculikku! Sekarang katakan dimana kau sekarang?"

Aku terperangah saat mendengar jawaban yang Wonwoo lontarkan. Namun aku berusaha untuk tidak panik agar pria yang telah menjebakku ini tidak mencium ketakutanku.

Endless Feeling [✔]jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang