Caught In A Night

3.3K 447 18
                                    

Aku menoleh dan mendapati dirinya mencengkeram pergelangan tanganku, seperti tak akan membiarkanku melangkah untuk menjauh darinya. Namun, aku tetap berusaha keras untuk melepaskan diri darinya.

"Jungkook, lepaskan aku!"teriakku yang lantas menarik perhatian orang yang ada di sekitar kami.

Namun, tak sangka, Jungkook mengangkat tubuhku layaknya memanggul sekarung beras dan membawaku menyebrangi jalanan. Aku terus meronta. Kakiku terus bergerak, sementara tanganku tak berhenti memukul punggung Jungkook.

"Ya! Jungkook-a! Turunkan aku, bodoh!"teriakku lagi.

Ia menurunkanku di dekat mobil miliknya. Aku menatapnya tajam dan hendak melayangkan protes. Namun, ribuan kata sumpah serapah yang akan kutujukan padanya seketika hilang saat ia mengangkat tubuhku dengan kedua tangannya dan mencium bibirku. Sorak sorai terdengar dari orang-orang di sekitarku. Aku yang terkejut, refleks berpegangan pada pundaknya.

Sial.

Ia membuatku malu.

Sesaat kemudian ia menurunkanku dan melepas ciuman kami. Aku masih menatapnya tajam. Telapak tanganku melayang, hampir saja mengenai pipinya, namun dengan sigap ia menangkap tanganku.

"Apa maksudmu, hah?!"tanyaku membentaknya cukup keras.

"Supaya orang lain tidak salah paham. Kau berteriak seperti aku akan memperkosamu saja,"ucapnya enteng.

"Masuk ke dalam mobil,"lanjutkannya lagi dengan suara yang begitu dingin.

Rasanya aku ingin menangis.

Aku tidak pernah dipermalukan oleh keluargaku di depan umum. Namun, Jungkook yang brengsek ini berhasil membuatku mati kata. Ia seperti berhasil membuatku menurut padanya.

Aku mendengus dan memilih untuk masuk ke dalam mobil. Sementara itu Jungkook duduk di balik kemudi. Ia memakai sabuk pengaman dan bergegas membawaku pergi.

Aku diam. Menatap jalanan dari samping jendela kaca ini adalah hal yang terbaik yang dapat kulakukan. Sekaligus menyembunyikan diri bahwa kini air mataku terus menetes menyusuri pipi.

"Kau bodoh,"ucapnya.

Aku diam.

"Meninggalkan rumah dan makan malam bersama dengan orang lain? Bodoh,"ucapnya lagi.

Ia mengucapkannya dengan nada yang datar. Sama sekali tidak ada kenaikan nada dalam suaranya. Namun, kalimat yang ia lontarkan begitu menusuk dadaku. Aku menggigit bibirku untuk menahan isakan yang sedari tadi kutahan.

"Kau ini sudah hampir 19 tahun, Lina-ya. Perbaiki sikapmu. Kau terlalu egois dan kekanak-kanakan,"

Aku masih diam dan menatap kosong jalanan di sampingku.

"Kau hanya orang lain bagiku, kau tidak punya hak apapun untuk mengatur hidupku,"tukasku dingin.

Jungkook mendengus.

"Kau bahkan tidak peduli pada ibumu yang mengkhawatirkan dirimu."

"Aku sudah meminta izin padanya untuk menginap di rumah temanku. Sedang meracau apa kau, hah?"

"Lalu untuk apa beliau menyambut kami dengan wajah khawatir itu? Aku tak tau lagi denganmu, kau—"

"Cukup, Jungkook!"teriakku tak tahan lagi.

Suaraku begitu mengerikan, ditambah emosi yang sedari tadi kutahan. Kini semuanya keluar dan menerjang Jungkook.

"Kau tidak pernah mengalami apa yang ku alami, Jungkook. Kau tak tau apa yang kurasakan."

Aku terisak.

"Jadi, tutup mulut sialanmu."

Jungkook hanya diam.

"Lagipula, sebaiknya kau pergi dari hidupku. Aku tidak membutuhkan orang lain hanya untuk menjadikanku seperti sebuah mainan,"ucapku tegas.

"Lina-ya, dengar. Aku tidak pernah menganggapmu seperti itu. Kau hanya salah paham dan—"

Aku mendengus.

"Omong kosong."

Selanjutnya, Jungkook terdiam. Namun tangannya menggenggam setir dengan erat seperti ia sedang menahan marah. Rahangnya pun terkatup rapat. Aku memalingkan wajahku darinya lagi. Berharap waktu akan cepat berlalu.

***

Begitu sampai di halaman rumah, aku lekas berlari menuju pintu depan, meninggalkan Jungkook yang masih ada di dalam mobil. Aku menaikkan syal hitam hingga menutupi mulutku. Tak lupa memakai kacamata berbingkai bulat untuk menutupi mataku yang hampir sembab karena menangis.

Aku pikir aku akan langsung bisa berlari menuju kamar. Namun, tak kusangka, seseorang menyambutku. Ia bukan eomma, melainkan wanita paruh baya yang terlihat familiar.

Benar, ia adalah ibu Jungkook.

"Hei, nak! Akhirnya kau pulang juga. Kasihan ibumu menunggumu."

Aku meneguk ludah dan menatapnya. Hampir saja aku mengatakan padanya bahwa aku ingin pergi ke kamar saja, namun tiba-tiba Jungkook datang dari arah belakangku dan langsung melingkarkan tangannya di pinggangku.

"Sayang, kau sudah bertemu ibu?"tanyanya padaku dengan lembut.

Ia membuatku menatapnya dan terdiam.

Aku benci saat ia berpura-pura menjadi anak baik. Aku hanya diam. Jungkook melepaskan syal yang menutupi mulutku. Membuatku terpaksa tersenyum palsu pada ibu Jungkook.

"Halo, ibu Jungkook, senang bisa bertemu anda lagi."

Ibu Jungkook terseyum. Selanjutnya ia menggiring kami menuju meja makan.

"Sudah kubilang, Bu. Aku akan serius dengan gadis ini."

Ibu Jungkook tertawa.

"Kebetulan sekali kau juga menyukai anak dari sahabat ibu,"ucap ibu Jungkook.

"Kami sudah memasak bersama untuk menyiapkan makan malam bersama. Jadi, kalian duduklah di meja makan dan tunggu kami menyelesaikan persiapan kami, oke?"

"Tetapi, aku sudah makan, jadi kurasa—"belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Jungkook menyela.

"Tidak. Kau harus ikut makan malam bersama kami, sayang."

Aku pun mengumpat dalam hati setelah mendengarnya. Namun, aku hanya bisa diam dan menurut padanya.

Kami berdua pun duduk di meja makan, sementara kedua orangtua kami sibuk menyiapkan menu makan malam ini.

Aku melepas mantelku dan menggantungnya di belakang kursi meja makan. Selanjutnya, aku hanya diam dan mulai menyibukkan diri dengan ponsel. Namun, aku terkejut saat mendapat sebuah pesan dari Jungkook yang kini duduk di kursi tepat di hadapanku.

From : Jeon

Kau tertangkap. Jangan lari lagi.

***

Anggaplah ini hadiah bagi kalian yang berhasil berjuang melewati USBN/UN😂

Helo! Ini ngetiknya rush banget karena dikejar waktu update😂part yang lama kehapus huhu, jadi maaf ya kalo jadi aneh😂

Endless Feeling [✔]jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang