Tubuhku mendadak lemas saat melihat orang yang selama ini sangat ku rindukan terbaring lemah penuh bercak darah di pakaiannya. Aku melangkah menghampiri ranjang itu. Ranjang yang kini dikelilingi oleh beberapa dokter lainnya yang sedang berupaya menyelamatkan nyawa pria itu. Berulang kali aku mengerjapkan mata, memastikan bahwa aku tidak salah melihat.
Min Yoongi.
Apa yang terjadi padanya?
"Apakah kau sudah mendengar beritanya?"
Itu adalah suara Ara. Aku menoleh ke arahnya dan menggeleng.
"Terjadi baku tembak di sebuah subway di Oryudong. Ada dua belas korban. Tujuh korban dilarikan ke rumah sakit ini dan lima korban lainnya langsung dirujuk ke tempatmu bekerja, Lin."
Mendadak dadaku terasa sakit.
"Aku tidak mengerti. Apa yang sebenarnya terjadi? Maksudku, mengapa Yoongi ikut menjadi korban?"tanyaku hampir menangis.
Ara menggeleng. Kepalanya perlahan menunduk. Sesaat kemudian ia kembali mendongakkan kepalanya dan menarikku dalam pelukan. Pelukannya begitu menenangkan meski tangis tak bisa kubendung lagi.
"Aku sudah usahakan yang terbaik untuk Yoongi. Beruntung baginya ia tidak tertembak di bagian yang vital."
Aku mengangguk.
"Terima kasih."
Ara menepuk punggungku dengan lembut. Berusaha memberi ketenangan dan kekuatan.
"Tidak perlu khawatir. Aku tau kau cukup kuat untuk menghadapi situasi ini."
Aku hanya diam dan membiarkan air mata jatuh membasahi pundaknya. Sesaat kemudian ia mengulur pelukan dan menatapku. Ibu jarinya menghapus air mataku.
"Bagaimanapun, kau pasti menganggap semua ini tak masuk akal. Aku mengerti. Tetapi, begitu kakakmu sadar, jangan terlalu bebani dia dengan banyak pertanyaan. Mengerti?"
Aku mengangguk.
"Astaga aku terdengar seperti kakak perempuan,"gerutunya kemudian.
***
Malam hampir tiba ketika Ara menyampaikan padaku bahwa operasi pengangkatan peluru yang menembus tulang belikat kanan dan tulang paha kiri Yoongi sudah selesai sepenuhnya. Aku berjalan keluar dari kawasan rumah sakit untuk sekedar mencari udara segar. Hari ini adalah hari yang cukup berat bagiku. Tetapi seperti yang orang lain sampaikan padaku. Aku tidak boleh putus harapan. Aku harus tetap bersyukur dan bertahan.
Setidaknya kepulangan Yoongi menjadi satu hal yang harus disyukuri. Meskipun ia pulang dalam keadaan yang sama sekali tidak baik. Ia bahkan tidak meneleponku sebelumnya bahwa ia akan kembali ke Korea pada musim panas ini.
Aku menghela nafas. Udara sore ini cukup dingin karena angin berhembus pelan. Membuat ranting-ranting pohon melambai dengan damai. Aku duduk di sebuah kursi panjang yang terletak di sebuah taman tak jauh dari bangunan tempat ruang rawat Yoongi.
Aku hanya belum siap menemuinya. Aku belum siap melihatnya terbaring dengan luka di sekujur tubuhnya.
Lebih dari setengah hidupku ku mengenal Yoongi, yang ku tahu, ia tidak pernah mencari musuh. Ia adalah pribadi yang baik. Semakin lama kau mengenalnya, kau pasti akan menemukan kelembutan di balik wajah yang terkesan apatis itu. Kau pasti akan menemukan kepedulian di balik kata sarkastik yang sering ia ucapkan.
Yoongi tidak pantas menerima semua ini.
Aku mendongak menatap langit. Semburat jingga kemerahan tampak membentuk gradasi di ufuk barat. Indah sekali. Matahari tampak perlahan tenggelam, dimakan oleh cakrawala. Malam akan datang. Gelap akan menguasai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Endless Feeling [✔]jjk
Fanfiction"Sejauh manapun aku kehilangan arah, aku yakin semua jalan ini akan menuntunku kembali padamu." *** Aku baru menyadari, hidupku rumit. Penuh suka duka. Balas dendam. Kebencian. Namun, di tengah itu semua, kami masih mengharapkan akhir yang bahagia...