Look For

2.1K 338 38
                                    

Merasa kehilangan setelah menjalani kebersamaan dan menciptakan kenangan indah adalah suatu hal yang wajar dalam hidup seseorang. Terlebih, jika kita memiliki jutaan kenangan indah yang sudah terlanjur terukir dalam ingatan. Bagaimana kita bisa menyikapinya? Berapa lama kita bisa menghilangkan perasaan yang sangat mengganggu ini?

Hanya waktu yang bisa menjawabnya.

Seperti halnya semua yang terjadi padaku.

Aku menghela nafas. Sembari menatap layar ponsel yang menunjukkan proses dialing. Ini adalah kesekian kalinya aku berusaha menghubungi Jungkook. Ia tidak pernah menerima panggilan telepon dariku. Ponselnya selalu aktif, namun sibuk. Entah apa yang sedang dilakukannya saat ini, tetapi aku merasa tersiksa secara emosional karena hal ini.

Aku hampir putus asa.

Aku hanya inginkan kabar darinya. Aku merindukannya. Aku hanya ingin memastikan bahwa ia baik-baik saja.

"Mengapa tidak ada satupun yang bisa membuatku tenang?"gumamku.

Aku meletakkan ponselku ke atas nakas dengan asal dan menyandarkan punggung pada kepala ranjang. Memejamkan mata, berusaha menangkan diri.

Sudah terhitung dua minggu sejak kecelakaan aneh itu. Tidak banyak yang berubah. Hanya saja semua orang seperti menganggap Jungkook menghilang begitu saja. Semua orang seperti menyeretku agar pikiranku sama seperti mereka. Pikiran yang kejam untuk melupakan Jungkook begitu saja, setelah semua kenangan indah yang kami ukir di setiap sudut kota.

Mungkin hanya aku yang sangat merindukannya. Hanya aku yang ingin tau dimana keberadaannya.

Tetapi, tiba-tiba sesuatu yang mungkin dapat menunjukkan keberadaan Jungkook melintas di otakku. Aku menegapkan punggung dan segera beranjak. Mengganti pakaian tidurku dengan setelan kasual dan mantel berwarna gelap.

Aku keluar dari kamarku, mendapati eomma sedang duduk menikmati secangkir teh. Ia terlihat terkejut saat melihatku yang sudah sedemikian rapi. Aku melangkah menuju rak sepatu dan memakai sepasang sepatu dengan cepat.

"Lina-ya, kau mau pergi kemana, nak?"tanya eomma.

"Kampus. Ada yang harus Lina lakukan, eomma."

"Biar eomma mengantarmu pergi."

Mulutku terbuka untuk menolaknya mengantarkanku, tetapi eomma bahkan sudah mengambil kunci mobil dan bergegas memakai mantel hangatnya. Aku menghela nafas dan mengikutinya yang kini beranjak menuju garasi.

"Bukankah kuliah akan dimulai lagi minggu depan?"tanya eomma seraya mendudukkan tubuhnya di balik kemudi, aku duduk di sampingnya.

Aku mengangguk.

"Memang. Tetapi, ada yang harus aku tanyakan ke pihak administrasi."

Eomma mulai menjalankan mobilnya keluar dari garasi sementara sekuriti rumahku membukakan gerbang.

"Eoh? Apakah eomma belum melunasi biaya kuliahmu?"

"Tidak, eomma. Bukan masalah itu. Ini masalah lain."

Eomma mengangguk-angguk dan mulai menjalankan mobil ini menyusuri jalanan Seoul menuju universitas tempatku menimba ilmu.

***

Sesampainya di depan universitas, aku keluar dari mobil, setelah sebelumnya berpamitan dengan eomma dengan mencium salah satu pipinya. Aku melambaikan tangan padanya dan menunggu hingga mobilnya menghilang di belokan.

Setelah itu aku berbalik, namun, tak disangka seorang pria jagkung berkacamata lewat tepat di belakangku, sehingga kami bertabrakan. Kami berdua jatuh. Begitupun dengan semua benda yang ia bawa. Aku segera membantunya memunguti satu persatu helaian kertas yang hampir saja basah terkena genangan air lelehan salju.

Endless Feeling [✔]jjkTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang